AMBON, Siwalimanews – Meski keberadaan transportasi online  membuat resah para sopir dan pengusaha angkot, namun tidak dapat dipungkiri, bahwa transportasi online sangat diminati masyarakat diera digital saat ini.

Bahkan sebagian besar warga Kota Ambon, menjadikannya sebagai salah satu kebutuhan dalam setiap aktivitas mereka. Pasalnya, hanya dengan membuka aplikasi di ponsel, maka masalah transportasipun selesai.

Itu sebabnya, sebagian besar masyarakat lebih memilih transportasi online untuk menjalankan aktivitas mereka sehari-harinya. Sementara berkaitan dengan aksi demonstrasi ratusan sopir angkot dan AKDP kemarin di Kantor Gubernur Maluku yang meminta agar pemprov membekukan transportasi online, masyarakat beranggapan aksi demonsterasi ini  tidak mendasar.

Alfred Tutupary pengguna jasa transportasi online di Kota Ambon menegaskan, aksi demo yang dilakukan para  sopir angkot itu, memang bagian dari hak mereka sebagai warga negara yang dilindungi kebebasan berpendapat, namun, apa yang disuarakan itu, harus juga disikapi secara bijak oleh pihak yang berkepentingan, baik itu pemkot maupun Pemprov Maluku.

“Karena, keberadaan jasa transportasi online sangat membantu para konsumen dalam seluruh kegiatannya sehari-hari, sehingga ⁠tuntutan untuk membekukan jasa transportasi online dengan brand tertentu (maxim-red) akan membentuk opini publik, bahwa aksi yang dilakukan oleh para sopir angkot telah ditunggangi pihak-pihak tertentu demi kepentingan persaingan bisnis yang tidak kompetitif,” duga Alfred kepada Siwalimanews di Ambon, Selasa (1/10).

Baca Juga: Ancam Mogok Hari Ini, Sejumlah Angkot Masih Terlihat Beroperasi

Alfred yang juga praktisi hukum sekaligus Ketua Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) DPD Maluku berpendapat, bahwa kehadiran jasa transportasi online di Kota Ambon ini telah melalui telaah yang matang sesuai regulasi.

Untuk itu, apa yang disampaikan Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Maluku dalam aksi kemarin, bahwa akan membekukan brand salah satu jasa transportasi online, itu adalah pendapat yang keliru.

“Jika itu dilakukan, saya meyakini  tindakan itu akan bermuara pada sebuah proses hukum. Jadi pemerintah harus hadir atas masalah ini, dengan tidak harus mengorbankan berbagai pihak, baik itu pengemudi konvensional maupun jasa transportasi online juga konsumen,” tandasnya.

Hal yang sama juga disampaikan warga kota lainnya Rio Lekatompessy, menurutnya dizaman yang sudah modern ini, transportasi online juga tidak bisa dibatasi. Apalagi, diera ini, pemerintah sedang merealisasi perkembangan ilmu teknologi berbasis aplikasi dan online, karena itu, transportasi online, seperti maxim ini juga hadir sebagai salah satu bisnis yang tidak bisa dihindari.

“Ini bicara kemanusiaan, dimana semua orang mencari demi kebutuhan. Kalau angkot dikatakan merugi karena keberadaan maxim, saya kira itu pendapat yang keliru di dunia bisnis dizaman yang semakin modern ini,” tandasnya.

Apalagi kata dia, maxim saat ini menjadi salah satu transportasi online yang sering digunakan masyarkat. Selain itu, para penumpang juga tidak harus terlibat dalam proses tawar menawar karena tarif yang sudah ditentukan berdasarkan jarak tempuh.

“Kemudahan yang membuat transportasi online masih diminati, adalah masyarakat tidak harus menunggu lama di jalan. Di rumah saja juga bisa. Itu yang membuat kebanyakan orang membutuhkan tranportasi online ketimbang angkot,” tuturnya.

Warga lainnya Chartin Nogo menegaskan, pembekukan transportasi online jenis maxim, bukan solusi untuk menjawab apa yang menjadi tuntutan para sopir angkot.

Menurutnya, ini bisnis meski tujuannya demi kemanusiaan, karena orang bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, tetapi yang namanya bisnis, tidak boleh saling membatasi. Bahkan keberadaan transportasi online, sangat membantu masyarakat dalam beraktivitas sehari-hari.

“Karena bisnis makanya masing-masing harus punya marketnya sendiri. Orang akan memilih naik angkot karena lebih murah, tetapi juga ada kekurangannya, bahwa orang harus mengeluarkan tenaga, waktu untuk menunggu dan kebanyakan orang kalau sendiri, dia akan naik angkot, kalau naik maxim kan mahal bayar sendiri, tapi kalau dalam perjlanan itu banyak orang, mungkin dia akan memilih naik maxim, karena bayarnya patungan. Jadi sebenarnya masing-masing punya rejeki. Jadi tutup maxim bukan solusi,” tuturnya.

Dilain sisi kata dia, semua yang bekerja, baik sopir angkot maupun maxim, itu sama-sama mencari makan untuk keluarganya. Untuk itu, jangan saling menjatuhkan.

“Lagian kalau dihitung-hitung misalnya kita pakai/sewaaAngkot dan kita pakai maxim dalam suatu perjalanan, itu harga maxim lebih murah ketimbang angkot. Jadi jangan ditutuplah,” tandasnya.(S-25)