AMBON, Siwalimanews –  Pengadilan Tipikor Ambon kembali melanjutkan sidang kasus dugaan korupsi proyek pembangunan rumah khusus untuk TNI/Polri di Kabupaten Maluku Tengah dan Seram Bagian Barat (SBB) pada tahun 2016, Selasa (7/1)

Sidang yang digelar, Selasa (7/1) dipimpin majelis hakim Pengadilan Tipikor Ambon dipimpin majelis hakim yang diketuai Martha Maitimu didampingi dua hakim anggota yaitu, Luthfi Alzagladi dan Agus Hairullah dengan agenda pemerik­saan saksi dan dua terdakwa yaitu, Dani Supriadi selaku Direktur CV Karya Utama dan Arthur Parera sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

Keempat saksi tersebut yakni Kepala satuan Kerja (Kasatker), Balai pelaksana penyedia peruma­han (BP2P) Piter Pakbau, indrawani Madura, Bendahara Satker, Janes Nanulaitta, Konsultan Pengawas dan gordon pardede pemilik peru­sahaan yang dipinjamkan kepada terdakwa Dani Supriadi.

Menariknya saksi menyebutkan peran korupsi mantan Kasatker Yakobus Patti  sebagai biang kerok dalam perkara ini.

Demikian diungkapkan saksi, Indrawani Madura selaku benda­hara pengeluaran pada BP2P yang sebelumnya bernama SNVT itu, saat dicecar JPU Kejati Maluku, Rajesh Afifudin cs.

Baca Juga: Waspada, Corruptors

Sebagaimana pernyataan Kon­sultan Pengawas Progres Pekerjaan hanya 58,75 persen mengapa bisa mencairkan anggaran  95 persen?, Tanya JPU

“Memang benar namun progres pe­kerjaan sesuai PHO itu 95 persen se­hingga lewat PPK yakni terdakwa Ar­thur Parera yang meminta saya men­cairkan 95 persen, katanya di­perin­tahkan oleh Kepala Satker pak Yako­bus Patty,” Ungkap Saksi Indrawani

Lebih lanjut akui saksi, dirinya sama sekali tak melihat isi PHO tersebut. Bahkan ia menjaminkan PHO itu tidak ada, namun karena loyal terhadap pimpinan sehingga dirinya mencairkan sesuai arahan.

“Perintah pimpinan Kasatker Pa Yakobus patty, saya tahu itu salah dan mungkin tidak ada dokumen PHO itu,” ungkap Saksi

Sementara itu saksi Janes Nanu­laita, selaku  Konsultan pengawas sejak September sampai Desember 2016 mengaku proyek pembangunan rumah khusus tersebut hanya 58,75 Persen.

Ia juga mengaku dikontrak seba­gai konsultan pengawas dengan nilai kontrak  pengawasan 430  juta, dirinya bahkan telah  mencairkan 100 persen anggaran tersebut meski proyek pembangunan tak capai 100 persen.

“Anggran tersebut hampir 7 M dari Kementerian PUPR yang diperuntukkan pembangunan rumah khusus pada 6 lokasi di setiap lokasi ada 4 unit rumah, sehingga total 24 rumah dan jangka waktu pekerjaan sesuai kontrak 4 bulan dan  berakhir di Desember 2016.,” katanya.

Selama proyek berlangsung tidak pernah ada adendum. Padahal seha­rusnya ada adendum dengan justi­fikasi pekerjaan. Dari keseluruhan pekerjaan hanya di Mamala Morela yang tuntas dikerjakan, sementara sisanya tak selesai bahkan ada yang hanya pondasi dan fakta yang jadi masalah adalah tidak ada proses atau sifatnya dokumentasi.

“Saya hanya bekerja sesuai kontrak. Kemudian kami hanya mencatat progres mingguan yang direkap menjadi laporan progres bulanan yakni sekitar 58,72 %, sejatinya progres pekerjaan tidak pernah kami laporkan progres 100 % karena hasilnya tidak sampai 100 persen,” ungkap Nanulaita

Dikatakan, sebagai konsultan pengawas dirinya telah menyurati PPK bahwa pekerja tersebut tak ada perkembangan namun diabaikan.

“Saya memberikan dua kali surat pemberitahuan karena saya melihat sejak awal November itu progres sangat lambat. Jadi saya beritahu ke pihak kontraktor dan PPK. Pemberi­ta­­huan secara tertulis terkait waktu yang mepet dan progres lambat se­hingga kami mengeluarkan surat ke­dua dan mestinya ini menjadi refe­rensi tetapi ternyata tidak,” tuturnya.

Dari 58 persen, lanjut Nanulaita, ada tidak progresnya meningkat dan tidak mengalami perkembangan. Hal ini karena dirinya turun langsung ke semua lokasi untuk mengecek perkembangan proyek tersebut.

“Selesai hanya di Mamala Morela dan sisanya ada yang setengah ada yang tidak sama sekali,” tandas Nanulaitta (S-26)