Membentuk Ruang Kelas yang Bicara
LIBUR semester yang berlangsung hampir sebulan telah usai. Anak-anak telah menghabiskan waktu berlibur bersama keluarga, melepaskan diri dari kesibukan pagi hari. Kini saatnya kembali ke aktivitas sekolah yang sibuk. Tahun ajaran baru dimulai dengan siswa-siswa baru. Perlengkapan sekolah baru, seperti tas, sepatu, alat tulis, dan berbagai perlengkapan lainnya siap mendukung kegiatan anak-anak di sekolah.
Semangat dukungan dari orangtua terlihat di mana-mana, mereka ingin anak-anak mereka senang memulai aktivitas belajar. Selain itu, orangtua juga merasakan euforia karena mendaftarkan anak-anak mereka di sekolah baru. Mereka telah mempersiapkan seragam dan membantu anak-anak mereka dalam menghadapi tantangan di sekolah dasar yang memiliki dinamika yang berbeda dengan taman kanak-kanak, seperti waktu belajar yang lebih panjang dan tujuan pembelajaran yang sedikit lebih kompleks.
Saat siswa dan orangtua sibuk, terdapat guru yang dengan semangat penuh berupaya untuk menjadikan tahun ajaran baru menjadi istimewa. Dalam waktu yang singkat, guru dihadapkan pada tugas-tugas penting, seperti menghafal nama siswa, mengenal karakter mereka, mengenali wajah mereka, menyamakan nama dengan wajah, bahkan menjadi perancang interior kelas. Merupakan tanggung jawab tambahan bagi guru untuk menjadi perancang interior kelas. Guru dituntut memiliki berbagai bakat dan kemampuan, dan hal itu menjadi tantangan tersendiri.
Perancang interior kelas Dalam bukunya Kelas Manusia (2014: 33), Munif Chatib dan Irma Nurul Fatimah mengemukakan bahwa penjara yang paling kejam bukanlah Alcatraz atau Guantanamo, melainkan ruangan kelas berukuran 7 kali 7 meter persegi yang dihuni sekitar 40 anak. Di ruangan tersebut, mereka menerima materi kognitif yang menjenuhkan dari pagi hingga sore.
Meskipun disebut kelas, ruangan itu seharusnya menjadi rumah kedua bagi para siswa (Munif Chatib: 2014). Bayangkan jika kelas terasa seperti penjara, dengan hanya pajangan foto presiden, wakil presiden, dan burung garuda. Dinding yang terkelupas atau cat yang memudar bekas air hujan karena genteng bocor, dan pemandangan yang kurang menyenangkan lainnya. Dalam konteks dinamika kelas tersebut, penting bagi pendidik untuk memiliki kemampuan menciptakan kelas yang penuh warna di awal tahun ajaran. Kelas merupakan titik kumpul utama, terutama di sekolah sepanjang hari seperti Sekolah Sukma Bangsa Lhokseumawe, tempat anak-anak menghabiskan sebagian besar waktu mereka di sekolah daripada di rumah. Mereka menghabiskan sekitar 9 jam di sekolah dan hanya pulang ke rumah untuk beristirahat. Menciptakan kenyamanan menjadi hal yang sangat penting bagi mereka.
Baca Juga: Minat Baca Meningkat, Sudah Layakkah Diselebrasi?Dalam upaya menciptakan suasana yang baru pada awal tahun ajaran, guru, terutama wali kelas, dapat mencoba inovasi dengan mengatur kelas sesuai dengan tema yang telah ditentukan. Sebagai contoh, di SMP Sukma Bangsa Lhokseumawe, nama-nama negara maju dalam bidang pendidikan dipilih sebagai nama-nama kelas, seperti Finland, Sweden, England, Singapore, Swiss, Germany, Sweden, Netherland, dan New Zealand. Berdasarkan tema itu, wali kelas kemudian melibatkan siswa dalam diskusi untuk menentukan konsep dekorasi kelas. Konsep desain kelas itu merupakan hasil diskusi antara wali kelas dan siswa.
Wali kelas memberikan arahan ketika siswa mengalami kebuntuan. Dekorasi kelas tidak hanya mencakup aspek visual, tetapi juga mencakup penyusunan aturan kelas, jadwal piket, perangkat kelas, dan elemen lain yang menunjukkan identitas kelas. Dengan demikian, kelas tersebut menjadi unik jika dibandingkan dengan kelas-kelas lainnya. Bakat seni bukanlah syarat mutlak bagi guru dalam mengatur kelas. Guru hanya perlu memiliki pemahaman dan pengetahuan dasar mengenai penataan, seperti tata letak bangku yang tepat, akses siswa terhadap perlengkapan dalam kelas, menciptakan area yang berbeda di dalam kelas, serta menghiasi kelas dengan afirmasi positif atau kata-kata motivasi yang dapat memengaruhi siswa secara emosional. Banyak guru yang menikmati pekerjaan mendesain kelas, terutama ketika melibatkan siswa dalam proses tersebut. Proses penataan kelas tidak harus diselesaikan dalam waktu satu atau dua minggu, tetapi dapat dilakukan secara bertahap untuk mengisi dinding kelas. Hal itu penting dilakukan karena terdapat banyak manfaat yang dapat diraih guru, seperti mempererat hubungan antara guru dan siswa, siswa dengan sesama siswa, serta menciptakan keindahan dan kenyamanan di kelas yang berdampak pada keberhasilan belajar.
Kelas nyaman, belajar pun tenang Tidaklah aneh jika dalam kegiatan belajar mengajar terjadi kejenuhan. Ketika siswa merasa jenuh, pandangan mereka akan berkeliling ruang kelas. Namun, betapa baiknya jika mata mereka tertuju pada kalimat afirmasi positif yang terpampang di dinding atas papan tulis pada awal tahun ajaran baru. Hal itu dapat meningkatkan motivasi belajar mereka kembali. Ketika melihat ke dinding sebelah kanan, mereka akan menemukan gambar tokoh-tokoh penemu yang dapat menjadi inspirasi untuk tetap semangat. Menurut Munif Chatib dan Irma Nurul Fatimah (2014), mengutip Eric Jensen, desain kelas yang indah dan nyaman tidak hanya sembarangan, tetapi juga dapat berkontribusi sebanyak 25% dalam kesuksesan proses belajar mengajar di kelas. Karena itu, segala hal yang terlihat mata dan dapat memberikan rangsangan positif terhadap emosi siswa ketika berada di dalam kelas harus diperhatikan saat proses penataan kelas.
Kreativitas guru diuji pada awal tahun ajaran baru, terutama ketika mengajar pada tingkat pertama, yakni siswa baru saja bergabung. Tantangan itu sedikit berbeda dengan siswa yang telah lama bergabung, seperti siswa kelas 8 dan 9 yang sudah saling mengenal dari tingkat sebelumnya. Sementara itu, siswa kelas 7 masih dalam tahap adaptasi dengan guru, teman sekelas, dan sekolah yang baru. Terlepas dari itu semua, guru harus berani melakukan inovasi di luar batas kemampuan mereka. Mari, para guru, terutama wali kelas yang luar biasa, menciptakan kelas yang berbicara, kelas yang menyenangkan sehingga siswa menyukainya. Janganlah menciptakan kelas yang bisu seperti penjara, yang membuat siswa ingin cepat pulang. Saat ini ialah waktu yang tepat bagi guru yang belum menata kelasnya, seiring dengan dimulainya proses belajar baru, mari kita ajak siswa untuk membantu merancang ‘rumah kedua’. Semangat bagi para pejuang pendidikan. Oleh: Siti Sarayulis Guru SMP Sukma Bangsa Lhokseumawe, alumnus University of Tampere Finlandia. (*)
Tinggalkan Balasan