AMBON, Siwalimanews –  Masyarakat Negeri Hative Besar, Kecamatan Teluk Ambon, Kota Ambon, Senin (10/01) digegerkan dengan aroma BBM yang sangat menyengat di Dusun Wela tepatnya di RT 02/RW 01.

Akibat aroma menyengat dari limbah BBM tersebut, salah satu aktivitas masyarakat di pagi itu yakni Posyandu terpaksa dibubarkan.

Demikian diungkapkan Badan Saniri Lengkap Negeri Hative Besar, Happy Lelepary kepada wartawan di Ambon, Selasa (18/01/2022).

“Mencium adanya aroma BBM yang sangat menyengat, masyarakat kemudian berduyun-duyun turun ke pantai dan menemukan adanya tumpahan minyak yang sangat banyak di bibir pantai,” kata Lelepary.

Menyikapi hal itu, salah satu warga menghubungi staf Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Maluku untuk menyampaikan informasi tersebut dan langsung ditindaklanjuti.

Baca Juga: Siswa SD Diberi Pelajaran Pancasila dan UUD 45

“Staf yang dihubungi langsung mendatangi lokasi pantai, bersama warga melihat tumpahan BBM dan langsung dilakukan komunikasi antara staf itu dengan PT Pertamina terkait keberadaan limbah minyak di pesisir Pantai Hative Besar,” kata Lelepary.

Selanjutnya kata Lelepary, pihaknya tidak tinggal diam dan langsung melakukan penelusuran penyebab adanya limbah BBM di pesisir Pantai Hative Besar. Ternyata limbah BBM tersebut berasal dari aktivitas maintenance pada kapal-kapal yang berlabuh di pesisir laut Hative Besar.

Selaku akademisi, Lelepary menyesalkan adanya aktivitas maintenance kapal di laut lantaran melanggar UU dan Peraturan Pemerintah terkait aktivitas berlabuh kapal di Pertamina Waiyame  untuk penambahan minyak.

“Sesuai aturan, pekerjaan kapal atau maintenance tidak bisa dilakukan di laut harusnya di Dok  dan ini telah diatur secara spesifik. Maitenance kapal diatur dengan Peraturan Dirjen Hubla Nomor HK.103/1/3/DJPL-17 Tentang Prosedur Pengedokan (Pelimbungan) Kapal Berbendera Indonesia. Disitu jelas tidak dibenarkan  kapal melakukan aktivitas maintenance di laut karena akan berimbas pada berpindahnya ekosistem ikan atau migrasi ikan. Kemudian juga menimbulkan kerusakan ekosistem perairan,” katanya.

Selain itu, ada juga sejumlah UU yang mendasari Peraturan Dirhubla tersebut antara lain, UU No. 17 tahun 2008 tentang pelayaran  pasal 117 ayat 2 huruf h serta pasal 126 ayat huruf a yang mewajibkan pemimpin kapal untuk memelihara dan merawat kapalnya sesuai dengan persyaratan keselamatan kapal.

Kemudian ada juga UU UU nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hiduo yang mewajibkan setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau pengrusakan LH wajib melakukan penanggulangan pencemaran dan atau kerusakan serta melakukan pemulihan Lingkungan Hidup.

Serta Peraturan Presiden Nomor 1 tahun 2010  tentang Perlindungan Maritim Pasal 3 junto pasal 4 yang mewajibkan seluruh awak kapal untuk menanggulangi pencemaran lingkungan yang bersumber dari kapal.

“Ternyata aktivitas maintenance kapal seperti itu telah melanggar beberapa peraturan Pemerintah, Kementerian serta Peraturan Presiden. Itu berarti sudah ada pelanggaran hokum di sana,” kata Ketua GAMKI Maluku ini.

Menurut Lelepary, tumpahan limbah BBM di Pantai Hative Besar bukan kali pertama, namun yang terjadi saat ini merupakan kejadian luar biasa.

“Ini bukan kejadian pertama namun merupakan kejadian luar biasa karena kali ini merupakan limbah minyak yang sampai ke pesisir Pantai Hative Besar dan ini dipastikan mempengaruhi aktivitas warga terutama nelayan di desa ini,” kata Lelepary.

Yang sangat disayangkan, lanjut Lelepary, masyarakat Negeri Hative Besar baru dua bulan lalu lakukan penamanan terumbuh karang. Penanaman terumbuh karang dilakukan untuk memelihara ekosistem biota laut di pesisir Pantai hative Besar.

“Semua orang tahu jika Pantai Hative Besar merupakan surge bagi ikan teri dan menjadi pusat penangkapan ikan tersebut selain di Pantai Amahusu, Eri dan semenanjung Negeri Latuhalat,” katanya lagi.

Untuk itu, pihaknya telah menyurati Dinas lingkungan Hidup Provinsi Maluku meminta penjelasan resmi hasil penelusuran dan penelitian yang dilakukan PT Pertamina dengan Dinas LH pada tanggal 10 Jauari 2022 lalu.

“Sebab hingga saat ini, Selasa 18 Januari 2022 kami belum memperoleh penjelasan dari Pertamina maupun DLH Maluku terkait limbah BBM milik Pertamina,” tegasnya.

Selain itu, Pemerintah Negeri Hative Besar juga akan menyurati DPRD Maluku untuk memediasi Pemneg Hative Besar dengan DLH serta PT Pertamina .

“Sebab ada hal lain yang harus diatur dan tidak berdampak bagi kerugian masyarakat Hative Besar, katakanlah dari aspek lingkungan hidup karena kondisi ini pasti telah mencemari perairan pesisir laut Negeri Hative Besar dengan limbah minyak tersebut. Tapi dengan aktivitas berlabuhnya kapal yang terlalu dekat dengan pesisir laut maka aktivitas masyarakat nelayan kecil di Hative Besar juga terganggu.  Sebab jaring layang yang harusnya bisa dibentangkan di depan pesisir Pantai Hative Besar tidak bisa dilakukan lantaran terhalang kapal yang berlabuh,” jelas Lelepary.

Nelayan tradisional juga tidak mungkin berlayar jauh lantaran kapasitas  penangkapan yang sangat terbatas menggunakan perahu dayung serta jaring layang 4 pis.

Sebenarnya, kata Lelepary, Negeri Hative Besar telah mengalami dampak beroperasinya Pertamina sejak awal beroperasi di Desa Waiyame, terutama berlabuh dan berlayarnya kapal serta aktivitas lainnya.

Namun saat ini persoalan terbuangnya limbah minyak di laut tidak bisa ditolerir lantaran telah muncul di permukaan laut dan ini sangat mengganggu.

Hal ini lanjutnya, mengindikasikan aktivitas maintenance kapal tidak memperhatikan limbah minyak yang dihasilkan dan langsung membuangnya ke laut tanpa dikelola sebagaimana diatur dalam Peraturan Pelayaran dan Pengelolaan Kapal. Dari sisi kepentingan Negeri Hative Besar sebagai Negeri Adat maka ada batas wilayah laut yang diakui dan dikenal misalnya ada batas laut yang dinamai dengan Bahasa local yaitu Tanaou, Laka dan Lakape.

“Ke depan kami akan buat Peraturan Negeri untuk mempertegas hal itu sehingga kapal tidak seenaknya berlabuh di pesisir laut Hative Besar. Sementara kepentingan jangka panjang kita adalah soal pengaturan kapal yang berlabuh juga pengaturan tentang maintenance kapal yang tidak bisa dilakukan di laut sehingga tidak mengganggu keseimbangan biota laut dan nelayan kecil tidak  kehilangan mata pencarian dan lingkungan juga tidak rusak karena aktivitas kapal pertamina,” tegasnya. (S-32)