BULA, Siwalimanews – Pembangunan jaringan irigasi yang dikerjakan sejak tahun 2017 lalu dan menguras anggaran se­besar Rp226,9 miliar hingga kini ter­bengkalai.

Proyek yang dimulai sejak 2017 ini seharusnya menjadi penopang produktivitas pertanian lokal di Kabupaten SBT, namun sampai saat ini pembangunan irigasi meng­gunakan anggaran negara yang cukup fantastis itu tidak berdam­pak apa- apa bagi petani lokal di wilayah tersebut.

Demikian diungkapkan, Direktur Rumah Muda Anti Korupsi, Fadel Rumakat dalam rilis yang diterima Siwalima, Minggu. (9/3)

Fadel mendesak aparat penegak hukum baik kejaksaan maupun kepolisian membentuk tim penyi­dik untuk mengusut tuntas pem­bangunan jaringan Irigasi.

Ia menduga, adanya unsur tin­dak pidana korupsi yang dilaku­kan baik pihak pemenang tender maupun internal Balai Wilayah Sungai Maluku.

Baca Juga: Dua Tahun Kasus Dana Covid Maluku tak Jelas

“Sampai saat ini pembangunan irigasi menggunakan anggaran negara yang cukup fantastis itu ti­dak berdampak apa- apa bagi petani lokal di wilayah tersebut. Sementara negara telah menggelontorkan anggaran yang begitu besar dengan harapan meningkat kesejahteraan petani lokal tetapi hasilnya nihil,” ujarnya.

Fadel menyebutkan, pembangunan jaringan Irigasi D. I. BUBI Kabupaten SBT, dengan Nomor Kontrak  HK.02.03/BWS-M/PPK-IR.RW-II/XII/01/2017 tertanggal 8 Desember 2017 dengan nilai kontrak  Rp226.904.174.000 mangkrak, hingga kini pekerjaan tersebut belum diselesaikan.

Sementara, proyek yang bersumber dari APBN tersebut ditender oleh PT GUNAKARYA- BASUKI,  KSO dengan target waktu 2017- 2020 namun, sampai saat ini pekerjaan tidak dituntaskan oleh pihak PT GUNAKARYA- BASUKI, KSO. Proyek pembangunan Irigasi  (D.I) BUBI Kabupaten SBT, yang menelan anggaran hingga Rp 226, 9 miliar, kini menjadi sorotan tajam, setelah mangkrak bertahun- tahun

“Mangkrak Pembangunan Irigasi berdampak sangat buruk terhadap petani lokal, karena pembangunan yang direncanakan itu tidak mendatangkan asas manfaat bagi petani setempat,” ujarnya.

Selain itu, lanjut Fadel, dengan hadirnya kebijakan Pemerintah Pusat mengenai swasembada pangan menunjukkan bahwa betapa penting pembangunan irigasi harus dapat difungsikan karena sangat dibutuhkan oleh petani dalam rangka meningkatkan produktifitas para petani diwilayah Kabupaten yang bertajuk Ita Wotu Nusa,” terangnya

Fadel menilai, dalang dibalik mangkraknya pembangunan irigasi di SBT adalah bentuk kelalaian dari pihak BWS Maluku yang tidak serius dalam melakukan pengawasan terhadap proses pekerjaan yang dilaksanakan oleh PT GUNAKARYA – BASUKI, KSO.

“Sebagai perusahaan pemenang tender proyek tersebut, patut diduga adanya unsur kerja sama yang mengakibatkan kerugian miliaran rupiah, karena pekerjaan tidak dituntaskan, masa kontrak telah berakhir dan anggaran sudah habis terpakai,” sebutnya.

Menurutnya, kasus ini menjadi ujian besar bagi Kejati maupun Polda Maluku untuk menegakkan keadilan. Publik menunggu langkah tegas dan nyata untuk menyelesaikan skandal tersebut, yang kini menjadi simbol kegaga­lan pengelolaan anggaran negara.

Dia juga kembali mempertanyakan apakah kebenaran terhadap dugaan adanya pembangunan mangkrak ini akan terungkap, atau kasus ini hanya akan menjadi catatan usang dalam sejarah pengelolaan proyek di BWS Maluku. Karena itu, publik menunggu kinerja Kejati serta Polda Maluku untuk memberikan jawaban tegas atas kasus mangkraknya pembangunan Irigasi (D.I) BUBI Kabupaten Seram Bagian Timur, demi masa depan yang lebih bersih dan bebas dari korupsi.

“Untuk Balai Wilayah Sungai Maluku selain mengelola pembangunan irigasi, pihak juga mengelola bendungan BUBI di Kabupaten SBT yang diduga anggarannya telah dicairkan. Sementara pembangunan bendungan tersebut belum dapat terealisasikan secara baik, oleh karena itu BWS Maluku harus bertanggung jawab atas pembangunan irigasi serta bendungan BUBI di SBT,” Pungkasnya. (S-27)