PEMUNGUTAN suara Pilkada Serentak 2024 akan berlangsung pada 27 November. Walaupun terbilang masih lama namun para bakal calon kepala daerah sudah mulai bermunculan dan memperkenalkan dirinya kehadapan publik. Ada dari kalangan masyarakat biasa. Ada juga yang merupakan anggota partai politik, dari ASN. Bahkan ada kepala daerah yang akan mencalonkan lagi yang biasa disebut petahana (incumbent).

Menarik memang jika kita melihat bakal calon kepala daerah yang mulai bermuculan saat ini, berbagai macam cara dilakukan untuk menarik perhatian publik. Tidak ada yang salah jika sepanjang itu dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada dasarnya hak politik setiap warga negara merupakan bagian dari hak-hak yang dimiliki setiap orang yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

Hak turut serta dalam pemerintahan dapat dikatakan sebagai bagian yang amat penting dari demokrasi. Hak ini bahkan dapat dikatakan sebagai pengejawantahan dari demokrasi. Jika hak ini tidak ada dalam suatu negara, maka negara tersebut tidak semestinya mengakui diri sebagai negara demokratis. Negara-negara yang menganut demokrasi, pada umumnya mengakomodir hak politik warga negaranya dalam suatu penyelenggaraan pemilu, baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung.

Jika mencalonkan diri sudah menjadi hak dari setiap warga negara maka tidak ada salahnya juga bagi kepala daerah yang menjabat hari ini kembali mencalonkan diri untuk menjabat kedua kalinya. Catatannya, pencalonan ini harus sesuai juga dengan peraturan dan undang-undang yang berlaku. Justru yang menjadi masalah adalah jika calon kepala daerah yang ikut pada kontestasi pilkada tersebut melanggar aturan dan melakukan penyalahgunaan peran aparatur sipil negara dalam kontestasi pilkada.

Mengantisipasi penyalahgunaan peran ASN dalam pilkada mendatang, tentunya penyelenggara pemilu khususnya Bawaslu melakukan pencegahan dan pengawasan. Pemilu punya peran penting dalam menghibau dan mengingatkan para bakal calon yang akan ikut pada kontentestasi Pilkada 2024 mendatang. Pasal 71 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada sebenarnya sudah memberikan perhatian khusus kepada Gubernur atau wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati dan Walikota atau Wakil Walikota untuk tidak melakukan penggantian pejabat 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari menteri.

Baca Juga: Kualitas Pilkada Harus Ditingkatkan

Berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 2 Tahun 2024 tentang Tahapan Dan Jadwal Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati Dan Wakil Bupati, Serta Walikota Dan Wakil Walikota Tahun 2024. Penetapan Pasangan Calon dijadwalkan akan dilakukan pada 22 September 2024. Jika dihitung mundur dari tanggal penetapan pasangan calon diatas maka dapat dinyatakan bahwa kepala daerah dilarang untuk melakukan mutasi dan rotasi semenjak tanggal 22 Maret 2024 yang lalu.

Oleh karena rentannya penyalahgunaan peran ASN dalam Pilkada, tentu hal ini harus menjadi perhatian bersama baik penyelenggara maupun peserta. Semoga konflik kepentingan dan penyanderaan peran ASN selama pilkada dapat dihindarkan.(*)