Refleksi Akhir Tahun dan Tantangan Kepemimpinan PGRI ke Depan
PADA Maret lalu, PGRI menggelar kongres XXXIII di Jakarta, dengan salah satu agendanya ialah pemilihan ketua umum. Prof Dr Unifa Rosyidi MPd secara aklamasi terpilih sebagai Ketua Umum PB PGRI masa bakti 2024-2029.
Tulisan ini merupakan sebuah refleksi terhadap kepemimpinan dan tantangan yang akan dihadapi ke depan dalam organisasi PGRI yang beranggotakan hampir 3 juta orang. Kepemimpinan dalam suatu organisasi bukan hanya tentang mengelola orang, tetapi juga menginspirasi dan membimbing anggota menuju tujuan bersama.
Karakteristik pemimpin seperti itu, oleh James Mac-Gregor Burns disebut ‘kepemimpinan transformasional’, yaitu gaya kepemimpinan yang melampaui teknik manajemen tradisional, dengan fokus pada upaya membawa perubahan dan pertumbuhan positif, baik bagi individu maupun organisasi. Pemimpin yang menginspirasi dan memotivasi pengikutnya untuk menyadari potensi dan melampaui harapan anggota merupakan harapan semua organisasi.
Dalam satu dekade terakhir, pemimpin yang memiliki kualitas karisma yang menginspirasi dan memotivasi pengikutnya telah mampu membawa PGRI menjadi organisasi yang disegani oleh berbagai pemangku kepentingan. Pemimpin mampu mengomunikasikan visi yang menarik untuk masa depan, menanamkan tujuan dan semangat tim. Pemimpin yang memberikan perhatian tulus terhadap perkembangan dan kesejahteraan anggotanya, dengan memberikan dukungan dan bimbingan, juga mengakui keberadaan anggota dengan kekuatan dan kelemahannya.
Pemimpin yang mendorong kreativitas dan inovasi dengan menantang anggota berpikir di luar kebiasaan sambil tetap tunduk pada aturan organisasi. Mendorong pertumbuhan intelektual dan pemikiran kritis menumbuhkan lingkungan yang menerima ide-ide baru. Idealisme pemimpin juga terlihat dari sikap dan perilaku yang memberi contoh dengan standar etika dan moral yang tinggi sehingga mendapatkan rasa hormat dan kepercayaan dari anggota. Hal yang tidak kalah penting, pemimpin saat ini mampu memberdayakan anggota untuk mendelegasikan wewenang dan tanggung jawab, yang memungkinkan individu mengembangkan rasa otonomi dan percaya diri.
Memimpin dengan gaya ini jauh dari perilaku transaksional yang lebih berorientasi pada diri sendiri dan kelompok. Transaksional tecermin dari pengabaian eksistensi anggota dan jauh dari arus utama manajemen organisasi modern yang mengutamakan profesionalisme. Karakter pemimpin seperti ini diidolakan hampir semua organisasi dan anggotanya. Karena, dengan gaya dan perilaku seperti itu tidak hanya berdampak pada anggota, tetapi juga organisasi.
Perilaku pemimpin yang dalam 5 tahun terakhir mentradisi di tubuh PGRI telah menumbuhkan inspirasi dan pengembangan diri. Gaya dan perilaku pemimpin seperti itu membangkitkan semangat dan antusiasme anggota. Motivasi ini mendorong anggota untuk melampaui tanggung jawab dan pekerjaan mereka, serta terus berusaha mencapai keunggulan.
Dengan pertimbangan dan dukungan anggota, pemimpin mampu meningkatkan harga diri, baik sebagai anggota maupun organisasi di level bawah hingga pusat. Keyakinan itu terwujud dalam kinerja yang lebih baik dan kemauan untuk menghadapi tantangan baru. Anggota mengalami pertumbuhan pribadi dan perbaikan diri. Anggota dan tim kerja lebih cenderung mencari kesempatan untuk belajar dan berkembang ketika mereka terinspirasi oleh pemimpin mereka.
Karakter transformasional pemimpin di PGRI menumbuhkan rasa persahabatan dan persatuan dalam organisasi. Ketika individu memiliki visi dan tujuan yang dapat disatukan dan diselaraskan dengan visi dan tujuan pemimpin/organisasi, kolaborasi berjalan efektif dan saling mendukung karena pemimpin mampu mengorkestrasi anggota dengan ritme yang sama.
Dalam konteks ini, ada chemistry antara pemimpin dan pengikut. Setiap anggota dapat memainkan peran masing-masing dalam menciptakan chemistry tim dan memaksimalkan kinerja tim. Para pemimpin tidak ingin semua orang di tim memiliki keseragaman. Mereka ingin semua anggota bersedia untuk belajar dan berkembang sambil berpartisipasi aktif dalam organisasi.
Kepemimpinan yang dipresentasikan oleh para pemimpin di PGRI saat ini tidak hanya bermanfaat bagi individu anggota PGRI di seluruh Indonesia, tetapi juga berdampak signifikan terhadap keberhasilan organisasi secara keseluruhan. Dengan gerak langkah yang seirama dari tingkat pusat sampai daerah, anggota termotivasi dan terinspirasi sehingga menghasilkan kinerja organisasi yang lebih produktif.
Pemimpin mampu mendorong tingkat output dan efisiensi yang lebih tinggi dalam organisasi. Inovasi dan adaptasi terhadap berbagai perubahan mendorong intelektualitas dan kreativitas, yang membuat anggota lebih siap beradaptasi dengan perubahan dalam suasana kompetisi yang sehat. Dengan merasa lebih dihargai dan diberdayakan, anggota akan tetap merasa nyaman karena kepentingan mereka diakomodasi oleh organisasi.
Kepemimpinan dengan karakter ini berkontribusi pada budaya organisasi yang positif dan inklusif. Pada gilirannya kondisi itu akan menarik bakat-bakat terbaik untuk meningkatkan reputasi organisasi, karena pemimpin berfokus pada tujuan jangka panjang dan keberlanjutan serta mendinamisasi organisasi untuk berkembang dalam lingkungan yang dinamis dan cepat berubah.
Mengelola organisasi profesional dengan jumlah anggota begitu besar bukan hal yang mudah. Begitu banyak tantangan dan hambatan baik secara internal maupun eksternal organisasi. Namun, pimpinan saat ini tetap konsisten memilih jalan yang sulit (perjuangan) ketimbang jalan kebahagiaan sesaat (hanya mencari ketenaran) demi kemaslahatan seluruh anggota yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote.
Tantangan kepemimpin PGRI masa depan
Di era VUCA, penciptaan ekosistem organisasi harus terbentuk dari interaksi anggota dengan lingkungannya. PGRI sebagai organisasi dengan core business di bidang pendidikan, jika meminjam terminologi megacommunity dari Richard L Daft (2013), harus berkolaborasi secara pentahelix, di mana konektivitas dengan pemerintah, organisasi nonprofit/lembaga nirlaba, industri, dan media menjadi kebutuhan yang tak terelakkan.
Persaingan yang bernuansa kompetitif tradisional antarorganisasi agar tetap eksis perlahan tapi pasti mulai sirna, dan yang terjadi ialah ketergantungan untuk saling mendukung yang lebih mengemuka. Organisasi PGRI membutuhkan kerja sama dalam ekosistem agar jaringan yang dibangun semakin kuat.
Tantangan ke depan harus dijawab oleh para pemimpin yang menumbuhkan dan menginspirasi. Budaya organisasi yang sudah terbangun dengan kepemimpinan yang teruji mampu mengatasi resistensi dan skeptisisme dalam memperkenalkan perubahan yang diperlukan.
Dalam menghadapi ketidakpastian dan kompleksitas, pemimpin ke depan harus mampu mengatasi tantangan yang muncul. Anggota yang tidak nyaman dengan perubahan dan lebih familier dengan cara-cara lama dapat menunjukkan resistensi terhadap pemimpin yang melakukan transformasi.
Oleh karena itu, mengidentifikasi sumber perlawanan, mengomunikasikan manfaat perubahan, dan membangun kepercayaan untuk mengatasi resistensi merupakan beberapa tantangan bagi pemimpin PGRI ke depan. Perubahan yang signifikan dan dinamika organisasi dapat menciptakan ketidakpastian peran di antara para anggota. Dalam situasi seperti inilah para pemimpin perlu hadir untuk memastikan bahwa peran dan tanggung jawab setiap anggota terdiskripsikan dengan jelas sehingga mereka dapat berkontribusi secara efektif.
Mempertahankan motivasi tinggi dalam jangka panjang dapat menjadi tantangan yang perlu terus didorong untuk menjaga semangat tim melalui pengakuan, penghargaan, dan pendekatan yang memotivasi. Pemimpin ke depan bukan hanya mendorong perubahan yang berarti, tetapi juga penting untuk menjaga keseimbangan dan kesinambungan semangat kebersamaan agar tim dapat mencapai hasil yang luar biasa tanpa mengabaikan stabilitas.
Masih teringat dalam benak penulis saat acara pembukaan kongres yang dihadiri Presiden Jokowi, panitia menyajikan hiburan dengan penampilan dua guru wanita dan pria menyanyikan lagu Rumah Kita yang dipopulerkan oleh God Bless. Dalam pilihan lagu tersebut, menurut penulis, ada pesan yang hendak disampaikan PB PGRI untuk mengajak anggota di seluruh Indonesia menjaga rumah besar para guru, yakni PGRI, dari berbagai gangguan yang dapat mencederai kohesivitas guru, dengan lebih mengedepankan etika dan aturan main dalam berorganisasi.
Hanya pemimpin yang berkarakter transformasional yang dapat mewujudkan Transformasi PGRI Menuju Indonesia Emas, sebagaimana tema yang telah ditetapkan panitia pada kongres XXXIII tersebut. Selamat melanjutkan perjuangan pemimpin yang menumbuhkan dan menginspirasi. (*)
Oleh: Pieter Sahertian (Pengurus BPLP-PB PGRI)
Tinggalkan Balasan