Indonesia memiliki 718 bahasa daerah (https://petabahasa.kemdikbud.go.id/, diakses pada 23 September 2024, pukul 06.19 WIT). Hal itulah yang membuat Indonesia sebagai negara terbanyak kedua yang memiliki bahasa daerah setelah Papua Nugini yang memiliki 840 bahasa. Ini adalah kekayaan bangsa yang perlu dilestarikan dan dijaga agar identitas setiap suku bangsa tidak luntur.

Provinsi Maluku memiliki sebelas kabupaten/kota. Secara nasional, Maluku mempunyai 62 bahasa daerah (https://petabahasa.kemdikbud. go.id/, diakses pada 23 September 2024, pukul 06.19 WIT). Banyaknya bahasa daerah di Maluku tentu merupakan anugerah yang patut disyukuri oleh semua masyarakat Maluku. Selain anugerah, melestarikan banyaknya bahasa daerah di Maluku merupakan tanggung jawab bersama. Bahasa daerah dilestarikan dengan cara menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari.

Ada tiga faktor yang menyebabkan bahasa daerah di Indonesia mengalami penurunan status daya hidupnya. Pertama, adanya perpindahan penduduk dari desa ke kota, baik karena faktor ekonomi, bencana alam, pendidikan, maupun karier.

Kedua, faktor politik yang terfokus ke pusat (atau yang disebut sebagai sentralisasi) menyebabkan wilayah pinggiran atau yang lokasinya jauh dari pusat kota menjadi tertinggal.

Ketiga, kebijakan pemerintah yang mewajibkan ranah pendidikan menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar atau media untuk berinteraksi (Pedoman Revitalisasi Bahasa Daerah, Pusat Pengembangan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, 2022).

Baca Juga: Meninggikan Perguruan Tinggi

Tergerusnya penggunaan bahasa daerah yang tidak hanya dialami di Maluku perlu disikapi dengan serius oleh pemerintah daerah. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009, Pasal 42 ayat (1) menyebutkan bahwa pemerintah daerah wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra daerah agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat sesuai dengan perkembangan zaman dan agar tetap menjadi bagian dari kekayaan budaya Indonesia.

Di dalam peraturan tersebut sangat jelas bahwa pemerintah daerahlah yang bertugas melindungi bahasa daerah.

Di dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia, disebutkan dalam Pasal 23 ayat (1) bahwa bahasa Indonesia wajib digunakan sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan nasional, tetapi dalam Pasal 23 ayat (3) disebutkan bahwa selain bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar di sekolah dasar, madrasah ibtidaiah, atau bentuk lain yang sederajat pada tahun pertama dan kedua untuk mendukung pembelajaran.

Berdasarkan Pasal 23 ayat (3) tersebut, jelas tertulis bahwa bahasa daerah bisa digunakan sebagai bahasa pengantar di sekolah dasar sederajat. Penggunaan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar di sekolah dasar sederajat diperuntukkan bagi sekolah-sekolah yang siswa-siswanya belum menguasai bahasa Indonesia.

Menurut Sukoco dkk. dalam The Conversation, Disiplin Ilmiah, Gaya Jurnalistik (2020), studi awal yang dilakukan menunjukkan bahwa anak-anak yang belum lancar berbahasa Indonesia memiliki kemampuan literasi dan numerasi yang lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang sudah terbiasa dengan bahasa Indonesia.

Hal ini terjadi karena mereka tidak sepenuhnya mengerti materi pelajaran yang disampaikan dalam bahasa Indonesia (https://theconversation.com/riset-penggunaan-bahasa-daerah-di-kelas-terbukti-berpotensi-tingkatkan-kemampuan-siswa-di-daerah-148531, diakses pada 23 September 2024, pukul 07.00 WIT).

Studi awal ini tentunya perlu disikapi serius oleh pemerintah daerah (pemda) yang mengalami hal itu. Hal pertama yang dilakukan oleh pemda tentunya adalah memverifikasi seluruh sekolah dasar sederajat di wilayahnya masing-masing.

Dengan dilakukannya verifikasi itu, pemerintah daerah tentunya akan mendapatkan data sekolah-sekolah yang memiliki kemampuan literasi dan numerasi yang lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang sudah terbiasa dengan bahasa Indonesia.

Strategi yang paling efektif jika terdapat kondisi sekolah yang memiliki kemampuan literasi dan numerasi yang lebih rendah jika dibandingkan dengan mereka yang sudah terbiasa dengan bahasa Indonesia adalah dengan menggunakan bahasa daerah dalam proses pembelajaran. Menurut Sukoco dkk. dalam The Conversation, Disiplin Ilmiah, Gaya Jurnalistik (2020), ada tiga pendekatan yang dilakukan dalam proses pembelajaran, yakni (1) guru menjelaskan berbagai konsep pelajaran kepada siswa dengan bahasa daerah secara bertahap; (2) guru mengembangkan dan memperkenalkan media pembelajaran yang dilengkapi dua bahasa, bahasa Indonesia dan bahasa daerah; dan (3) guru melaksanakan metode mengajar partisipatif yang sesuai dengan kemampuan bahasa dan belajar siswa masing-masing (https://theconversation.com/riset-penggunaan-bahasa-daerah-di-kelas-terbukti-berpotensi-tingkatkan-kemampuan-siswa-di-daerah-148531, diakses pada 23 September 2024, pukul 07.00 WIT).

Selanjutnya, menurut Sukoco dkk. dalam The Conversation, Disiplin Ilmiah, Gaya Jurnalistik (2020), survei akhir yang dilakukan pada tahun 2019 di Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur menunjukkan bahwa pendekatan program Pendidikan Multibahasa Berbasis Bahasa Ibu (PMBBI) yang diinisiasi oleh INOVASI, program kemitraan pendidikan antara pemerintah Indonesia dan Australia menunjukkan peningkatan kemampuan literasi siswa secara umum. Tingkat kelulusan tes literasi dasar (mengenal huruf, suku kata, dan kata) siswa dengan bahasa daerah meningkat dari 27% menjadi 79%. Selain itu, program PMBBI yang dilakukan di Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur berpotensi mengurangi kesenjangan hasil belajar antara siswa yang lancar berbahasa Indonesia dan yang tidak. Daerah tempat program PMBBI berlangsung mengalami penurunan kesenjangan antarsiswa yang lebih signifikan (7%) jika dibandingkan dengan daerah yang tidak melaksanakan pendekatan PMBBI (1%) (https://theconversation.com/riset-penggunaan-bahasa-daerah-di-kelas-terbukti-berpotensi-tingkatkan-kemampuan-siswa-di-daerah-148531, diakses pada 23 September 2024, pukul 07.00 WIT).

Penggunaan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar di sekolah dasar sederajat sangatlah penting diterapkan di sekolah-sekolah yang siswa-siswanya belum menguasai bahasa Indonesia.

Di sekolah-sekolah dengan banyak siswa yang belum lancar berbahasa Indonesia, penggunaan bahasa daerah dapat meningkatkan kemampuan literasi secara umum dan berpotensi mengurangi kesenjangan hasil belajar antara siswa yang lancar berbahasa Indonesia dan yang tidak. Pelaksanaan program PMBBI yang telah dilaksanakan di Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur telah membuahkan hasil yang positif. Program PMBBI ini perlu diterapkan di daerah lain yang memiliki karakteristik siswa yang sama seperti di Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Oleh: David Rici Ricardo, S.S. Widayabasa Ahli Pertama, Kantor Bahasa Provinsi Maluku.(*)