Dari Zaken hingga Noken Kabinet
PRESIDEN terpilih Prabowo Subianto sudah melakukan ‘audisi’ untuk calon menteri dan wakil menteri yang akan mengisi pos kabinet dalam Pemerintahan Prabowo-Gibran periode 2024-2029. Semula kabinet yang diusulkan oleh banyak pihak ialah kabinet ramping yang diisi oleh para profesional dan ahli dalam bidang tertentu sesuai dengan penempatan mereka atau kemudian dikenal dengan istilah kabinet ahli atau zaken kabinet.
Melihat komposisi para calon menteri dan wamen yang dipanggil ke Kertanegara, tergambar kabinet yang beragam, dari politisi, akademisi, purnawirawan, pengusaha, agamawan, artis, hingga olahragawan, sehingga pas disebut dengan istilah noken kabinet.
Besarnya harapan publik dengan komposisi kabinet yang akan menjalankan pemerintahan ke depan tidak lepas dari beratnya tantangan global dan domestik yang akan dihadapi oleh bangsa ke depan. Publik berharap presiden terpilih Prabowo memiliki kabinet yang benar-benar merepresentasikan keahlian dan kecakapan di bidang mereka sehingga pemerintahan bisa bekerja secara cepat, tepat, dan akurat.
Zaken kabinet pernah dijalankan oleh kabinet Djuanda yang dibentuk pada masa demokrasi liberal dan merupakan kabinet terakhir dari sistem parlementer di Indonesia. Kabinet itu disebut sebagai zaken kabinet atau kabinet ekstraparlementer, yaitu kabinet yang dibentuk tanpa melihat jumlah kursi di parlemen.
Noken ialah jaring atau tas anyaman yang diikat dengan tangan dari serat kayu atau daun oleh masyarakat di Provinsi Papua dan Papua Barat, Indonesia. Berdasarkan filosofinya, noken khas Papua diyakini melambangkan simbol kehidupan yang baik, kedamaian, dan kesuburan bagi masyarakat di Papua.
Baca Juga: Kalau Temasek Bisa, Kenapa Kita TidakMasyarakat Papua menggunakan noken bersifat multifungsi, untuk membawa hasil perkebunan, tangkapan dari laut atau danau, kayu bakar, bayi atau hewan kecil, serta untuk berbelanja dan menyimpan barang-barang di rumah (ich.unesco.org). Noken merupakan tas multifungsi yang bisa membawa kedamaian dan kebaikan bagi masyarakat.
Visualisasi kebinet yang ingin dibangun oleh presiden terpilih Prabowo mirip seperti fungsi dan filosofi noken yang digambarkan sebelumnya. Sepertinya Prabowo ingin membangun kabinet besar dengan mengakomodasi semua kepentingan politik yang ada di Indonesia saat ini agar tercipta harmonisasi dan stabilitas politik dalam lima tahun ke depan.
Politik akomodatif yang ditunjukkan Prabowo diperkirakan akan sangat tambun. Terdapat 108 tokoh dengan latar belakang yang berbeda akan menempati 46 kementerian dengan memecah 8 kementerian menjadi 18 kementerian. Jika dibandingkan dengan kabinet Jokowi yang memiliki 34 kementerian, terdapat penambahan 12 kementerian.
Banyaknya jumlah kementerian yang dibentuk tentunya memiliki dampak dan konsekuensi tersendiri. Dampak paling nyata ialah membengkaknya alokasi anggaran pada kementerian baru. Pasalnya, semakin banyaknya menteri dan wakil menteri, program yang akan mereka buat pun juga bertambah banyak.
Selain itu, besarnya irisan tiap-tiap kementerian yang dipecah berpotensi terjadi tumpang tindih tupoksi antarkementerian lama dan yang baru dibentuk sehingga akan berdampak terhadap setiap target dan sasaran yang hendak dicapai.
Tantangan berat
Tantangan kabinet Prabowo ke depan tidak ringan, ketidakpastian ekonomi keuangan global dan domestik masih tinggi. Bahkan, Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan ekonomi dunia masih mengalami stagnasi sebesar 3,2% pada 2024 dan 2025. Sementara itu, perekonomian nasional diperkirakan tetap berada pada angka 5%.
Tingginya ketidakpastian ekonomi dan tekanan pasar keuangan global yang didorong oleh sentiment higher for longer terhadap tingkat inflasi dan suku bunga yang terjadi semenjak pandemi covid-19 melanda dunia. Walaupun The Fed sudah menurunkan tingkat suku bunga acuannya, belum terlalu berdampak terhadap pemulihan ekonomi global.
Perekonomian global semakin rentan akibat munculnya eskalasi ketegangan geopolitik di banyak kawasan secara berkelanjutan, dari Ukraina-Rusia dan kawasan Timur Tengah, serta turunnya harga komoditas utama dan lesunya perekonomian Tiongkok. Kondisi tersebut bisa memengaruhi berbagai aspek perekonomian dalam negeri, terganggunya berbagai sektor industri nasional, dan melemahnya daya beli masyarakat yang ditandai angka deflasi.
Kontribusi sektor industri pengolahan sebagai sektor penopang perekonomian terbesar mengalami stagnasi, bahkan cenderung mengalami perlambatan dalam beberapa tahun terakhir. Hilirisasi yang menjadi fokus pemerintah dalam beberapa tahun terakhir ternyata belum memberikan pengaruh signifikan terhadap perbaikan kondisi industri nasional.
Pemerintahan Prabowo nantinya akan mewarisi utang yang besar. Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan, jumlah utang pemerintah per 31 Maret lalu ialah Rp8.461,93 triliun dengan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) 38,68%.
Dalam dua periode kepemimpinan Jokowi, selama sembilan tahun terakhir, utang pemerintah bertambah Rp5.535,6 triliun atau naik tiga kali lipat (212%). Tidak tertutup kemungkinan hingga akhir masa jabatan, outstanding nilai utang bisa bertambah mendekati Rp10 ribu triliun
Politik akomodasi presiden terpilih Prabowo menempatkan banyak menteri yang berasal dari partai politik. Hal itu juga perlu mendapat perhatian tersendiri mengingat rekam jejak menteri yang berasal dari unsur partai terkena kasus korupsi pada kabinet SBY serta Jokowi jilid I dan II cukup signifikan.
Tercatat lima menteri yang terjerat kasus korupsi selama 10 tahun pemerintahan SBY I dan II yang berasal dari kader partai. Sementara itu, pada pemerintahan Jokowi jilid I dan II, terdapat enam menteri yang terkena kasus korupsi. Tentunya, ke depan kader partai yang ditunjuk menjadi menteri memiliki integritas dan tidak membebani pemerintahan.
Belajar dari dua rezim yang berkuasa selama dua dekade terakhir, yang mana hampir seluruh kasus korupsi yang menjerat para menteri hampir semuanya berasal dari unsur partai, kondisi itu perlu medapat perhatian serius dari presiden terpiluh Prabowo. Begitu pula kalangan profesional yang ditunjuk benar-benar punya keahlian dan kecakapan yang dibutuhkan, bukan hanya sekadar figur publik yang kebetulan menjadi timses.
Publik berharap penyusunan kabinet menggunakan konsep zaken kabinet atau kabinet yang jajaran menterinya berasal dari kalangan ahli atau profesional di bidangnya secara ramping dan gesit. Bukan kabinet noken yang mengakomodasi semua kepentingan. Dengan demikian, performa menteri yang ditunjuk bisa all out tanpa beban atau target tertentu dari partai pengusulnya. Oleh: Handi Risza Wakil Rektor Universitas Paramadina.(*)
Tinggalkan Balasan