AMBON, Siwalimanews – Berkas kasus dugaan korupsi anggaran dana BOS di SMP 9 Ambon yang menyeret Kepala Se­kolah Lona Parinussa masuk tahap dua dari penyidik ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejak­saan Negeri Ambon, Rabu (5/3).

Selain berkas Parinussa, penyi­dik juga telah melim­pah­kan berkas dua tersangka lainnya yakni Mariance Laturate dan Yuliana Putileihalat.

Kasi Intel Kejari Ambon, Alfreds Talompo kepada Siwalima menje­laskan, proses pelimpahan berkas dari penyidik ke JPU karena berkas para tersangka sudah dinyatakan lengkap.

“Berkas tiga tersangka sudah lengkap jadi kita limpahkan ke tahap dua hari ini, “terangnya.

Sebelum dilimpahkan ke tahap dua, ketiga tersangka terlebih da­hulu menjalani serangkaian pro­ses pemeriksaan yang berlang­sung pukul 13.30 WIT. Para ter­sangka, kata Talompo didampingi tim penasehat hukum masing-masing.

Baca Juga: Ungkap Korupsi Landmark Tual, 20 Saksi Digarap

“Tiga tersangka kita bawah dari Lapas Perempuan pukul 11.30 WIT dan baru diperiksa dan lakukan tahap dua pukul 13.30 WIT sampai selesai dan kita bawah lagi ke Lapas Perempuan,” ujarnya.

Disinggung soal upaya prape­radilan yang diajukan oleh ter­sangka Lona Parinussa, Talompo tidak mau berkomentar lebih jauh. Menurutnya semua orang punya kesempatan dalam upaya hukum sehingga Kejari menghargai pro­ses tersebut.

“Kalau soal praperadilan yah itu urusan lain yah. Yang pasti proses hukum tetap harus berlanjut,“ tandasnya.

Sementara itu Hendrik Lusikooy yang merupakan Kuasa Hukum tersangka Mariance Laturate se­laku bendahara SMP 9 mengakui, proses tahap dua merupakan ke­wenangan dari tim penyidik untuk melimpahkan berkas tersangka ke JPU.  Sehingga pihaknya mengikuti mekanisme yang ada yaitu pen­dampingan terhadap kliennya.

Kendati begitu, saat ini JPU tidak bisa memproses berkas itu untuk dilimpahkan ke Pengadilan. Sebab Kepsek SMPN 9 Ambon, Lona Parinussa sementara mengaju­kan upaya praperadilan di Peng­adilan Negeri Ambon.

“Jadi sekalipun dilakukan tahap II hari ini, tetapi yang harus diper­hatikan ialah, Penuntut Umum tidak boleh melimpahkan berkas 3 tersangka ke pengadilan. Sebab ada aturan yaitu surat edaran Jaksa Agung yang menyatakan bahwa jika tersangka mengajukan praperadilan maka Jaksa Penuntut Umum tidak boleh melimpahkan ber­kas tersangka ke pengadilan, “jelas Lusikooy kepada Siwalima di Kantor Kejari Ambon.

Nantinya, kata Lusikooy, setelah ada putusan praperadilan dari pengadilan, baru JPU bisa menen­tukan sikap selanjutnya. Apabila nanti pengadilan mengabulkan upaya praperadilan dari Kepsek SMP 9, maka sudah tentu semua berkas dan penahanan tersangka dinyatakan tidak sah.

Akan tetapi, apabila praperadilan itu menolak, maka JPU bisa mem­proses kasus itu untuk dilimpah­kan ke pengadilan.

“Mau terima atau tidak upaya praperadilan yang diajukan oleh ibu Lona itu nanti diputuskan da­lam sidang. Yang pasti untuk saat ini berkas para tersangka semen­tara tidak bisa diproses ke penga­dilan,“ tandasnya.

Pantauan Siwalima, ketiga ter­sangka setelah selesai menjalani proses tahap dua, kemudian di­giring ke mobil tahanan  nomor polisi B 7125 SPA sekitar pukul 15.00 WIT.

Dengan mengenakan rompi orange para tersangka kemudian me­naiki mobil tahanan dan selan­jutnya dibawa ke Lapas Perem­puan Ambon.

Ditahan

Untuk diketahui, Kejari Ambon menahan Kepala SMP Negeri 9 Ambon, Lona Parinussa dan dua ben­daharanya, Mariance Latume­ten dan Yuliana Puttileihalat.

Mereka ditahan atas kasus du­gaan tindak pidana korupsi ang­garan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tahun 2020- 2023.

Penahanan ini dilakukan se­telah penyidik Kejari Ambon mene­tapkan ketiganya sebagai tersang­ka dan selanjutnya ditahan di  Lapas Perempuan Kelas III Ambon, Kamis (27/3).

Dari hasil pemeriksaan, tim pe­nyidik Kejari Ambon menemukan dugaan bukti korupsi sehingga akhirnya menetapkan Kepsek dan dua bendaharanya sebagai ter­sangka.

Kepala Kejaksaan Negeri Ambon, Ardiansyah dalam keterangan pers kepada wartawan mengung­kapkan, pihaknya telah melakukan upaya hukum berupa jemput paksa terhadap Kepala SMP Negeri 9 Ambon, Lona Parinussa (LP).

Langkah itu dilakukan karena yang bersangkutan sudah tiga kali dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi namun tidak pernah hadir.

“Hari ini kita lakukan penegakan hukum dengan melakukan upaya paksa, dengan membawa LP ke Kejaksaan Negeri Ambon untuk segera menuntaskan proses penyidikan yang ditangani di Kejari Ambon, “kata Kajari.

Kajari menjelaskan, saat dilaku­kan upaya panggil paksa, status LP masih sebagai saksi. Namun setelah melalui pemeriksaan dan dikolaborasikan dengan berbagai keterangan lain serta alat bukti, maka penyidik kemudian menetap­kan LP sebagai tersangka ber­sama dengan ML dan YP.

“Saat jemput paksa, LP masih ber­status saksi. Kemudian kita pe­rik­sa setelah itu kita tetapkan LP se­bagai tersangka, dan diikuti dengan saudara ML dan YP, “ ujarnya.

Kajari menyebutkan, ketiganya ditetapkan sebagai tersangka karena dalam pengelolaan dana BOS tahun 2020 hingga 2023 tidak melibatkan pihak lain.

Pasalnya, pada tahun 2020 SMPN 9 menerima alokasi dana BOS dari Kementerian Pendidikan sebesar Rp1,4 miliar, tahun 2021 Rp1,5 miliar, tahun 2022 Rp1,4 miliar dan tahun 2023 Rp1,5 miliar.

Kajari menegaskan, dalam penyidikan kasus ini pihaknya telah memeriksa 68 saksi serta bukti surat dan dokumen lainnya sehingga ditemukan fakta bahwa. pengelolaan dana BOS SMP 9 dari tahun 2021-2023 dikelola lang­sung oleh LP, YP dan ML tanpa melibatkan pihak lain dari sekolah.

Selain itu, dari kurun waktu tahun 2020 sampai 2023 adanya kekurangan pertanggung jawaban berupa pengeluaran belanja fiktif, pembayaran honor guru tidak tetap dan pegawai tidak tetap yang tidak sesuai dengan kondisi sebenar­nya di sekolah.

Berdasarkan temuan hukum ter­sebut, negara mengalami ke­rugi­an dari perbuatan para ter­sangka sebesar Rp1.862.769.063,-

“Kegiatan atau belanja yang tidak disertai dengan laporan pertanggung jawaban bukti yang sah dan tidak sesuai peruntukan sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp1.862.769.063, “sebutnya.

Ditetapkan Tersangka 

Kepala SMPN 9 Ambon dan dua bendahara sebelumnya pernah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejari pada tanggal 23 September 2024

Tetapi kemudian tersangka Kep­sek mengaju praperadilkan ke Pe­ngadilan Negeri Ambon, dan pada 23 Oktober 2024 hakim memu­tuskan membatalkan penetapan tersangka, sehingga Kejari mem­bebaskan LP.

Namun tak lama setelah putusan praperadilan itu, tanggal 28 Oktober 2024 kejari kembali mengeluarkan surat perintah penyidikan yang baru untuk meng­usut kasus ini. (S-29)