AMBON, Siwalimanews – Berdasarkan data pusat statistik (BPS) tahun 2023, terdapat variasi presentase yang signifikan terkait kelompok usia muda (15-24 tahun) yang tergolong not in education, employment, or training (NEET) antar provinsi di Indonesia.

Secara nasional proporsi pemuda yang masuk kategori NEET pada 2023 mencapai 22,25 persen, turun dibanding tahun sebelumnya sebesar 23,22 %

Sesuai laporan Survei Angkatan Kerja Nasional Agustus 2023, Maluku menjadi provinsi dengan presentase NEET tertinggi, yaitu 35,38%.

Hal ini berarti lebih dari sepertiga anak muda di Maluku tidak bersekolah, tidak bekerja atau tidak mengikuti pelatihan, menjadikannya wilayah dengan tantangan terbesar dalam penyerapan tenaga kerja usia muda.

Posisi kedua, Sulawesi Utara dengan 30,73%, menunjukkan ada­nya kebutuhan yang lebih besar untuk menciptakan peluang yang relevan.

Baca Juga: Menpora Minta Pemuda Berperan dalam Pembangunan

Disusul posisi ketiga, Maluku Utara memiliki presentase NEET sebesar 29,71%, kemudian Aceh di peringat keempat dengan 29,09% .

Sedangkan peringat kelima, Ban­teng yang mencacat angka NEET sebesar 28,80%.

Sesuai data BPS sebagaimana dikutip dari Goodstats Data, dari 44,47 juta orang anak muda (usia 15-24 tahun) di Indonesia pada periode Agustus 2023, sekitar 22,25% ter­masuk dalam kategori NEET atau tidak bersekolah, tidak bekerja, juga tidak sedang mengikuti pelatihan.

Angka NEET yang tinggi, ter­utama di wilayah seperti Maluku dan Sulawesi Utara, menunjukkan ada­nya kesenjangan dalam akses ter­hadap pendidikan dan lapangan kerja di wilayah-wilayah tersebut.

Kondisi ini menekankan penting­nya upaya untuk meningkatkan partisipasi anak muda dalam pen­didikan dan pelatihan vokasional serta menyediakan lebih banyak lapangan kerja yang layak.

Investasi Minim

Menanggapi hal ini, anggota DP­RD Maluku Rovik Akbar Afifuddin berpendapat, investasi di Maluku minim, mengakibatkan angka peng­angguran di Maluku semakin tinggi.

Menurutnya, pengganguran ter­buka masih menjadi persoalan serius yang belum mampu diselesaikan pemerintah lima tahun lalu.

Salah satu penyebab belum signi­fikannya penurunan angka kemiski­nan dikarenakan investasi yang tidak mampu dihadirikan di Maluku.

“Kalau bicara pengangguran yang cukup tinggi maka yang men­jadi penyebabnya adalah investasi. Apa yang kemudian bisa ditekan. Belum ada,” ungkap Rovik saat di­wawancarai Siwalima di Baileo Rakyat Karang Panjang, Senin (28/10).

Menurut dia, tingkat pengang­guran terbuka akan mengalami pe­nurunan kata Rovik jika pemerintah daerah mampu menghadirkan inves­tasi yang secara linear dapat me­nyerap tenaga kerja.

Dikatakan, jika pemerintahan se­belumnya berbangga dengan angka pengangguran yang mengalami pe­nurunan, maka menjadi pertanya­annya berapa banyak tenaga kerja potensial yang mendapatkan pe­kerjaan di Maluku

“Kalau mau mengklaim angka pengangguran turun, maka kita periksa berapa banyak tenaga kerja potensial khususnya anak muda yang bekerja di Maluku, minim sekali, justru mereka bekerja di Maluku utara,” bebernya.

Rovik menegaskan, kalaupun angka pengganguran Maluku mengalami penurunan maka hal itu terjadi karena anak muda Maluku yang bekerja di Maluku Utara khususnya di perusahaan tambang. “Investasi di Maluku Utara yang membantu kita menekan angka pengangguran, jadi tidak bisa membanggakan diri,” jelasnya.

Politisi PPP Maluku ini pun berharap siapapun yang akan menjadi Gubernur Maluku kedepan maka harus mendatangkan investor ke Maluku, sehingga dapat menekan angka pengangguran terbuka yang terjadi di Maluku (S-20)