KASUS perundungan di sekolah adalah masalah serius yang dapat berdampak negatif pada kesehatan mental dan fisik siswa. Perundungan dapat berupa tindakan fisik, verbal, atau sosial yang bertujuan menyakiti atau merendahkan korban. Beberapa bentuk perundungan antara lain pukulan, dorongan, atau tindakan kekerasan lainnya; ejekan, penghinaan, atau ancaman; penyebaran rumor, atau manipulasi hubungan sosial. Dan, yang kini sedang marak, ialah perundungan siber, penggunaan media sosial atau platform online untuk melecehkan atau mengintimidasi siswa lain.

Secara mental, perundungan dapat menye­babkan korban stres, cemas, depresi, bahkan risiko bunuh diri. Perundungan dapat pula berakibat pada penurunan prestasi akademik, ketidakhadiran, atau drop out. Dalam lingkup sosial, perundungan dapat menyebabkan kesulitan dalam menjalin hubungan dan masalah kepercayaan diri.

Jangka panjang, perundungan menyebabkan trauma yang berlanjut hingga dewasa. Dengan demikian, bullying bukan hanya menjadi masalah sesaat, tetapi dampaknya dapat berlangsung lama dan memengaruhi kualitas hidup korban.

Kurikulum perdamaian

Sekolah perlu serius mengantisipasi kecenderungan perundungan di kalangan siswa dan memberikan dukungan yang diperlukan, salah satunya pengembangan budaya damai di sekolah. Untuk menumbuhkan budaya damai secara efektif, sekolah perlu mengembangkan kurikulum perdamaian yang komprehensif.

Kurikulum ini bertujuan membekali siswa dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan untuk mendorong pembangunan perdamaian, baik di komunitas terdekat maupun dalam konteks global yang lebih luas. Kurikulum dirancang bersifat interdisipliner dan interaktif, mendorong siswa untuk terlibat secara kritis dengan kompleksitas isu perdamaian dan konflik.

Kurikulum perdamaian di sekolah disusun berdasarkan empat domain utama: pendidikan perdamaian, keterampilan resolusi konflik dan mediasi, dialog antarbudaya, dan keterlibatan masyarakat.

Pendidikan perdamaian menjadi landasan kurikulum, memberikan siswa pemahaman yang kuat tentang prinsip-prinsip dan nilai-nilai perdamaian. Melalui berbagai mata pelajaran seperti sejarah, ilmu sosial, dan sastra, siswa belajar tentang konsekuensi kekerasan dan perang, pentingnya dialog dan rekonsiliasi, serta peran individu dan komunitas dalam membina perdamaian.

Pengetahuan demikian diperkuat melalui penerapan praktis, seperti proyek pengembangan perdamaian dan pengabdian masyarakat. Keterampilan resolusi konflik dan mediasi adalah komponen penting lainnya dari kurikulum perdamaian. Siswa diajarkan berbagai alat dan teknik untuk mengelola konflik secara damai dan konstruktif. Ini termasuk mempelajari strategi komunikasi yang efektif, keterampilan negosiasi, dan metode pemecahan masalah.

Melalui latihan dan simulasi bermain peran, siswa mempunyai kesempatan untuk mempraktikkan keterampilan ini dalam lingkungan yang aman dan mendukung. Tujuannya ialah memberdayakan siswa menjadi agen perdamaian yang aktif, mampu menyelesaikan konflik dalam kehidupan pribadi mereka, dan berkontribusi dalam membangun komunitas yang damai.

Dialog antarbudaya merupakan bagian integral dari kurikulum perdamaian di sekolah. Dengan latar belakang etnis dan agama siswa yang beragam, menumbuhkan pemahaman dan rasa hormat terhadap budaya dan kepercayaan yang berbeda sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang harmonis dan inklusif.

Melalui kegiatan seperti program pertukaran, festival budaya, dan proyek kolaborasi, siswa didorong untuk terlibat dalam dialog yang bermakna dengan rekan-rekan mereka dari latar belakang yang berbeda. Hal ini mendorong empati, toleransi, dan penghargaan terhadap keberagaman, meruntuhkan hambatan dan stereotipe yang dapat memicu konflik.

Keterlibatan masyarakat adalah domain terakhir dari kurikulum perdamaian. Siswa di sekolah secara aktif didorong untuk berpartisipasi dalam proyek pengabdian masyarakat, juga terlibat dengan organisasi dan inisiatif lokal yang mempromosikan perdamaian dan keadilan sosial. Pendekatan langsung ini memungkinkan siswa untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan mereka dalam konteks dunia nyata sehingga memberikan dampak nyata pada komunitas. Dengan berkontribusi aktif terhadap perbaikan masyarakat, siswa mengembangkan rasa kepemilikan dan tanggung jawab dalam membangun dan memelihara perdamaian.

Melalui kombinasi pengetahuan teoretis, penerapan praktis, dan pembelajaran berdasarkan pengalaman, kurikulum memberdayakan siswa untuk menjadi agen perubahan positif di sekolah dan komunitas sekitarnya. Dengan menanamkan nilai-nilai perdamaian, toleransi, dialog, dan empati, sekolah membina generasi pengembang perdamaian yang dapat berkontribusi terhadap stabilitas dan keharmonisan jangka panjang. Pengembangan dan penerapan kurikulum perdamaian yang komprehensif di sekolah menunjukkan komitmen kuat warga belajar dalam membangun perdamaian berkelanjutan.

Monitoring dan evaluasi dampak

Pemantauan dan evaluasi dampak pendidikan perdamaian di sekolah sangat penting untuk menilai efektivitas upaya sekolah dalam membangun perdamaian dan rekonsiliasi di kalangan siswa. Salah satu metode utama yang digunakan sekolah untuk pemantauan dan evaluasi ialah penggunaan survei dan kuesioner. Alat-alat ini memungkinkan sekolah mengumpulkan data tentang sikap, perilaku, dan pengetahuan siswa terkait perdamaian dan resolusi konflik.

Survei dilakukan secara berkala sehingga sekolah dapat melacak perubahan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep seperti empati, rasa hormat, dan toleransi. Selain survei, sekolah juga dapat menggunakan diskusi kelompok terfokus sebagai metode untuk memantau dan mengevaluasi dampak pendidikan perdamaian. Diskusi ini memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengungkapkan pemikiran dan perasaan mereka tentang inisiatif pendidikan perdamaian sekolah.

Siswa didorong untuk berbagi pengalaman, tantangan, dan saran mereka untuk meningkatkan efektivitas pendidikan perdamaian di sekolah. Wawasan yang dikumpulkan dari diskusi ini membantu sekolah memahami dampak upayanya terhadap pertumbuhan dan perkembangan pribadi siswa, juga untuk membuat keputusan yang tepat mengenai program pendidikan perdamaian di masa depan.

Sekolah juga dapat menggunakan pendekatan kualitatif seperti observasi dan wawancara untuk memantau dan mengevaluasi dampak pendidikan perdamaian. Guru dan staf sekolah mengamati interaksi dan perilaku siswa di dalam dan di luar kelas untuk mengukur efektivitas pendidikan perdamaian dalam mempro­mosikan hubungan sosial yang positif dan keterampilan resolusi konflik. Wawancara dengan siswa memberikan kesempatan untuk refleksi individu serta penilaian diri mengenai pertumbuhan pribadi dalam hal nilai dan keterampilan bina perdamaian.

Terakhir, sekolah perlu meng­adakan sesi evaluasi dan refleksi rutin yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan, ter­masuk guru, siswa, orangtua, dan anggota masyarakat. Sesi-sesi ini memberikan ruang untuk analisis kolektif mengenai kekuatan dan kelemahan inisiatif pendidikan perdamaian serta menghasilkan ide dan strategi perbaikan.

Sifat partisipatif dari sesi-sesi ini memberdayakan semua pemangku kepentingan untuk mengambil kepemilikan atas proses pendidikan perdamaian dan berkontribusi pada pengem­bangan dan penyempurnaannya secara berkelanjutan. Oleh : Khoiruddin Bashori Psikolog Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta (*)