AMBON, Siwalimanews – Pengadilan Tipikor Ambon kembali melanjutkan sidang tindak pidana korupsi anggaran DIPA untuk belanja barang dan jasa pada Politeknik Negeri Ambon Tahun 2022, Senin (29/4).

Anggaran DIPA sebesar 72 miliar rupiah itu yang melibatkan tiga orang terdakwa pada Kampus Politeknik Negeri Ambon.

Tiga terdakwa yaitu, Fentje Salhuteru, Wakil Direktur II Bidang Umum dan Keuangan Politeknik Negeri Ambon Tahun 2018-2022, dan selaku Pejabat Penandatanganan Surat Perintah Membayar (PPSPM) berdasarkan Sprindik Nomor PRINT-02/Q.1.10/Fd.2/07/2023

Wilma E Ferdinandus, selaku PNS Politeknik Ambon/PPK Kegiatan Rutin Poltek berdasarkan Sprindik Nomor PRINT-04/Q.1.10/FD.2/10/2023 dan Chistin Siwalete selaku PNS Poltek/PPK Kegiatan Pengadaan Barang dan Jasa Poltek Ambon berdasarkan sprindik Nomor PRINT- 05/Q.1.10/Fd/10/2023

Sidang yang dipimpin Hakim Wilson Sriver didampingi dua hakim anggota, Agustina Lamabelawa dan Agus Hairulla dengan agenda pemeriksaan saksi.

Baca Juga: Miris! 7 Bulan PT WWI tak Bayar Gaji Karyawan

JPU dalam persidangan kali ini menghadirkan 5 orang saksi yaitu, Benhard Limpa, Dewi, Mintje, Jemmy dan Marco Tupamahu yang semuanya merupakan kontraktor atau pihak ketiga yang disinyalir turut terlibat dalam kasus dugaan korupsi tersebut.

JPU Novie Temmar, Inggrid Louhenapessy dan Endang Anakoda saat menggali peran para terdakwa melalui saksi Bernard mengakui ada 121 paket yang dikerjakan dan tidak dikerjakan ada aliran uang berupa fee yang diterima saksi Benhard.

Misalnya paket pekerjaan operasional Pimpinan Poltek Ambon, Saksi akui tak dikerjakannya hanya nama perusahaannya saja yang digunakan. Saksi juga mengakui menerima Fee 3 persen.

“Untuk paket pembayaran operasional Pimpinan Poltek saya tidak kerjakan. Namun saya dapat fee 3 persen dari PPK yakni ibu Kristin, “ Ungkap Saksi saat dicecar JPU Novie Temmar

Kata saksi Benhard, dari total 60 lebih paket pekerjaan, untuj 30an lebih paket yang tidak ia kerjakan hanya menerima Fee, sementara untuk pekerjaan yang dia kerjakan diakuinya hanya memberikan uang pulsa.

“Untuk beberapa paket yang saya tidak kerjakan saya menerima fee namun saya sudah lupa berapa banyak. Kemudian untuk pekerjaan yang saya kerjakan biasanya tidak berikan fee, namun hanya uang pulsa yang nominal sekitar Rp100 tetapi ada banyak kali,” tuturnya.

Saksi mengaku uang pencairan tersebut diserahkan kepada PPK Ibu Kristin.

“Saya kadang terima fee pekerjaan melalui rekening per item pekerjaan namun itu setelah pencairan anggaran. Untuk tahun 2022 lebih banyak cash,” sebutnya

Saksi mengatakan dirinya menerima fee karena perusahaannya dipakai, serta tidak ada satupun dokumen yang ditandatanganinya.

“Untuk terdakwa Welma saya beberapa kali setelah pencairan benar memberikan tip tetapi sekedar uang pulsa. saya serahkan

Ada Rp. 100 beberapa kali, “ Akui Saksi Bernard

Masih berlanjut, Kata Bernard saat ditanya perannya secara langsung dengan terdakwa Welma, saksi mengakui bahwa dirinya tidak pernah berhubungan dengan terdakwa Welma namun anak buah terdakwa Welma yakni Boya.

“Setiap oencairan Alanggaran pekerjaan yang tidak saya kerjakan biasanya saya diberikan fee untuk pekerjaan yang ditangani PPK Welma melalui anak buahnya yaitu ibu Boya. Yang bersangkutanlah yang selalu berurusan dengan saya. Kadang datang berikan fee kepada saya,” paparnya.

Hal yang sama soal kuitansi saja yang dirinya tandatangani dan cap. Kadang kuitansi yang tanda tangan dan Cap masih kosong.

“Saya yang duluan tanda tangan namun nominalnya sesuai dengan yang dikerjakan,” cetusnya.(S-26)