AMBON, Siwalimanews – Venca Loppies (42), terdakwa pem­bunuh anak kandung di kawa­san Silale, Kecamatan Nusaniwe kembali duduk dikursi pesakitan di Pengadilan Negeri Ambon, Rabu (10/6) dengan agenda pemeriksaan saksi.

Jaksa Penuntut Umum Elsye B. Leonupun menghadirkan tiga saksi, isteri terdakwa Jonita Esty Parihala,  adik ipar terdakwa, Makson Parihala serta mertuanya, Yohana Kapau.

Dalam keterangannya dipersi­da­ngan,  istri terdakwa membeberkan tindakan keji yang dilakukan ter­dakwa yang tega membunuh anak kandungnya sendiri. Bahkan ia me­minta, majelis hakim untuk mem­berikan hukuman berat kepada suaminya.

Menurut Jonita, suaminya tidak saja membunuh anak ketiganya, tetapi anak pertamanya yang masih bayi juga dibunuh dengan cara yang sama yaitu dianiaya, saat me­reka masih di Marauke.

Katanya,  anak ketiga meninggal saat itu dia masih di Masohi, dan dia mendengarkan dari orang tua­nya yang menghubungi dia melalui telepon.

Baca Juga: Kongkalikong Ferry Tanaya, Jaksa tak Sentuh PLN

“Dia (terdakwa-red) memukul anak saya, ketika anak saya sedang ter­tidur. Saya mendengar dari orang tua. Saat kejadian saya berada di Masohi,” kata Jonita sambil terisak didepan majelis hakim.

Jonita mengaku, terdakwa memang sering mabuk-mabukan. Ia kerap memukulnya dan anak-anaknya ketika mabuk. Bahkan, terdakwa sering memukul mereka dalam keadaan sadar.

“Ia sering memukul ketika mabuk. Tapi sadar juga perilakunya sama. Kami punya tiga anak. Korban anak bungsu. Anak pertama kami, meninggal karena perbuatan terdakwa juga. Terjadi lagi kejadian yang sama ketika kami kembali ke Ambon,” kata Jonita.

Dikatakan, korban tinggal dengan terdakwa baru dua minggu, karena saksi berada di Masohi.

“Sebelumnya korban tinggal dengan saya, tetapi saya ke Masohi, dan korban tinggal baru dua minggu terdakwa,” ujarnya.

Sebagai seorang ibu, kata Jonita, ia tidak akan memaafkan terdakwa dan meminta hakim menghukum terdakwa. Bahkan meskipun terdakwa adalah suaminya yang sudah bersama dengannya selama sembilan tahun.

“Sebagai seorang ibu, saya tidak akan maafkan terdakwa. Proses hukum tetap berjalan,” katanya saat hakim menanyakan apakah akan memaafkan terdakwa sekaligus suaminya itu.

Sedangkan saksi Yohana dan Makson tidak banyak berbicara. Mereka berdua menjelaskan, bagaimana mendapatkan informasi soal korban yang telah dilarikan ke rumah sakit.

“Saya langsung ke rumah sakit dengan Makson ketika dapat informasi dari adik terdakwa bernama Hendri. Lalu saya bertanya ke Hendri, kenapa tidak menolong korban? Ia bilang terdakwa saat itu memakai parang,” kata Yohana alias Mama Oke ini.

Vence pada 27 Januari 2020 sekitar pukul 19.30 WIT di rumahnya di Silale, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon melakukan penganiayaan terhadap anaknya GL.

Sidang tersebut dipimpin majelis hakim yang diketuai, Hamzah Kailul didampingi Christina Tetelepta dan Lucky Rombot Kalalo selaku hakim anggota sedangkan terdakwa didampingi penasehat hukumnya, Franky Tutupary.

Sidang digelar secara online, hakim dan penasehat hukum di Pengadilan Negeri (PN) Ambon, terdakwa dan para saksi Kejari Ambon. Sidang ditunda Kamis (18/6) dengan agenda pemeriksaan terdakwa.

Untuk diketahui, tindakan pembunuhan yang dilakukan terdakwa kepada anak bungsunya berawal ketika anaknya baru bangun dari tidur siang. Saat itu terdakwa sedang mabuk, lalu membuat keributan.

Terdakwa terus mengeluarkan makian dan marah-marah. Hingga ia ditegur saksi Fredrik Loppies agar tidak memaki. Namun, ia justru menyuruh saksi tutup mulut dan memukulnya. Karena tidak tahan dengan perilaku terdakwa, saksi langsung melarikan diri.

Setelah itu, terdakwa mengambil sebilah parang lalu mengejar pamannya Richard Loppies di rumah yang bersebelahan dengannya. Richard langsung berlari ke hutan di belakang rumahnya yang berjarak kurang lebih 40 meter dari rumah terdakwa.

Tak sampai disitu, terdakwa juga hendak membacok adik kandungnya yang bernama Hendrik Loppies. Namun, adiknya langsung berlari keluar dari rumah.

Saat melihat ketiganya melarikan diri, terdakwa kembali ke rumahnya. Di rumahnya, korban sedang menonton TV. Terdakwa lalu memanggilnya untuk memandikan korban. Namun saat terdakwa membuka popok korban yang penuh dengan kotoran, ia langsung memukulnya.

Karena memukul dengan keras, korban terus menangis. Terdakwa mencoba mendiamkan korban dengan terus melakukan penganiayaan kepada anak yang baru berusia tiga tahun sepuluh bulan itu. Hingga akhirnya, korban tidak sadarkan diri.

Terdakwa seketika panik dan memberikan nafas buatan pada korban. Tetapi anak itu sudah tidak berdaya.

Saat itu, paman terdakwa Risad Salhuteru dan Devosy Noya yang mencurigai terdakwa memukul korban, lalu mendatangi rumah mereka. Disana, mereka melihat terdakwa sedang menggendong korban. Namun terdakwa tidak mengatakan apa-apa hingga mereka melihat wajah korban yang sudah penuh luka ketika terdakwa hendak menyerahkan korban kepada pamannya.

Melihat wajah korban itu, Risad langsung meninju terdakwa. Setelah itu, ia bergegas keluar rumah dan membawa korban ke rumah sakit. Ketika di rumah sakit, nyawa korban sudah tidak tertolong.

Perbuatan terdakwa tersebut diancam pidana dalam pasal 80 ayat ( 4) Jo pasal 76 C Undang Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang Undang RI Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. (Mg-2)