NAMLEA, Siwalimanews – Para ahli waris dari almarhum La Taib Wance dan almarhumah Hawa Rumbia, Lukman Hurlean dkk menuntut Pemkab Buru segera membayar ganti rugi lahan perkebunan seluas 4 hektar yang kini dibangun proyek sumur bor di lahan tersebut yang dikuasai oleh Perusahan Daerah Air Minum (PDAM) .

Untuk mendapatkan tuntutan ganti rugi ini, maka kuasa para ahli waris Lukman Hurlean berupaya  menempuh berbagai cara-cara persuasif. Namun langkahnya terhalang oknum Kabag Pertanahan, Arlan Soamole yang diduga terlibat pembayaran ganti rugi lahan salah kepemilikan di lokasi tersebut pada tahun 2015 lalu, kepada yang tidak berhak yakni Daud Umagapy dkk, sehingga merugikan negara/daerah sebesar Rp400 juta.

“Masalah ganti rugi lahan sumur PDAM ini terungkap juga dalam Dokumen Ombudsman RI , perihal Laporan Akhir Pemeriksaan No Registrasi 0057/LM/IV/2019/AMB Tahun 2021, tanggal 16 Agustus 2021 yang diteken Asisten Pemeriksaan Laporan, Muhammad Azhar Lawiya dan disetujui Kepala Perwakilan Ombudsman Maluku, Hasan Slamet,” ujar Hurlean kepada wartawan di Namlea, Rabu (30/3).

Kantor Ombudsman Perwakilan Maluku ikut turun tangan, karena sisa ganti rugi lahan yang seharusnya dilunasi Pemkab Buru senilai Rp1,2 miliar di tahun 2021 lalu, tidak kunjung diselesaikan. Bahkan hingga kini kasus dugaan kerugian negara Rp400 juta akibat salah bayar ahli waris itu tetap didiamkan dan tidak pernah dilaporkan Pemkab Buru kepada aparat penegak hukum.

“Untuk sementara Pemkab Buru belum melaporkan Manihasa dkk, kepada pihak yang berwajib dikarenakan masih menunggu etika baik dari mereka untuk mengembalikan uang ganti rugi tersebut. Pemkab Buru meminta jaminan dan membuat pernyataan kepada Manihasa dkk, untuk bersedia mengembalikan uang tersebut dan dituangkan dalam berita acara,” jelas Asisten II, Abas Pelu saat diperiksa Ombudsman.

Baca Juga: Antispasi Ganguan Kamtibmas, Polsek Haruku Intensifkan Patroli

Menyusul terkuaknya kasus ini ke publik, Kantor Ombudsman Perwakilan Maluku dalam dokumen laporan ini, menulis adanya “Dugaan Maladministrasi”, yaitu dugaan penyimpangan prosedur dan penundaan berlarut-larut terkait pembayaran ganti rugi tanah untuk membangun sumur PDAM yang berlokasi di Desa Lala, Kecamatan Namlea, Kabupaten Buru.

Hurlean mengaku, ia dan kawan-kawan adalah ahli waris dari kakek almarhum La Taib Wance dan nenek almarhum Hawa Rumbia. Oleh para ahli waris, ia ditunjuk sebagai kuasa mewakili keluarga para ahli waris.

Tanah seluas 4 ha yang kini dikuasai PDAM Buru itu, adalah tanah tanah hak Ulayat Petuanan Liliyali dan berpuluh tahun menjadi lahan usaha kebun yang dikelola kedua almarhum kakek dan nenek mereka semasa masih hidup. Tanah letaknya di Telaga Lala itu tidak terikat dengan dusun ketel manapun.

Kemudian di tahun 2015 lalu, Pemerintah Daerah Kabupaten Buru melalui Dinas PUPR Kabupaten Buru selaku Panitia Pengadaan Tanah membeli sebidang tanah seluas 4 ha dan dipergunakan untuk kepentingan proyek PDAM.

Tanpa sepengetahuan ahli waris yang sah, pada tanggal 15 Juni 2015 Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Buru mengadakan musyawarah bersama dengan Daud Umagapi terkait bentuk dan besaran ganti rugi tanah. Padahal tanah itu bukan milik Daud Umagapy dkk.

Tiga hari kemudian, tepatnya tanggal 18 Juni 2015 Pemkab Buru melalui Dinas Pekerjaan Umum menerbitkan surat perjanjian jual beli tanah dengan Daud Umagapi dkk. Isi surat tersebut menerangkan bahwa kedua belah pihak telah sepakat untuk mengadakan perjanjian jual beli tanah

“Saat itu kamivtidak mengetahui kalau Daud Umagapi telah menjual tanah milik keluarga kami karena berada di luar kota,”ungkap Lukman.

Setelah mengetahui hal itu, Lukman yang baru kembali ke Namlea lalu mendatangi Kantor Pemkab Buru untuk mengkonfirmasi hal tersebut dan Lukman minta salinan dokumen-dokumen jual beli tanah tersebut.

Lukman berkeberatan atas transaksi jual beli yang salah alamat itu dan mencurigai serta menduga, kalau Arlan Soamole yang saat itu masih belum menjabat Kabag Pertanahan, ikut bersekongkol , sebab setelah itu salah satu lahan dusun kayu putih milik Daud Umagapy dijual kepada oknum pengusaha di Namlea bernama kecil Ii.

Selanjutnya ada rekayasa kalau lahan usaha kebun milik nenek dan kakeknya itu berada di lahan dusun kayu putih yang dijual kepada Ii. Kecurigaan Lukman ini semakin kuat setelah ia mengantongi satu surat yang diteken Kades Lala di tahun 2015 lalu yang di situ tertulis kalau lahan 4 ha yang akan dibebaskan itu berada di areal dusun kayu putih miliknya Daud Umagapy.

Padahal dusun kayu putih yang disebutkan dalam surat itu letaknya jauh di pegunungan dan tidak berada di Telaga Lala. Selanjutnya Lukman terus berkoordinasi dengan Pemkab Buru untuk mendapat hak ganti rugi atas lahan tersebut. Dan sempat berbuntut penutupan sumur bor PDAM, sehingga masyarakat mengalami krisis air bersih selama berbulan-bulan.

Bahkan kasus ini sempat dilaporkan ke Polres Pulau Buru di tahun 2919 lalu dan di hadapan polisi, Daud Umagapy (63 tahun) dan Jufri Rumbia (37) meneken pernyataan melakukan kesalahan menjual tanah milik orang lain dan telah meminta maaf.

Bahkan Daud Umagapy dan Mami Hasan Rumbia (52) tahun selaku pihak kedua dan Asisten II, Abas Pelu selaku pihak pertama juga meneken satu Surat Perjanjian, mengakui kesalahan yang dilakukan oleh pihak kedua dan bersedia mengembalikan uang yang diperoleh secara tidak sah itu kepada pihak pertama ,bterhitung bulan Januari sampai Februari 2020 lalu.

“Tapi tidak ditepati dan pak Asisten II juga tidak menagih atau melapor secara pidana kepada pihak yang berwajib sampai hari ini, sehingga patut diduga beliau ikut pula menyenbunyikan kejahatan ini,”sesal Lukman.

Paska pelaporan di Polres Pulau Buru di tahun 2019 lalu, lanjut Lukman, sempat terjadi komunikasi yang baik, sehingga di tahun 2020 lalu, Pemkab sempat menyicil ganti rugi sesuai dokumen kontrak tertulis sebesar Rp.300 juta dengan harga tanah Rp 50 ribu per meter.

Sisanya dijanjikan akan dibayarkan di tahun 2021 lalu sebesar Rp.1,2 miliar. Tapi tak kunjung dilaksanakan setelah Arlan Soamole yang sempat dimutasi ke Kantor Satpol PP Buru, kemudian ditunjuk Menjadi Kabag Pertanahan.
Namun Lukman tidak patah arang dan terus melobi kiri dan kanan, sehingga di tahun 2022 ini DPRD mengetuk palu akan membayar sebesar Rp.800 juta kepada Lukman dkk.

“Namun sampai kini belum dibayarkan dana itu, karena Arlan Soamole diduga ada bermain mata dengan Ii,”sesalnya lagi.

Akibat ulah tidak senonoh dari Kabag Pertanahan ini, Lukman dkk telah kembali meminta PDAM agar tidak mengoperasikan sumur bor selama Pemkab belum memberikan ganti rugi. Akibatnya, sudah sebulan ini masyarakat yang selama ini menikmati air bersih dari pipa ledong sumur bor Telaga Lala, kran air di rumah mereka tidak lagi menetes.

Masyarakat meminta Bupati agar turun tangan menengahi masalah ini dan mendepak Arlan dari Kabag Pertanahan, sehingga masalah ganti rugi ini jangan sampai berlarut-larut. (S-15)