AMBON, Siwalimanews – Warga Dusun Lengkong, Negeri Liang, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Ma­luku Tengah sasi lahan pem­bangunan Kampus Cabang Institut Agam Islam Negeri (IAIN) Ambon, Jumat (25/10)

Langkah ini terpaksa di­sasi oleh warga, lantaran hi­ngga kini belum ada pem­bayaran lahan seluas 62 hektar itu kepada masyarakat sesuai kesepakatan awal.

Warga Dusun Lengkong Azwar Awaludin dalam ri­lisnya kepada Siwalima, Sabtu (26/10) mengatakan, aksi segel lahan dengan memasang ‘sasi’ atau tanda larangan  aktivitas di lahan proyek kampus buntut dari pihak kampus belum mem­bayar satupun lahan.

Lahan seluas 62 hektare milik 41 warga, lanjut Azwar, sesuai kesepakatan awal antara Pemprov dan  Badan Pertanahan saat melakukan sosialisasi pada tahun 2017 lalu akan membayar sebesar Rp55 ribu per meter.

“Kami sebagai warga menyepakati harga tersebut dengan luas lahan 62 hektar yang jika dikalikan dengan harga yang disepakati, maka totalnya harga yang mesti dibayar kepada kami masyarakat sebesar Rp33 miliar, “ujar Azwar.

Baca Juga: FPK Diminta Beri Kontribusi Jaga Persatuan

Aksi masyarakat yang melakukan segel llahan tersebut karena sudah menunggu selama tujuh tahun, namun pembayaran tak kunjung dilakukan. Padahal, ia memperoleh informasi bahwa Kementerian Aga­ma telah mengucurkan anggaran senilai Rp 33 miliar untuk melunasi lahan warga setelah dilakukan pe­ngukuran lahan.

Azwar menuding, pihak kampus IAIN Ambon sudah melakukan transaksi pembayaran lahan untuk tahap pertama dan kedua senilai Rp27 miliar. Namun, kata dia pem­bayaran tersebut bukan diperuntu­kan untuk pemilik lahan melainkan kepada oknum-oknum yang diklaim sebagai mafia tanah di Negeri Liang.

“Lahan ini digarap oleh leluhur kami sejak tahun 1800 atau sekitar 200 tahun silam, mereka garap lahan ini juga mendapat persetujuan dari Pemerintah Negeri Liang. Lahan ini sengaja dipalsukan dokumen oleh oknum-oknum mafia tanah di Negeri liang untuk mendapat duit dari proyek kampus ini, “ujarnya.

Saat ini, kata dia, warga yang klaim kepemilikan lahan belum satupun mendapatkan ganti rugi lahan dan tanaman. Mereka juga sempat kehi­langan tanaman yang siap dipanen.

Ia juga mengaku warga yang membela hak-hak mereka sempat mendapat intimidasi, diteror hingga dilarang beraktivitas berkebun oleh oknum-oknum mafia tanah yang diklaim berasal dari Negeri Liang.

Ia lantas meminta aparat kepo­lisian segera mengusut tuntas mafia tanah di Negeri Liang, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah. Ia juga meminta IAIN Ambon segera membayar ganti rugi lahan kepada kepemilihan lahan yang sebenarnya. Jika tidak, maka mereka akan terus memblokir segala aktivitas pembangunan Kampus IAIN.

“Kami sempat minta mediasi dengan IAIN Ambon untuk berdiskusi soal lahan, supaya IAIN tahu sebenarnya siapa pemilik lahan, cuma mereka menolak mediasi, “ucapnya.

Hal serupa juga disampaikan oleh La Animu, warga Dusun Lengkong, yang mengatakan pihaknya setuju dengan pembangunan kampus cabang IAIN Ambon, akan tetapi menurutnya pihak IAIN mesti membayar lahan mereka.

“Kami tidak melarang kampus IAIN diadakan disini, tapi yang kita inginkan hak kami dibayar,”tuturnya.

Ia lantas meminta aparat kepolisian segera mengusut tuntas anggaran senilai Rp27 miliar tahap pertama dan kedua yang dikucurkan Kampus IAIN Ambon, karena anggaran miliaran tersebut tidak sampai ke tangan kepemilikan lahan.

Mereka menuding anggaran senilai Rp27 miliar tersebut dibayar kepada oknum-oknum mafia tanah di Negeri Liang. Ia lantas mendesak polisi segera memberantas mafia tanah yang berkeliaran di Negeri Liang.

Ia juga meminta Presiden Prabowo Subianto memperhatikan rakyat kecil yang tengah mencari keadilan terutama masyarakat di Dusun Lengkong, Negeri Liang, Kecamatan Salahutu, Maluku Tengah. Mereka berharap Presiden RI Prabowo Subianto bisa pro terhadap rakyat kecil sesuai dengan nawacita besar Prabowo yang tidak bisa melihat rakyat kecil sengsara.

“Kami juga minta Pak Menteri Agama Nasaruddin Umar segera memperhatikan anggaran ini, karena sudah dikucurkan Rp33 miliar dan sudah membayar Rp27 miliar namun warga yang pemilik lahan masih protes karena mereka tidak dibayar, “pungkasnya. (S-29)