Hakim tunggal Pengadilan Negeri Saumlaki, menolak keseluruhan permohonan praperadilan yang diajukan mantan Bupati Kepulauan Tanimbar, Petrus Fatlolon.

Harya Siregar dalam sidang praperadilan yang digelar di ruang Cakra, PN Saumlaki, Senin (29/7), menyatakan, permohonan praperadilan melawan Kejaksaan Negeri Tanimbar atas penetapan tersangka kepada Fatlolon, tidak beralasan hukum.

Hakim berpendapat, kewenangan memperoleh dua alat bukti oleh Kejari Tanimbar telah memenuhi syarat dalam pasal 184 KUHP. Disamping pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik Kejari Tanimbar sudah sesuai prosedur, sehingga alasan pemohon dikesampingkan.

Selain itu, dalam dugaan tindak pidana korupsi SPPD Setda Kepulauan Tanimbar berdasarkan penyidikan, Kejari Tanimbar menemukan adanya dugaan korupsi pada Setda Kepulauan Tanimbar maka wajib ditindaklanjuti serta cukup beralasan hukum.

Hakim menyatakan, demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa Pengadilan Negeri Saumlaki menyatakan, menolak keseluruhan permohonan yang diajukan pemohon.

Baca Juga: Harapan Baru bagi Dua Petinggi Polda Maluku

Dengan ditolaknya permohonan praperadilan Fatlolon, proses hukumnya selanjutnya tentu saja sangat tergantung Kejari Tanimbar, apakah PF, sapaan akrab Petrus Fatlolon ditahan atau sebaliknya tidak.

Kendati demikian, publik memang mengharapkan Kejari Tanimbar bersikap adil, tidak tebang pilih dalam proses penegakan hukum, karena semua orang sama dimata hukum, sehingga siapapun yang diduga terlibat dalam penanganan kasus dugaan korupsi haruslah tetap diproses hukum, dan jika perlu ditahan.

Harus diakui, kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum tidak mungkin serta merta menetapkan seseorang sebagai tersangka. Tentu penetapan tersebut sudah memenuhi cukup bukti yang kuat, baik itu keterangan saksi, keterangan ahli, keterangan tersangka sendiri maupun surat.

Jika bukti-bukti tersebut sudah dikantongi, maka tentu kejaksaan menetapkan tersangka. Lalu apakah penetapan tersangka ini secara langsung menggugurkan PF maju dalam perhelatan Pilkada di Tanimbar? Itu juga sangat tergantung dari partai politik yang mengusungnya, karena dalam persyaratan calon kepala daerah tidak ada yang menyebutkan bahwa calon kepala daerah tidak boleh berstatus sebagai tersangka dimana Undang-Undang pilkada tidak mengatur seseorang yang statusnya sebagai tersangka, yang dipersyaratkan adalah calon kepala daerah tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau bagi mantan terpidana telah secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.

Selain itu pencalonan bisa gugur atau batal kalau calon yang bersangkutan statusnya menjadi terpidana, jika masih tersangka itu berarti proses hukumnya belum inkracht dan pencalonannya tidak bisa dibatalkan atau gugur.

Walaupun demikian, publik tentu saja menunggu langkah hukum dari Kejari Tanimbar pasca PN Saumlaki menolak praperadilan yang diajukan PF. Apakah ditahan ataukah tidak, itu adalah kewenangan Kejari Tanimbar, tetapi sangat diharapkan kejaksaan bertindak profesional dalam penanganan perkara ini. (*)