Akademisi: Tepat Kejati Usut Remunerasi Bank Maluku
AMBON, Siwalimanews – Akademisi Hukum Unidar Rauf Pellu menegaskan, langkah tepat Kejaksaan Tinggi Maluku akan mengusut dugaan penyalahgunaan kewenangan pemberian remunerasi oleh jajaran direksi dan komisaris Bank Maluku Malut.
Pasalnya, pemberian remunerasi yang berlangsung selama tiga tahun sejak 2021 hingga 2023 dilakukan tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Hal ini dinilai sebagai sebuah bentuk perbuatan melawan hukum yang diduga berpotensi pada kerugian keuangan negara.
Menurut Pellu, sudah seharusnya Kejaksaan Tinggi Maluku peka dengan setiap persoalan dugaan korupsi yang terjadi di Maluku termasuk kasus pembayaran remunerasi.
Menurutnya, pembayaran remunerasi yang dilakukan direksi dan komisaris Bank Maluku-Malut secara hukum tidak dapat dibenarkan, karena tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Pembayaran remunerasi itu kan tidak sesuai dengan aturan dan berpotensi menimbulkan kerugian bagi Bank, jadi sudah tepat jika kejaksaan tinggi Maluku melakukan pengusutan,” ungkap Pellu saat diwawancarai Siwalima melalui telepon selulernya, Senin (4/9).
Baca Juga: Tahap Dua, Korupsi Jalan Inamosol Segera DilimpahkanMenurutnya, Kejaksaan Tinggi Maluku harus melakukan pengusutan dengan memanggil semua pihak diantaranya, direksi, komisaris bahkan Otoritas Jasa Keuangan agar dicari aktor yang paling bertanggungjawab dalam pembayaran remunerasi tersebut.
Masyarakat, kata Pellu sangat berharap Kejati dapat menunjukkan keseriusannya dalam mengusut kasus pembayaran remunerasi tanpa pandang bulu, sebab siapapun di mata hukum semuanya sama.
“Ada prinsip persamaan didepan hukum artinya semua orang sama, maka Kejati harus mengusut kasus ini secara profesional,” pintanya.
Sambut Baik
Terpisah, Praktisi Hukum Djidon Batmomolin menyambut baik jika Kejaksaan Tinggi Maluku mulai menggarap kasus pembayaran remunerasi di Bank Maluku-Malut.
Menurutnya, pengusutan yang dilakukan Kejati merupakan langkah baik guna menjawab berbagai spekulasi ditengah masyarakat yang menimpa bank milik pemerintah daerah tersebut.
“Kalau kejaksaan tinggi mulai usut, ini bagus sebab publik saat ini memang menunggu sikap tegas kejaksaan tinggi itu,” jelasnya.
Batmomolin berharap dalam pengusutan kasus pembayaran remunerasi, Kejaksaan Tinggi Maluku dapat bekerja secara profesional dan transparan sehingga hasil pengusutan tersebut dapat dipercayai masyarakat.
Kejati Bidik
Seperti diberitakan sebelumnya, menyikapi desakan berbagai kalangan agar aparat penegak hukum mengusut kasus dugaan korupsi di Bank Maluku-Malut akhirnya direspons Kejati Maluku.
Kini kasus dugaan korupsi pada bank berplat merah itu masukan dalam bidikan Kejati Maluku.
Kepada Siwalima, Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku, Edyward Kaban mengaku, akan mendalami kasus tersebut.
“Soal kasus Bank Maluku-Malut, kami pelajari dulu. Jika ada data mohon kiranya membantu kami,” tulis Kajati dalam pesan WhatsApp, kepada Siwalima, Jumat (1/9).
Kajati juga belum mau berkomentar lebih jauh, dan berjanji akan mempelajari kasus yang melilit bank milik daerah itu terlebih dahulu.
Sebelumnya diberitakan, aparat penegak hukum didesak segera mengusut berbagai masalah yang saat ini melilit Bank Maluku-Malut.
Desakan itu disuarakan akademisi fakultas hukum, organisasi pemuda, maupun praktisi hukum, menyusul dugaan remunerasi tak halal yang diterima direksi Bank Maluku-Malut.
Mereka mendesak aparat penegak hukum baik jaksa maupun polisi, maupun KPK, tidak tinggal diam terkait pemberian remunerasi bagi jajaran direksi dan komisari yang diduga sarat dengan pelanggaran hukum.
Sebagaimana diberitakan, pembayaran remunerasi yang dilakukan sejak tahun 2020-2023 kepada jajaran direksi maupun komisaris, ternyata tanpa persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham.
Akademisi Hukum Unpatti, Reimon Supusepa menjelaskan, berdasarkan Pasal 96 dan pasal 113 UU Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas secara tegas mengatur bahwa, penetapan besaran gaji dan tunjangan dewan direksi dan dewan komisaris ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS.
Ketentuan hukum tersebut secara langsung memberikan batas bahwa pembayaran remunerasi wajib dilakukan melalui keputusan para pemegang saham, sebab RUPS merupakan lembaga tertinggi dalam perseroan terbatas termasuk Bank Maluku-Malut.
“Apapun alasannya penetapan gaji dan tunjangan wajib dilakukan melalui RUPS sebab UU PT itu memberikan kewenangan bagi RUPS. Diluar itu merupakan pelanggaran hukum,” tegas Supusepa kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Minggu (27/8).
Dewan direksi kata Supusepa, berdasarkan UU, hanya diberikan kewenangan untuk mengeksekusi pembayaran gaji dan tunjangan/remunerasi yang telah ditetapkan oleh pemegang saham.
Menurutnya, jika RUPS tidak memutuskan besaran tunjangan atau remunerasi maka direksi tidak boleh mengambil kebijakan apapun, sebab akan bertentangan dengan aturan hukum.
Supusepa menegaskan, dengan adanya persoalan ini maka aparat penegak hukum baik jaksa maupun kepolisian tidak boleh diam, tetapi harus mengusut kasus tersebut.
Pengusutan kasus pembayaran remunerasi lanjut Supusepa perlu dilakukan guna mengetahui lebih jauh terkait peristiwa pidana yang dilakukan dalam pembayaran remunerasi.
Terkait dengan circular letter yang dikeluarkan Direksi Bank Maluku-Malut, Supusepa menegaskan, jika penerbitan circular letter tidak berlaku ke belakang melainkan kedepan artinya, keberlakuan sebuah perjanjian atau persetujuan setelah ditandatangani.
Circular letter tambah Supusepa, tidak dapat menghapus perbuatan penyalahgunaan kewenangan dalam jabatan yang dilakukan direksi, sebab pembayaran remunerasi yang telah dilakukan telah menyalahi ketentuan.(S-20)
Tinggalkan Balasan