31 Desember Masa Jabatan Selesai, Segera Periksa Murad
AMBON, Siwalimanews – Aparat penegak hukum diminta segera memeriksa Murad Ismail, terkait sejumlah persoalan hukum saat dia menjabat sebagai gubernur.
Tepat 31 Desember 2023, masa jabatan Murad Ismail selaku Gubernur Maluku selesai. Selain banyak masalah dan kebijakan yang menyimpang, MI sapaan akrab Murad, dinilai gagal membawa perubahan di provinsi seribu pulau ini.
Kasus pembelian mobil pribadi yang disulap menjadi kenderaan dinas, rumah jabatan yang direhab menggunakan APBD tapi ditempati anaknya, penempatan pejabat yang tidak sesuai aturan, pembangunan Mess Maluku yang tak kunjung tuntas, hingga batal masuknya proyek LIN dan Ambon New Port, jadi pemantik permintaan publik kepada aparat penegak hukum.
Kasus lain yang tak kalah menarik dan jadi sorotan publik adalah proyek dana pinjaman dari PT Sarana Multi Infrastruktur hampir 700 miliar untuk penanganan Covid-19 Tahun 2021 dan pemulihan ekonomi masyarakat justru digunakan untuk pembangunan infrastruktur.
Semua kasus diatas membuat senior PDIP Maluku, Yusuf Leatemia meminta aparat penegak hukum, baik jaksa, polisi, maupun KPK, segera memeriksa mantan Kapolda Maluku itu.
Baca Juga: Kapolri Mutasi 4 PJU Polda Maluku“Tanggal 31 Desember gubernur sudah turun dari jabatan dengan meninggalkan hutang ratusan miliar dana SMI untuk rakyat Maluku. Laporan kita ke Kejari, Kejati Maluku, bahkan Kejagung dan bahkan ke Mabes dan KPK yang sampai sekarang belum ditanggapi, kita minta untuk ditindaklanjuti,” ungkap Leatemia sebagaimana dilansir Siwalimanews, Selasa (12/12).
Selain soal anggaran SMI yang diduga banyak masalah karena tidak jelas peruntuhkannya. Terdapat pula dugaan dana-dana lain, seperti dana olahraga pada Dispora Maluku, dana pramuka, anggaran yang merupakan hak tenaga kesehatan yang tidak dibayar, anggaran proyek reboisasi dan dugaan-dugaan penyelewengan dana lainnya di lingkup Pemerintah Provinsi Maluku. Yang mana itu semuanya, Gubernur harus diperiksa atas dugaan itu karena dinilai bertanggungjawab.
“Sekarang masyarakat harus menerima imbas dari hutang SMI dan dugaan penyelewengan lainnya. Bahkan tidak hanya masyarakat, tetapi juga ASN, khususnya Nakes, karena hak-hak mereka yang tidak dibayar. Sementara sepanjang ini pasca MI turun nanti, masyarakat harus membayar hutang besar yang tidak tahu apa manfaat dari hutang itu bagi masyarakat,” tuturnya.
Kata Leatemia, dampak dari bayar hutang SMI, masyarakat yang akan jadi korban karena apa yang menjadi kebutuhan masyarakat terpangkas dimana ABPD akan digunakan untuk membayar hutang tersebut. “Endingnya masyarakat susah,” tegasnya
Menurutnya, setelah turun dari jabatan, MI boleh berleha-leha dan meninggalkan hutang ratusan miliar itu bagi masyarakat. Karenanya tinggal bagaimana keberanian aparat penegak hukum untuk menelusuri itu berdasarkan laporan yang telah diajukannya.
“Gubernurnya senang karena dianggap hutang daerah, daerah bayar, masyarakat korban. Sementara banyak program yang menggunakan dana daerah, seperti stunting, pramuka, olahraga, reboisasi, hingga pembentukan segala macam organisasi pendukung MI, itu semua persoalan hukum yang harus ditelusuri oleh pihak-pihak terkait,’ tuturnya.
Dilaporkan ke KPK
Sebelumnya dua senior PDIP Maluku, alm Evert H Kermite dan Jusuf S Leatemia melaporkan dugaan penyalahgunaan dana pinjaman Rp700 miliar dari PT Sarana Multi Infrastruktur oleh Gubernur Maluku ke Kejaksaan Tinggi pada Jumat (3/3), kembali kasus yang sama di laporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi.
Pelapor kepada Siwalima, Sabtu (12/3) lalu, mengungkapkan, laporan selain ditujukan ke Kejati Maluku, tetapi juga dilaporkan ke KPK, laporan telah dilayangkan sejak pekan lalu kepada pimpinan lembaga anti rasuah otu.
Pelapor menduga penyalahgunaan dana pinjaman SMI tersebut yaitu pada 27 November 2020 gubernur MI bersama Direktur Utama PT Sarana Multi Infrastruktur telah menandatangani Perjanjian hampir 700 miliar dari PT SMI.
Pinjaman dana tersebut adalah untuk pemulihan ekonomi nasional di daerah Maluku dengan berpatokan kepada PP No 23 Tahun 2020 untuk menjalankan program pemilihan ekonomi nasional sebagai upaya sebagai upaya untuk melakukan penyelamatan ekonomi nasional.
Sebelum pendanaan dana tersebut, tanggal 27 November 20220, gubernur telah menyampaikan surat pemberitahuan peminjaman uang kepada DPRD Maluku tanggal 26 November 2020. Karena kondisi khusus yang dialami semua daerah yakni, Covid-19, maka sesuai ketentuan pinjaman uang tersebut tidak lagi mendapat persetujuan dari DPRD sesuai dengan PP No. 54 tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah Pasal 12.d namun hanya disampaikan surat pemberitahuan pinjaman.
APBD Perubahan tahun 2020 telah ditetapkan oleh DPRD Maluku tanggal 6 Oktober 2020, karena itu DPRD kaget tiba-tiba muncul pinjaman, apalagi proyek-proyek yang dibiayai oleh pinjaman dana PT SMI telah ditenderkan lewat layanan pengadaan secara elektronik (LPSE).
Dalam buku laporan keterangan pertanggung jawaban (LKPJ) Gubernurô Maluku Tahun 2020 Bab II-8 tabel.2.6 tertulis penerimaan pinjaman daerah dengan perincian, anggaran Rp700.000.000.000, realisasi Rp175.000.000.000, selisih Rp525.000.000.000.
Dari 700 miliar digunakan oleh gubernur untuk membangun 136 proyek yang terdiri dari proyek pembangunan jalan baru di Kabupaten Seram Bagian Barat, proyek pembuatan trotoar yang baru di Kabupaten SBB. Proyek pembuatan trotoar yang berlokasi di Kota Ambon begitupun juga proyek drainase, proyek air bersih di Pulau Haruku, proyek pembuatan talud di Pulau Buru dan Kabupaten SBB, proyek jalan baru di Wakal. Diduga proyek-proyek tersebut masih sebagian besar masih bermasalah, karena ada yang belum dikerjakan bahkan ada yang sudah mengalami kerusakan.
DPRD Maluku yang punya hak anggaran seolah-olah memberikan kesempatan kepada pihak pemda untuk mengatur, menetapkan proyek-proyek yang tidak ada hubungannya dengan pemulihan ekonomi nasional (PEN), ketika APBD tahun 2021 ditetapkan, semua proyek yang dibiayai dengan dana SMI sudah ditenderkan dan dikerjakan.
Bahwa pemanfaatan dana pinjaman tersebut harus dibiicarakan dan diputuskan secara bersama-sama dan dana pinjaman tersebut harus dimasukan dalam APBD.
Para pelapor ini menduga, telah terjadi penyimpangan terhadap prosedur dan mekanisme pelelangan proyek.
Pelapor juga menduga, gubernur telah melanggar PP nomor 23 Tahun 2020 tentang Program Pemulihan Ekonomi Nasional di Maluku.
Karena itu, pihaknya meminta Kejati Maluku dapat menyelidiki besar pinjaman dana PT SMI, apakah benar Rp700 miliar. Pasalnya, dana pinjaman itu seharusnya dimanfaatkan untuk pemulihan ekonomi nasional didaerah, namun digunakan untuk membiayai proyek-proyek yang tidak ada kaitannya dengan PEN di daerah Maluku. (S-25)
Tinggalkan Balasan