AMBON, Siwalimanews – Maluku menjadi salah satu wilayah yang dipilih Indonesian Regional Science Association (IRSA) atau asosiasi saintis Indonesia untuk menggelar konferensi internasional terkait upaya menekan angka kemiskinan.

Dalam penyelenggaraan ini, IRSA menggandeng Fakultas Pertanian Universitas Pattimura (Unpatti).

Dalam konferensi yang berlangsung disalah satu hotel di Ambon, Sabtu (13/7) kemarin itu, Koordinator IRSA untuk Maluku, Wardis Girsang mengatakan, ketimpangan regional dan bagaimana mengukur dampak kemiskinan di wilayah kepulauan, menjadi isu penting yang diangkat, mengingat kondisi Maluku  dengan tingkat kemiskinan yang cukup tinggi.

“Dua topik ini dirasa penting karena wilayah Maluku merupakan kepulauan yang berbeda dengan kontinental di kawasan barat Indonesia, yang ten­-tu­nya memiliki strategi pembangu­nannya juga berbeda. Jadi terkait penanggulangan kemiskinan Maluku, terutama di Pulau-pulau, juga unik. Hal itu karena banyak faktor yang kita tahu seperti logistiknya mahal, aksesnya sulit, jadi kita butuh strategi pemikiran yang bagus,”ujarnya.

Senada dengan itu, Senior Advisor Tim Nasional Percepatan Penanggu­langan Kemiskinan (TNP2K), Vivi Alatas juga mengemukakan bahwa inti dari konferensi yang akan berlangung hingga dua hari kedepan itu adalah permasalahan kompleks terkait kemiskinan dan ekonomi di Maluku.

Menurutnya, seringkali ditemukan adanya intervensi program yang misalnya di daerah A berhasil, tetapi di daerah B tidak berhasil. Sama halnya ketika penerapan itu disatu daerah, yang mana terhadap kelompok A berhasil, tetapi belum tentu pada kelompok B juga berhasil.

Karena itu, IRSA mengakui bahwa ada permasalahan yang berbeda antar wilayah. “Dengan itu dibutuhkan saling belajar untuk mengetahui cara tentang bagaimana melakukan kebijaan berbasis data dan fakta untuk menanggulangi kemiskinan. Artinya kita perlu benar-benar melihat masalahnya apa dan dampaknya apa dari program yang kita lakukan,” katanya.

Karena itu, hari ini yang dipelajari adalah mengevaluasi dampak dari penerapan suatu program.

“Misalnya kemiskinan Maluku, kita perlu tahu apa yang menyebabkan itu, dan program mana yang berhasil, serta apa yang perlu ditingkatkan. Karena dalam menangani kemiskinan, harus ditemukan cara konkret yang dirancang dengan baik, memiliki program statistik yang baik serta ekonometrik yang baik untuk menghasilnya dampak baik pula,” jelasnya.

Dia mengaku, dari data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Maluku, diketahui penduduk Maluku memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan (GK). Pada Maret 2024, tercatat sebesar Rp 713.503 per kapita per bulan. Maka dengan memperhatikan komponen GK yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), tercatat bahwa peranan komoditas makanan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditas bukan makanan. Besarnya sumbangan GKM terhadap GK pada Maret 2024 sebesar 73,42 persen.

“Nantinya pokok-pokok pikiran yang dihasilkan dari konferensi itu akan direkomendasikan untuk menjadi bahan acuan penanggulangan kemiskinan di Maluku selama bebebrapa tahun ke depan,”ujarnya.

Diketahui, konferensi internasional IRSA sendiri akan dihadiri oleh sebanyak 250 saintis dan pakar ekonomi dari seluruh Indonesia dan Mancanegara. (S-25)