AMBON, Siwalimanews – Penyidik Polda Maluku su­dah mulai memeriksa sejum­lah pihak, terkait penggunaan dana covid di Kabupaten Maluku Barat Daya.

Pantauan Siwalima, Jumat (6/9) sejumlah saksi terlihat mendatangi Polres MBD untuk dimintai kete­rangan.

Sayangnya mereka irit bicara dan tak mau berkomentar perihal materi pemeriksaan. “Nanti saja,” jawab salah satu kepala desa yang minta namanya tidak ditulis.

Sejumlah kepala desa di kabu­paten kalwedo itu disasar polisi, lantaran diketahui ada pemotongan dana desa dengan alasan refocusing untuk anggaran covid.

Adapun jumlah potongan yang diwajibkan jumlahnya bervariasi, disesuaikan dengan arahan.

Baca Juga: Usut Dana Covid MBD, Polisi Harus Periksa Bupati

Kendati begitu, lima penyidik yang diterjunkan ke Tiakur, belum bisa ditemui, lantaran masih sibuk melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi.

Tebang Pilih

Penyidik Ditreskrimsus diingatkan untuk tidak tebang pilih dalam pengusutan kasus dugaan korupsi dana covid-19 di lingkungan Pemerintah Kabupaten Maluku Barat Daya Tahun 2020.

Praktisi Hukum Pistos Noija menuturkan, temuan BPK atas laporan keuangan penggunaan anggaran covid-19 Tahun 2020 dalam ilmu hukum dapat dijadikan sebagai bukti awal bagi Ditres­krimsus Polda Maluku.

Bukti awal tersebut, lanjut Noija, harus didukung dengan bukti tambahan yang dapat diperoleh melalui penyelidikan dan penyi­dikan.

“Kalau kasus ini mencuat dari hasil audit BPK maka polisi punya kewajiban untuk mencari bukti pendukung, untuk menentukan apakah dugaan itu benar terjadi atau tidak,” ucap Noija kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Minggu (8/9).

Untuk mendapatkan bukti tam­bahan, Ditreskrimsus Polda Maluku harus melakukan pemeriksaan secara menyeluruh kepada semua pihak mulai dari kepala desa, kepala OPD terkait hingga Bupati MBD Benjamin Thomas Noach.

Artinya, Ditreskrimsus harus menggali secara teliti aliran dana covid-19 termasuk perintah penggunaan anggaran jika memang tidak sesuai dengan peruntukannya.

Direskrimsus menurut Noija tidak boleh tebang pilih dalam mengusut kasus covid-19. Ini artinya tidak hanya berhenti pada kepala OPD saja.

“Polisi itu tidak boleh tebang pilih sebab kadang di buat oleh penyidik seolah-olah tidak sempurna dalam melihat alur uang itu jalan. Jadi harus melakukan penyelidikan menye­luruh tidak boleh tebang pilih,” tegasnya.

Noija menegaskan, kasus dugaan korupsi dana covid-19 ini harus diusut dan dibuka secara terang benderang agar tidak ada orang yang dizalimi.

“Kasus ini harus dibuka secara proporsional agar tidak ada korban dari kebijakan pimpinan,” pung­kasnya.

Desakan LIRA

Terpisah, koordinator LSM Lumbung Informasi Rakyat Maluku, Yan Sariwating menjelaskan untuk membongkar kasus dugaan korupsi dana covid-19 di MBD, Ditres­krimsus harus melakukan peme­riksaan dari kepala desa, kepala OPD terkait dan Sekda.

Pemeriksaan perangkat pe­merintahan di bawah ini dilakukan guna melihat aliran dana atau perintah penggunaan anggaran covid-19 yang tidak sesuai dengan peruntukannya.

“Memang kepala OPD terkait seperti Dinas Kesehatan dan BPBD itu harus diperiksa dahulu. Kalau ada dugaan mengarah ke bupati polisi tidak boleh ragu melakukan pemeriksaan,” tegas Sariwating.

Menurutnya, Ditreskrimsus Polda Maluku tidak boleh tebang pilih dalam mengusut kasus ini apalagi dasar dilakukan pengusutan kasus ini karena adanya temuan BPK.

Temuan BPK kata Sariwating dapat digunakan sebagai dasar yang kuat bagi Ditreskrimsus untuk membongkar kasus ini hingga tuntas.

Siapapun yang diduga terlibat dalam kasus ini termasuk Bupati MBD Benjamin Thomas Noach harus diperiksa dan jika sudah ada calon tersangka, maka kasus ini wajib dinaikan ke tahap penyidikan dengan menetapkan tersangka.

“Kalau memang ada pihak bertanggung seperti Kadis, Sekda atau bahkan bupati tidak boleh ragu melakukan penyidik. Kasus ini harus dibuka secara terang benderang sehingga masyarakat tidak mencurigai pihak penyidik,” bebernya.

Periksa Bupati

Penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku diminta memeriksa semua pihak yang terlibat dan juga yang bertanggung jawab terhadap dana Covid-19 Tahun 2020.

Pemeriksaan itu jangan hanya menyasar kepala desa dan pimpinan organisasi perangkat daerah, tapi juga ke jenjang yang lebih tinggi, yaitu sekda dan bupati.

Pasalnya, sebagai penanggung jawab keuangan di lingkungan Pemerintah Kabupaten MBD, Bupati tentu sangat mengetahui dan memiliki peranan penting dalam penggunaan dana Covid-19 Tahun 2020.

Menurut praktisi hukum Munir Kairoty, setiap pergerakan keuang­an di dalam instansi pemerintah pasti dilakukan atas dasar koordinasi dengan kepala daerah.

Dalam kaitan dengan kasus dugaan korupsi dana Covid-19 di MBD, menurut Kairoty Bupati harus dimintai keterangan terkait kasus tersebut.

“Kalau ada dugaan anggaran Covid-19 yang dipergunakan tidak jelas atau tidak sesuai perun­tukannya, maka harus diusut dan secara hukum Bupati harus dipe­riksa,” ungkap Kairoty kepada Siwalima melalui telepon selu­lernya, Kamis (5/9) siang.

Dikatakan, sebagai pimpinan daerah atau kuasa pengguna anggaran (KPA) tentu jika terjadi pergeseran atau penggunaan anggaran pasti dikoordinasikan dengan bupati.

Pemeriksaan Bupati bertujuan untuk mengkonfirmasi langsung peruntukan anggaran tersebut sudah sesuai dengan perencanaan atau tidak.

“Polisi tidak boleh melindungi bupati artinya, siapapun harus diperiksa. Jangan hanya Kepala OPD saja lalu bupati tidak. Jadi bupati harus juga diperiksa,” pintanya.

Kairoty menegaskan polisi, jaksa dan KPK itu penegak hukum yang dibayar oleh negara untuk melakukan penegakan hukum. Artinya ketika ada dugaan seperti itu maka tidak boleh melindungi.

Sebaliknya tambah dia, jika polisi tidak memeriksa bupati maka polisi sedang menyalahi perintah jabatan sebagai penyidik sehingga publik pasti mempertanyakan hal ini.

Apalagi, kasus ini mencuat setelah ada temua BPK atas laporan penggunaan anggaran Covid-19 maka tidak ada pilihan bagi polisi untuk memeriksa Bupati MBD.

“Hasil audit BPK itu harus dijadikan dasar untuk membongkar kasus ini agar terang benderang dan publik tidak mencurigai persoalan ini,” pungkasnya.

Harus Diperiksa

Terpisah aktivis Laskar Anti Korupsi Roni Aipassa mengatakan dalam pengusutan kasus dugaan korupsi dilingkungan pemerintah daerah, maka bupati dan Sekda harus diperiksa.

Hal ini karena Bupati dan Sekda merupakan pihak-pihak yang mengetahui penggunaan anggaran dilingkungan Pemerintah Kabu­paten.

“Terkait dugaan kasus ini menang bupati dan sekda sebagai pe­nanggung jawab anggaran harus juga diperiksa soal pengguna anggaran penanganan Covid-19,” ucap Aipassa.

Dijelaskan, pemeriksaan terhadap Bupati merupakan hal biasa dalam proses penegakan hukum maka Bupati harus kooperatif.

Dalam penggunaan anggaran kata Aipassa tentu Kepala OPD terkait seperti Dinas Kesehatan pasti melakukan koordinasi sebelum mengambil kebijakan sehingga sangat tepat jika bupati diperiksa juga.

“Polisi ini tidak boleh melindungi bupati artinya harus diperiksa juga sebab kasus ini diusut secara transparan,” tambahnya.

Sementara itu, hingga berita ini naik cetak, Bupati MBD Benjamin Noach belum berhasil dikonfirmasi Siwalima. Dihubungi beberapa kali melalui panggilan telepon maupun pesan Whatsapp, Noach belum meresponsnya.

Sementara itu, mantan Kepala BPBD MBD, Yosua DD Philippus yang dikonfirmasi Siwalima melalui telepon selulernya, Kamis (5/9) mengungkap sibuk dan tidak bisa diganggu.

“Maaf saya ada sibuk di Gereja, ada persiapan HUT GPM. Saya ketua panitia, jadi maaf,” ujarnya singkat.

Bakal Digarap

Diberitakan sebelumnya, se­jumlah pimpinan organisasi perangkat daerah serta kepala desa, bakal diperiksa polisi, terkait pengelolaan dana Covid-19 di Kabupaten Maluku Barat Daya.

Dijadwalkan hari ini (5/9), penyidik tim Polda Maluku, tiba di kabupaten berjuluk Kalwedo, untuk membongkar kasus tersebut.

Polisi sebelumnya telah memeriksa sejumlah saksi di Ambon. Namun masih banyak saksi yang belum dimintai keterangan, lantaran beralasan tak bisa hadir karena terkendala transportasi.

Langkah polisi itu diawali dengan hasil pemeriksaan Badan Peme­riksaan Keuangan tahun 2020, terkait pengelolaan dana Covid-19 di Kabupaten MBD.

Staf pengajar Fakultas Hukum Unidar Rauf Pellu mendukung gerak cepat polisi itu. Dia mengatakan, temuan BPK dapat dijadikan pintu masuk bagi pengusutan kasus tersebut.

Menurut Pellu, dalam membong­kar suatu kasus dugaan korupsi biasanya hasil audit BPK atas laporan keuangan pemerintah dijadikan pintu masuk oleh aparat penegak hukum.

Dikatakan dalam kaitan dengan kasus dugaan korupsi dana Covid-19 Tahun 2020, aparat penegak hukum harus dapat menindaklanjuti dengan melakukan penyelidikan dan penyidikan.

Dikatakan, persoalan dugaan korupsi dana Covid-19 di MBD ini telah dilaporkan ke Polda Maluku, maka menjadi kewajiban bagi polisi untuk melakukan pengusutan tanpa pandang bulu.

Kirim Tim

Polda Maluku sudah mengirim tim ke Tiakur, ibukota Kabupaten MBD, untuk menyelidiki penanganan dana Covid- 19 Tahun 2020 di kabupaten itu.

Demikian dikatakan Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Maluku, Kombes Hujra Soumena kepada Siwalima melalui pesan Whatsapp, Selasa (3/9) lalu.

Kedatangan tim reskrimsus dimaksudkan untuk melakukan klarifikasi terhadap sejumlah saksi yang dirasa perlu untuk didengar keterangannya.

“Kasus ini sedang kita tangani dan sementara berjalan. Ada sejumlah saksi yang kita mintai klarifikasi,” ungkap Kombes Hujra.

Kendati mulai melakukan klarifikasi terhadap sejumlah saksi, Soumena mengaku mengalami kendala lantaran sebagian saksi yang diyakini bisa membuka terang kasus tersebut berhalangan hadir. Sehingga pihaknya membentuk tim untuk turun langsung ke Kabupaten MBD.

“Saat ini kita terkendala, karena beberapa saksi yang dipanggil berhalangan hadir dengan alasan cuaca anggaran, sehingga hari Kamis (5/9) nanti saya turunkan 5 personel ke MBD untuk lakukan klarifikasi kepada saksi,” ung­kapnya.

Bermasalah

Dugaan korupsi dana Covid-19 ini mencuat, setelah BPK Perwakilan Maluku menemukan sejumlah persoalan dari laporan penanganan Covid-19 tahun 2020.

Dalam laporan hasil pemeriksaan itu, BPK menemukan sejumlah item belanja Covid-19 Tahun 2020 di lingkungan Pemkab MBD, tak sesuai dengan aturan perundang-un­dangan, khususnya pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan Dinas Kesehatan.

Berdasarkan dokumen hasil pemeriksaan BPK, diketahui Pemkab MBD melakukan refocusing anggaran sebesar Rp20.865.834.695.00, namun yang direalisasi hanya sebesar Rp10.467.362.620.00.

Dari realisasi tersebut, BPK menemukan sejumlah masalah dalam pengelolaan anggaran Covid-19 tahun 2020 diantaranya, terdapat dana penanganan pandemi Covid-19 yang bersumber dari belanja tidak terduga digunakan untuk kegiatan rutin, di luar kegiatan penanganan Covid-19 sebesar Rp116.710.000.

Ada juga penyimpanan kas tunai dana BTT sebesar Rp1.575.650.000 pada Dinas Kesehatan dan BPBD tidak memadai serta pelaksanaan kegiatan penanganan covid-19 di Kecamatan Letti tidak didukung dengan bukti pertanggungjawaban yang lengkap dan sah sebesar Rp37.100.000.

BPK juga menemukan 16 paket pengadaan barang pada Dinas Kesehatan senilai Rp1.199.209.075 tidak didukung dokumentasi/bukti pembentuk kewajaran harga dari penyedia dan tidak didukung juga dengan pemeriksaan kewajaran harga oleh APIP.

Tak hanya itu, terdapat APD set pada Dinas Kesehatan dengan nilai Rp26.800.000 tidak dapat diban­dingkan kewajaran harganya.

BPK juga menemukan adanya pemberian bantuan biaya hidup baik mahasiswa yang tidak sesuai dengan peraturan bupati, sehingga menimbulkan kerugian bagi pemerintah daerah.

Kesimpulan BPK

Dalam laporan hasil pemeriksaan itu, BPK menyimpulkan OPD pelaksana program dan kegiatan penanganan pandemi Covid-19 belum melakukan identifikasi kebutuhan barang/jasa dan belum mempertimbangkan ketersediaan barang-barang yang telah diterima dari sumbangan pihak ketiga dalam kegiatan perencanaan pengadaan­nya.

Juga ditemukan pengelolaan kas oleh bendahara pengeluaran dana penanganan Covid-19 yang ber­sumber dari Belanja Tidak Terduga pada Dinas Kesehatan dan BPBD tidak sesuai kebutuhan.

Ditemukan juga pelaksanaan pengadaan barang/jasa dalam rangka penanganan pandemi Covid-19 belum sepenuhnya mematuhi ketentuan pengadaan barang/jasa dalam penanganan keadaan darurat.

Temuan berikutnya adalah pelaksanaan barang hasil peng­adaan dan barang hasil pemberian hibah dari pihak ketiga dan peme­rintah pusat/daerah tidak tertib dan belum dimanfaatkan atau didis­tribusi dalam rangka penanganan pandemi Covid-19.

Selanjutnya, pelaksanaan pem­bayaran pengadaan barang/jasa dalam rangka penanganan pandemi Covid-19 sebesar Rp426.790.000 belum sepenuhnya memenuhi ketentuan pengadaan barang/jasa dalam penanganan keadaan darurat dan terdapat pengadaan barang yang sudah selesai dibayar 100% namun belum sesuai dengan volume kontrak.

Sementara pada Bidang Kese­hatan, Sosial dan dampak ekonomi, dalam temuan BPK itu disebutkan bahwa, Pemkab MBD belum membayar intensif tenaga kesehatan dalam rangka penanganan Covid-19.

Selain itu bantuan sosial 9 bahan pokok dari Pemprov Maluku sebesar Rp810.000.000 belum disalurkan oleh Pemkab MBD kepada masyarakat calon penerima manfaat.

Pemkab MBD belum merencana­kan program dan kegiatan dalam rangka penanganan pandemi Covid-19 di bidang penanganan dampak ekonomi.

Di BPBD

Adapun alokasi dana BTT untuk penanganan pandemi Covid-19 di bidang Kesehatan, yang dikelola BPBD sampai 15 November 2020, telah terkumpul Rp5.607.150.000,-

Dari dana tersebut sebesar Rp1.044.500.000,- telah diserahkan BPBD kepada Dinas Kesehatan.

Dana tersebut digunakan untuk pengadaan barang/jasa, kebutuhan karantina, serta kebutuhan operasional tim tugas dalam rangka pencegahan/penanganan Covid-19 pada Kabupaten MBD. Namun pencairan tahap 2 BPBD baru merealisasikan penggunaan dana sebesar Rp1.300.817.050. Dengan demikian masih terdapat sisa dana sebesar Rp691.282.950 yang belum terealisasi.

Dinas Kesehatan

BPK juga menemukan banyak item-item pengadaan di Dinkes realisasi yang sudah dilakukan dengan menggunakan dana BTT hanya belanja Rapid Test dan APD sementara di RKB meliputi banyak item kegiatan yang tidak terealisasi.

Selain itu, hasil pemeriksaan juga menunjukkan bahwa Dinas Kesehatan tidak berkoordinasi dengan BPBD. (S-20)