AMBON, Siwalimanews – Pemkot Ambon dituding tidak transparan karena biaya untuk bekerja ke Australia mencekik karena hampir mencapai angka Rp100 juta.

Bahkan mulai pendaftaran dan seleksi calon tenaga kerja Australia, Dinas ketenagakerjaan tidak berterus terang tentang berapa biaya yang dibutuhkan.

Keberangkatan para pencari kerja ke Australia ini difasilitasi oleh Yayasan California Education Center (CEC) yang bekerja­sama dengan Dinas Ketenaga­ker­jaan.

Salah satu pelamar melalui akun tik tok bernama @adeo118 bercerita, awalnya, dirinya bersama teman-teman lain berpikir hanya menyetor Rp10-15 juta. Tidak terbayangkan, jumlahnya nyaris mencapai 100 juta.

“Tadinya beta deng tamang-tamang berpikir, paling mentok Rp 10-15 jutaan lah. Tahunya, dalam sosialisasi saat itu, disampaikan 85 juta. Kita disuruh pinjam ke bank 100 juta,” tutur pemilik akun tersebut.

Baca Juga: Pangdam Pattimura Terima Audiensi PT MTP

Menjawab itu, Penjabat Walikota, Bodewin Wattimena kepada wartawan menjelaskan kalau pemerintah hanya memfasilitasi keberangkatan calon pencari kerja.

“Setiap perusahaan yang akan memperkerjakan orang ke Luar Negeri, pasti ada biayanya. Ini soal pilihan, yang pasti Pemkot menfasilitasi,” terang Wattimena.

Ia mengaku soal dana itu butuh tiket, pelatihan, visa dan sebagainya. Dan untuk mempermudah pencari kerja, tidak menggunakan dana pribadi, pemerintah menawarkan kredit ke Bank Mandiri.

“Jalan keluarnya seperti itu. Yayasan menawarkan apa dari mereka, tapi kalau para pencari kerja itu tidak mau, jangan dipaksa. Tugas kita membantu lewat kredit itu,” ujarnya.

Disinggung soal nominal yang terlalu besar, ia mengatakan, ada sekitar 13 item sesuai kebutuhan para pencari kerja dalam proses keberangkatan tersebut.

“Silakan dilihat, apakah masuk akal atau tidak,” katanya.

Apabila pencari kerja merasa berat maka pemerintah tidak bisa memaksakan.  “Kami tidak bisa menginterfensi perusahaan. Kami hanya melihat bahwa ada peluang ini, makanya kita coba fasilitasi. Kalau mereka merasa bahwa ini terlalu berat, tidak dipaksakan,” tegasnya.

Ia menegaskan sekali lagi bahwa niat pemerintah baik dengan membantu warganya. Artinya tidak ada tenaga kerja yang dikirim oleh pemerintah, harus lewat penyedia tenaga kerja, dan perusahaan itu punya lisensi.

Merasa Beban

Diberitakan sebelumnya, para pelamar kerja ke Australia merasa dibebani pemerintah, karena harus membayar uang Rp85 juta.

Sejak awal mendaftar, para pelamar tidak diberitahu kalau setelah lolos seleksi, mereka harus menyiapkan budget puluhan juta sebelum diberangkatkan ke Australia.

Riska salah satu pelamar, mengaku sejak mendaftarkan sebagai pencari kerja Australia, ia berpikir akan diberangkatkan atas nama pemerintah, yang mana segala sesuatunya, akan ditanggung atau disubsidi pemerintah.

“Dari awal tidak ada penyampaian terkait tanggungan. Baru disampaikan saat sosialisasi tanggal 25 Maret kemarin diberitahu harus membayar 85 juta,” katanya kepada Siwalima, Rabu (29/3).

Ia mengaku, bagi pelamar yang tidak punya uang ada solusi memang yang ditawarkan pemerintah, yakni mengambil kredit usaha mikro (KUR) ke salah satu bank sebesar Rp100 juta.

Pinjaman itu menurutnya mustahil dan bukan kemudahan, justru sebaliknya menjadi beban bagi para calon pekerja.

“Misalnya benar KUR lolos 100 juta, potong 85 juta, sisa 15 juta. Selama 6 bulan pelatihan di Batam. Apakah cukup, kita tidak tahu. Kemudian harus bayar cicilan berapa, biaya hidup berapa. Ini aturan pihak ketiga dengan Disnaker seperti itu,” tuturnya. (S-25)