BEM Nusantara Desak APH Usut Kasus Perdagangan Gelap Kulit Mangrove di SBB

AMBON, Siwalimanews – Badan Eksekutif Mahasiswa Nusantara Wilayah Maluku, mendesak aparat penegak hokum, baik jaksa maupun kepolisian untuk membongkar kasus perdagangan kulit mangrove di Kabupaten Seram Bagian Barat.
Desakan ini disampaikan koordinator Daerah BEM Nusantara Maluku Adam R Rahantan kepada Siwalimanews melalui telepon selulernya, Rabu (26/3).
Menurut Adam, pengrusakan kawasan hutan mangrove oleh pihak tidak bertanggung jawab di kawasan Dusun Kota Nia dan Pohon Batu Negeri Eti, menjadi perhatian khusus BEM Nusantara.
“Diduga pengrusakan hutan mangrove ini terjadi sejak tahun 2021 dan pada Juni 2024, Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) SBB mendapati satu mobil truk mengangkut kulit kayu mangrove dari SBB menuju ke Pelabuhan Yos Sudarso Ambon,” ucap Adam.
Terhadap kejadian ini, Adam mengaku, pihaknya bersama OKP dan LSM Maluku telah melakukan audiens bersama Kadis Kehutanan Maluku dan polisi kehutanan, dimana Kadis Kehutanan Haikal Baadila mengaku tidak tahu menau soal Kejahatan Ini dan tidak pernah mengeluarkan izin.
Baca Juga: Hanubun Yakin, Malra akan Raih WTPPengangkutan kulit kayu mangrove oleh pemilik kayu hanya menggunakan Surat Angkutan Kayu Rakyat yang diduga disamarkan dengan nama kulit kayu tagong.
Disisi lain, Dinas Kehutanan saat melakukan penyelidikan, menemukan kejahatan ini, namun diduga pelaku hanya diberikan pembinaan serta klarifikasi. Akibatnya proses pengeriman kulit mangrove, diduga masih terus dilanjutkan dan itu diketahui oleh Dinas Kehutanan Maluku.
“Menurut kami petugas Dinas Kehutanan terkesan sengaja dibiarkan dan meoloskan pengirimannya ke Surabaya untuk kepentingan kelompok tertentu, selain itu, dugaan kuat bahwa pengrusakan hutan mangrove ini terjadi di kabupaten/kota lain di Maluku,” duganya.
Adam menegaskan, pihaknya akan melaporkan dugaan tindak pidana ini ke kepada pihak kepolisian Polda maupun Kejati Maluku agar dapat diproses, karena diduga telah melanggar UU Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Bahkan jika terbukti, pelaku kejahatan ini harus dihukum dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp2,5 miliar.
“Sanksi untuk pengrusakan hutan mangrove adalah pidana penjara dan denda, karenanya sistem kontrol safety yang bertanggung jawab dalam mengawasi barang masuk-keluar dari pelabuhan harus dipanggil dan diperiksa oleh polisi dan jaksa terkait pengrusakan hutan mangrove di SBB ini,” pintanya.(S-20)
Tinggalkan Balasan