AMBON, Siwalimanews – Walau kinerjanya ti­dak menggembirakan, direk­si dan komisaris Bank Maluku-Malut ngotot me­ne­rima penghargaan akhir tahun yang bernilai fatastis. Di tengah situasi yang tidak menentu menyang­kut Kelompok Usaha Bank yang belum jelas, jajaran direksi dan ko­misaris masih menge­luarkan Rp10 miliar lebih untuk dinikmati bersama di awal tahun ini.

Seluruh penghargaan tersebut, malah sudah ditransfer masuk ke re­kening masing-masing pejabat, Selasa (14/1), dengan rincian, direktur utama memperoleh Rp1.­200.000.000, sedangkan tiga direktur lain, masing-masing direktur pema­saran, direktur kepatuhan dan direktur umum mendapat Rp1. 080.000.000.

Di jajaran pengawas, komisaris utama memperoleh Rp972.000.000 sedangkan dua komisaris lainnya masing-masing mendapat 874. 800.000.

Berdasarkan sejumlah fakta, rea­lisasi pemberian remunerasi variabel yang dilakukan, sama sekali tidak sepadan dengan kinerja mereka dan bertentangan dengan rekomendasi Otoritas Jasa Keuangan, serta me­langgar prinsip tata kelola peru­sahaan yang baik.

Rekomendasi OJK secara tegas menyatakan bahwa pemberian re­munerasi variabel harus dilakukan setelah penetapan laporan keua­ngan setelah diaudit oleh kantor akun­tan publik, baik laporan keua­ngan semester maupun tahunan.

Baca Juga: Diduga, PLN Serobot Lahan Warga tanpa Izin, PH Ancam Lapor Menteri & Presiden

Selain itu, remunerasi variabel tersebut, semestinya mendapat per­setujuan dalam rapat umum peme­gang saham, sesuai dengan keten­tuan undang-undang. Hal ini dika­renakan nilai remunerasi variabel yang dicadangkan setiap tahun berbeda, tergantung pada kinerja perusahaan yang dilaporkan dalam RUPS, bahwa pemberian penghar­gaan tahun 2024 harus mendapat persetujuan RUPS Tahunan tahun 2025.

Sesuai Undang Undang Perse­roan Terbatas No. 40 Tahun 2007, Pasal 96 menyebutkan, gaji, tunja­ngan, dan remunerasi lain bagi di­reksi harus ditentukan berdasarkan keputusan RUPS. Hal ini juga berlaku untuk komisaris sebagai­mana diatur dalam Pasal 113, dimana besaran dan bentuk remunerasi ha­rus mendapat persetujuan peme­gang saham melalui RUPS.

Pemberian penghargaan juga tidak dilakukan seenak perut, namun didasarkan pada perhitungan key performance indicator yang dite­rapkan untuk menilai kinerja. Sa­yangnya, mekanisme tersebut tidak diberlakukan terhadap direksi dan komisaris.

Pemberian remunerasi variabel ini telah memicu ketidak puasan dan protes dari internal Bank Maluku-Malut sendiri. Pasalnya telah terjadi ketimpangan dalam besaran pemba­yaran pegawai hanya menerima 50% dari remunerasi variabel, sementara besaran penghargaan untuk direksi dan komisaris dinilai terlalu besar dan tidak memiliki standar perhi­tungan yang jelas berdasarkan kinerja.

Tidak adanya standar perhitu­ngan kinerja untuk penghargaan ini memicu ketidakpuasan di kalangan pegawai.

Salah satu pegawai Bank Maluku-Malut, kepada Siwalima, Kamis (16/1) mengaku sangat kaget dengan remunerasi variabel yang diterima direksi dan komisaris.

Pegawai yang minta namanya tidak ditulis ini mengaku, sebagian besar karyawan protes atas kebija­kam direksi dan komisaris yang hanya mengutamakan pendapatan mereka.

Dia bilang, semestinya yang men­jadi tolak ukur dalam perhitungan kinerja direksi dan komisaris adalah kehadiran mereka, dimana sorotan utama adalah tingkat kehadiran direksi yang dinilai sangat rendah.

Dia lalu mencontohkan, kehadiran Direktur Pemasaran Yeti Likur, di kantor hanya selama 52 hari dalam dalam tahun 2024, atau rata-rata 1 hingga 2 hari per minggu.

“Sisa hari lainnya digunakan untuk perjalanan dinas yang dise­but tidak memberikan dampak posi­tif signifikan terhadap perkem­bangan bank. Hal yang sama terjadi pada direksi dan komisaris yang lain dimana kehadiran mereka sangat minim di kantor sehingga berdampak pada pola manajemen bank,” rin­cinya.

Selain itu tambah dia, kegagalan direksi dalam proses KUB dimana Selama tahun 2024, direksi dan ko­misaris Bank Maluku-Malut diang­gap gagal.

“Kegagalan mereka memicu keti­dakpastian terkait arah pengemba­ngan dan keberlanjutan bisnis bank, sehingga menimbulkan keresahan di kalangan pemegang saham dan pegawai,” imbuhnya.

Keberhasilan kinerja Bank Ma­luku-Malut sepanjang tahun 2024, tambah sumber ini dinilai bukanlah hasil kerja direksi dan komisaris, melainkan buah dari kerja keras para pegawai yang tersebar di seluruh wilayah Maluku dan Maluku Utara.

Masih menurut sumber ini, ber­dasarkan Peraturan OJK No. 45/POJK.03/2015 tentang Tata Kelola dalam Pemberian Remunerasi bagi Bank Umum Pasal 12 mengatur bah­wa pemberian remunerasi variabel harus berdasarkan capaian kinerja yang terukur dan dapat dipertang­gungjawabkan, dengan mempertim­bangkan risiko yang diambil selama periode kinerja, kondisi keuangan perusahaan, dan keberlanjutan jangka panjang serta mendapatkan persetujuan dari RUPS.

Mengapa persetujuan RUPS sangat penting?

“RUPS adalah forum pengambilan keputusan tertinggi bagi pemegang saham untuk memberikan persetu­juan terhadap kebijakan strategis perusahaan, termasuk kebijakan remunerasi direksi dan komisaris. Artinya persetujuan RUPS memasti­kan bahwa pemberian remunerasi tidak merugikan kepentingan peme­gang saham, terutama dalam hal alokasi keuntungan perusahaan,” tandas sumber itu.

Ngaku Bank Sehat

Terpisah, Direktur Utama Bank Maluku-Malut, Syahrizal Imbrar yang kepada Siwalima mengaku, pemberian penghargaan tersebut itu disepakati RUPS dan sesuai dengan Peraturan OJK maupun Undang Undang Nomor 13 Tahun 2023 tentang Ketenagakerjaan.

Itu benar pemberian penghargaan dan ini sesuai RUPS maupun POJK serta UU tentang Ketenagakerjaan,” jelas dia melalui telepon selulernya, Kamis (17/1).

Ditanya soal pemberiaan peng­hargaan yang mencapai nilai 1 miliar lebih kepada direksi maupun komisaris, kata Syarizal, pemberian penghargaan tersebut sudah sesuai POJK, dan jika tidak diberikan itu melanggar hak asasi.

“Nilainya bisa mencapai itu karena dihitung satu kali gaji dikali 12 bulan, dan itu berlaku semua untuk perbankan. Ini juga sesuai dengan PJOK, karena kita diawasi oleh OJK, karena jika tidak diberikan itu tentu melanggar hak asasi manusia,” ujarnya.

Ditanya soal KUB yang tidak jelas, sehingga Gubernur Maluku terpilih Hendrik Lewerissa juga harus turun tangan langsung mena­nggani masalah ini, Syarizal membe­narkannya. “Benar pak gubernur terpilih turun membantu memberi­kan perhatian serta semangat dan mem­bantu proses tersebut,” tuturnya.

Dikatakan, KUB telah disepakati dengan Bank DKI, dan oleh Bank DKI juga sudah melakukan per­temuan langsung dengan Bank Maluku Malut.

”Untuk KUB dan Bank DKI, kita sudah selesai tanggal 30 Desember 2024 lalu, dan tanggal 15 Januari kemarin tim dari Bank DKI sudah turun ke Ambon bertemu bersama dengan kita,” katanya.

Menurut dia, kinerja Bank Maluku-Malut saat ini tumbuh sehat, hal ini dibuktikan dengan laba sebelum pajak tahun 2023 sebesar Rp174,5 miliar, laba sebelum pajak (un audited) Tahun 2024 Rp223,2 miliar dimana mengalami pening­katan 28%. CAR 31,80%, ROA 2,50%, meningkat dibanding Tahun 2023 sebesar 1,85%.

“Tingkat kesehatan bank kami oleh OJK dinyatakan PK 2 atau sehat,” sebutnya sembari menam­bahkan kinerja tumbuh sehat ini sudah sejak awal tahun 2022 lalu.

Akademisi Kecam

Terpisah akademisi hukum Unidar, Rauf Pellu menyayangkan pembe­rian penghargaan bagi direksi dan komisaris faktanya kurang sesuai dengan kinerja di lapangan.

Kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Kamis (17/1), Pellu bi­lang, jika pemberian penghargaan mencapai Rp10 miliar lebih kepada direksi maupun komisaris sementara kinerja mereka diduga tidak sesuai dan bertentangan dengan rekomen­dasi OJK, serta melanggar prinsip tata kelola perusahaan yang baik.

Menurutnya, sesuai dengan tata kelola perusahaan maka pemberian gaji, tunjangan dan sebagainya ha­rusnya sesuai rapat umum peme­gang saham dan sesuai dengan Peraturan OJK, jika itu melanggar  maka ini sangat disayangkan.

Karena itu, Rauf meminta agar OJK meninjau kembali pemberian pengharaan tersebut, bila perlu jika itu bertentangan maka anggaran yang sudah mengalir pada direksi dan jajarannya haruslah dikembalikan.

Dia juga mengecam, disaat ang­garan dibutuhkan untuk menumbuh­kan Bank Maluku Malut sebagai aset daerah ini tumbuh sehat dengan baik, dengan melakukan KUB dengan bank lainnya. “Kan KUB kemarin dengan Bank Jabar Banten gagal, ini dengan Bank DKI, nah ini harus serius jangan gagal lagi. KUB harus jelas dan diupayakan jangan kemudian gagal lagi,” kesalnya. (S-05/S-26)