AMBON, Siwalimanews – Penyidikan kasus dugaan korupsi dana hibah Negeri Akoon, Keca­matan Nusalaut, Kabupaten Maluku Tengah Tahun 2018-2022 tidak jelas.

Pasalnya, Kejaksaan Negeri Ambon Cabang Saparua hingga kini belum menetapkan siapa dalang dibalik kasus dugaan korupsi dana hibah pembangunan gedung Gereja Bethesda Negeri Akoon

Kendati telah diusut sejak Tahun 2023 lalu, namun sampai saat ini tim penyidik Cabjari Saparua belum menetapkan tersangka dalam kasus dana hibah tersebut.

Walau hasil audit telah dikantongi tetapi penyidik belum mau mem­beberkan berapa besar kerugian negara dalam kasus tersebut.

Kepala Cabang Kejari Ambon di Saparua, A. Birawa berulang kali dikonfirmasi Siwalima terkait perkembangan kasus tersebut namun tidak pernah direspon. Pesan whatsapp pun tidak pernah digubris olehnya.

Baca Juga: Kasus Mantan Sekda SBT Segera ke Pengadilan

Mantan Kacabri Saparua, Ardy yang kini menjabat sebagai Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku ketika dikonfirmasi terkait perkembangan kasus itu mengaku bahwa informasi terakhir yang ia peroleh bahwa, penyidik masih melengkapi bukti-bukti dalam kasus tersebut.

“Info terakhir itu masih ada yang perlu dilengkapi lagi oleh penyidik, “ucap Ardy kepada Siwalima, Selasa (22/10).

Ditanya apakah penyidik sudah menetapkan tersangka, Ardy mengaku penetapan tersangka belum dilakukan. Ketika disinggung soal hasil audit kerugian negara yang telah dikantongi penyidik, Ardy enggan menyebutkan berapa besar kerugian negara dalam kasus tersebut.

“Untuk totalnya belum bisa saya sampaikan karena belum ada info dari penyidik terkait total kerugian. Kalau sudah penetapan tersangka biasanya akan disampaikan, “ujar­nya.

Minta Transparan

Menyikapi hal itu, aktivis anti korupsi, Christian Sea mengaku agak kecewa dengan langkah hukum yang lambat dari tim penyidik Cabjari Saparua, Sebab pengusutan kasus tersebut sudah berjalan lama bahkan sudah satu tahun lebih.

“Yang menjadi pertanyaan ada apa dengan penyidik disana?, Kenapa dalam mengusut kasus tersebut sangat lamban dan bahkan belum dilakukan penetapan tersangka?, “ujarnya.

Ia berharap, dalam mengusut kasus dugaan korupsi, penyidik mesti transparan dan mengambil langkah tegas dalam menuntaskan kasus tersebut maupun kasus-kasus korupsi lainnya yang sedang ditangani oleh pihak Kejaksaan.

“Jangan terlalu lama dalam mengusut sebuah kasus dugaan korupsi nanti bisa jadi timbul persepsi negatif dari publik. Jadi harapan saya ialah kasus ini secepatnya bisa diungkap dan disampaikan ke publik secara terang-benderang, “pungkasnya.

Katongi Audit

Seperti diberitakan sebelumnya, tim penyidik Cabang Kejari Ambon di Saparua tengah mengumpulkan bukti-bukti guna menetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana hibah pembangunan Gereja Bethesda di Negeri Akoon, Kecamatan Nusalaut, Maluku Tengah.

Kepala Cabang (Kejari) Ambon di Saparua, Ardi mengungkapkan bahwa tim penyidik tengah berkoordinasi dengan tim auditor terkait perhitungan kerugian negara.

“Untuk dana Hibah Akoon, saat ini ada koordinasi dengan auditor terkait perhitungan kerugian negara, “ungkap Ardi ketika di konfirmasi lewat telepon seluler, Jumat (16/2).

Dikatakan, auditor yang meng­hitung kerugian negara yakni dari internal di Kejaksaan Tinggi Maluku. Karena Kejaksaan sudah memiliki tim auditor khusus untuk menghitung kerugian negara.

Menurut Ardi, nantinya setelah memperoleh hasil kerugian negara, maka langkah selanjutnya ialah menetapkan tersangka.

Saat ditanya kapan proses perhitungan kerugian negara selesai dilakukan, Ardi menambahkan, pihaknya baru berkoordinasi dengan tim auditor beberapa waktu lalu. Tinggal menunggu data apa yang dibutuhkan auditor dalam menghitung kerugian negara.

Sejauh ini, tambahnya, sudah sekitar 25 saksi yang diperiksa untuk mengungkap kasus tersebut.

Naik Dik

Kasus dugaan penyalahgunaan keuangan dana hibah bantuan Pemerintah Provinsi Maluku untuk pembangunan gedung gereja Akoon, Kecamatan Nusalaut, Kabupaten Maluku Tengah naik status dari penyelidikan ke pen­yidikan.

Naiknya status kasus tersebut ditetapkan setelah penyidik Kejari Ambon melakukan ekspos dan ditemukan adanya bukti-bukti yang kuat untuk ditingkatkan ke pe­nyidikan.

Demikian diungkapkan, Kepala Kejaksaan Negeri Ambon, Ar­dyansah dalam keterangan persnya kepada wartawan di Kantor Kejari, Jumat (13/10).

Menurut Kajari, batuan Pemprov dan Pemda senilai 555 juta dari tahun 2008 sampai 2022 yang dilakukan ternyata pertanggungjawaban fiktif.

“Tim penyidik melalui forum ekspos telah bersepakat untuk menaikkan status penanganan perkara ini dari tindak penyelidikan menjadi tindak penyidikan,” ujar Kajari.

Dikatakan, dalam pembangunan gedung Gereja Akoon ini terdapat sumbangan perorangan yang masuk ke rekening panitia pembangunan sebesar Rp1.081 215.864,95.

Selain itu, ada lagi bantuan dari Pemprov Maluku, sehingga yang menjadi masalah adalah dana hibah dimana pada tahun 2020 sebesar 200 juta berdasarkan SP2D nomor 0273/LSB/2020 tanggal 23 Juli 2020.

Selanjutnya pada tahun 2021 Negeri Akoon menerima  dana hibah sebesar Rp100 juta berdasarkan SP2D Nomor 0626/rsb/2020 tanggal 16 Desember 2020 dan ditandatangani oleh Kasrul Selang sebagai Sekda Provinsi Maluku serta Ketua Panitia pembangunan Gedung Gereja Akoon.

Kemudian bantuan dana hibah tahun 2018 dari Pemkab Maluku Tengah sebesar 160 juta rupiah yang dikirim melalui rekening panitia pada bank BPDM Cabang Ambon, dan dikeluarkan serta disimpan rekening panitia di Bank Mandiri Cabang Ambon.

Kata Kajari, bantuan Pemkab Maluku Tengah diterima panitia pusat melalui rekening panitia pusat sebesar 95 juta. Jadi total bantuan yang diterima berasal dari dana hibah baik dari Pemprov maupun Pemkab Maluku Tengah total sebanyak 555 juta rupiah.

Lebih jauh kata Kajari, tim penyidik menemukan laporan pertanggungjawaban baik bantuan hibah dari Pemprov Maluku maupun Pemkab Malteng adalah dokumen-dokumen fiktif.

“Yang menjadi masalah bahwa uang-uang itu dipergunakan untuk pembayaran pembelian material-material namun nyatanya, apa yang digunakan oleh panitia dalam mempertanggungjawabkan laporan pemberian hibah baik oleh provinsi maupun Pemkab Maluku Tengah berdasarkan data-data dokumen fiktif,” sebutnya.

Di sisi yang lain, panitia tidak menggunakan bantuan hibah tersebut dengan membelanjakan sesuai dengan yang tertera. Hal ini ketika dikonfirmasi ke masing-masing penyalur material ditemukan bahwa para penyalur tidak pernah memberikan catatan atau mem­berikan tanda tangan dalam doku­men-dokumen tersebut.

Dikatakan, dengan tindakan pela­poran secara fiktif negara dirugikan 200 juta lebih dalam kasus ini.

“Atas perbuatan tersebut tim penyidik menemukan indikasi kerugian keuangan sementara sebesar Rp284.250.000. Hal ini belum pasti namun nanti apabila dilakukan audit oleh auditor mungkin bisa bertambah lebih banyak,” tuturnya.

Karena kasus ini berada di Kabupaten Maluku Tengah, tambah Kajari, maka pihaknya akan melimpahkan kasus ini ke Cabang Kejari Ambon di Saparua untuk ditindaklanjuti penanganan penyidikannya. (S-29)