Kajari SBT dan Mantan Kasi Pidsusnya akan Dilaporkan
Halangi Pengembalian Kerugian Keuangan Negara
AMBON, Siwalimanews – Kepala Kejaksaan Negeri SBT, Eddy Samrah Limbong dan mantan Kasi Pidsus Kejari SBT, Rido Sampe akan dilaporkan ke Kejagung terkait tindakan menghalangi pengembalian kerugian negara dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi penyimpangan dalam pekerjaan pembangunan Ruang NICU, Dinas Kesehatan Kabupaten SBT.
“Kerugian negara hanya 50 hingga 100 juta untuk dua kasus yang berbeda, Jaksa Pidana Khusus Kejaksaan SBT memaksakan untuk naik ke tahap penyidikan apalagi sampai penetapan tersangka tanpa mempertimbangkan instruksi Kejagung, kemudian menggunakan biaya operasional penanganan perkara dengan nilai ratusan juta rupiah. Kalau seperti ini, justru Kapala Kejaksaan SBT dan mantan Kasi Pidsus, Rido Sampe yang merugikan negara,” tandas Moh Irwan Mansur, Kuasa Hukum ZA, melalui press releasenya, kepada Siwalima, melalui telepon selulernya, Minggu (29/9).
Irwan juga meminta Kejati Maluku mengevaluasi kinerja Kajati dan mantan Kasi Pidsus Kejari SBT, Rido Sampe.
Selain itu, Irwan juga mengaku kecewa terhadap kinerja pihak Kejari SBT terkait larangan Pendampingan Hukum terhadap kliennya oleh Rido Sampe.
Irwan menjelaskan, kliennya ZA (Kontraktor), bukan diperiksa oleh Penyidik/Jaksa pada Kejari SBT, namun untuk memberikan klarifikasi dan konfirmasi oleh tim Ahli BPKP Perwakilan Provinsi Maluku, terkait perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi Penyimpangan dalam Pekerjaan Pembangunan Ruang NICU Dinas Kesehatan Kabupaten SBT.
Baca Juga: Subair: Keterlibatan Kadis P3A Masih Telusuri“Larangan tersebut tidak mematahkan semangat saya sebagai seorang Pengacara yang punya tanggung jawab hukum terhadap klien saya berdasarkan UU/18/2023 tentang Advokat. Saya tetap melakukan pendampingan sampai selesai, tanpa mengindahkan larangan Jaksa ini,” ungkap Irwan.
Dikatakan, jaksa tersebut mempersoalkan bahwa tidak ada satu pasal pun di dalam KUHAP yang mengatur saksi/terperiksa diwajibkan untuk didampingi oleh seorang pengacara di tingkat penyelidikan maupun penyidikan.
Pertanyaannya, apakah KUHAP memberikan wewenang kepada Penyidik/Jaksa melarang seorang saksi sebagai Warga Negara Indonesia menunjuk pengacara atas kesaksiannya di tingkat penyelidikan maupun penyidikan satu perkara pidana??.
“Sebagai warga negara Indonesia, klien saya punya hak untuk menunjuk Pengacara. Apalagi ini berkaitan dengan proses klarifikasi dan konfirmasi oleh Ahli BPKP Perwakilan Provinsi Maluku, bukan dalam konteks dia di priksa oleh Penyidik/Jaksa pada Kejaksaan Negri Kabupaten SBT. Dalam proses pendampingan, BPKP Perwakilan Provinsi Maluku juga tidak keberatan, apalagi Jaksa tersebut sudah tidak bertugas di Kejaksaan Negeri Kabupaten SBT,” tuturnya.
Pengacara muda ini juga menegaskan, kliennya dihadirkan di Kejaksaan Negeri Kabupaten SBT untuk proses konfirmasi/klarifikasi pada hari Sabtu (7/9) lalu.
Selanjutnya, diketahui Jaksa atau mantan Kasi Pidsus pada Kejaksaan Negri Kabupaten SBT ini sudah tidak lagi bertugas di Kejaksaan Negeri Kabupaten SBT sekitar satu atau dua bulan yang lalu. “Jaksa semacam ini tidak dibutuhkan dalam proses penegakkan hukum di negeri ini,” ujarnya.
Irwan membeberkan, ada beberapa perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi yang terkesan terburu-buru dan dinilai di paksakan dan tidak sesuai dengan ketentuan yang dimuat dalam KUHAP.
Misalnya penetapan tersangka terhadap Direktur RSU Pulau Gorom yang pada akhirnya lewat rekan-rekan Pengacara di SBT mengajukan Praperadilan dan dikabulkan oleh Hakim pada Pengadilan Negeri Dataran Hunipopu Kabupaten SBT.
“Dengan dikabulkannya permohonan praperadilan atas penetapan tersangka Direktur RSU Pulau Gorom itu, menjadi contoh buruk dari kerja jaksa-jaksa Pidana Khusus, baik di Kejaksaan Negeri Kabupaten SBT maupun Kejaksaan Cabang Negeri Seram Timur, Geser,” paparnya.
Ditambahkan, pada saat pendampingan hukum untuk kliennya yang lain (TR), dengan kapasitas sebagai saksi dalam kasus yang sama, kliennya bukan dimintai keterangan dalam konteks klarifikasi/konfirmasi oleh tim Ahli BPKP perwakilan Provinsi Maluku atas temuan BPK tetapi dicecar dengan pertanyaan-pertanyaan yang masuk pada wilayah penyidik.
“BPKP sudah tidak lagi bekerja sesuai kewenangan yang diberikan oleh UU, dimana BPKP hanya sebatas mengaudit kerugian keuangan Negara, bukan mengejar unsur yang adalah ranah kerja Penyidik Kejaksaan,” tegasnya.
Menurut Irwan, pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan kepada kliennya TR oleh BPK Perwakilan Provinsi Maluku, seperti pertanyaan-pertanyaan yang diduga sudah disiapkan oleh Penyidik Kejaksaan Negri Kabupaten SBT dengan tim Ahli BPKP perwakilan Provinsi Maluku.
Selain itu, ada juga kejanggalan-kejanggalan dalam kasus ini dari awal penyelidikan sampai di paksakan naik ke tahap penyidikan. “Temuan kerugian keuangan negara menurut BPK sebesar 12 juta rupiah dan denda keterlambatan 30 juta rupiah sekian jika ditotalkan hanya 50 jutaan, namun denda keterlambatan bukan termasuk katagori tindak pidana tapi lebih ke arah Perdata. Klien saya ZA sudah melakukan pengembalian sebesar 15 sampai 17 juta berdasarkan bukti, seharusnya klien saya diberikan ruang untuk melakukan pengembalian kerugian keuangan Negara, kalau kerugian dengan nilai begitu. Tapi ini malah dipaksakan untuk dinaikan ke tahap penyidikan,” katanya.
Lebih kesal lagi, ada salah satu item yang dikerjakan dengan nilai ratusan juta rupiah, diluar dari R.A.B, atas inisiatif klien saya ZA menggunakan anggaran dari Proyek tersebut, tidak di masukan sebagai hal-hal yang menguntungkan klien saya sebagai Kontraktor. Logikanya, apabila Salasar yang di bangun dengan nilai ratusan juta rupiah itu di hitung dengan nilai temuan BPK, otomatis tidak ada kerugian keuangan Negara,” imbuhnya.
Irwan mengaku, dalam waktu dekat ini dirinya akan menyurati Kejati Maluku untuk mengevaluasi Jaksa atau mantan Kasi Pidsus tersebut, terkait dengan kerja-kerja Jaksa yang tidak sesuai prosedur.
“Juga dugaan proyek pagar lingkar Kantor Kejaksaan Negri serta paving blok pada Kantor Kejari Kabupaten SBT yang ditangani oleh mantan Kasi Pidsus ini,” terangnya.
Ada juga temuan BPK dalam proyek pagar Rumah Sakit Banghoi dengan nilai temuan sebesar 140 Juta tapi diduga tidak di pressure sama mantan Kasi Pidsus dan Kajari SBT. “Tujuannya apa mantan Kasi Pidsus ini sama-sama dengan WS yang punya bendera. Kuat dugaan Kasi Pidsus ini pakai untuk proyek pagar Kantor Kejaksaan itu, terus mereka juga tangani Mes pegawai kantor Kejaksaan dan proyek solar sel,” ungkapnya lagi.
Kajari SBT, Eddy Samrah Limbong dan mantan Kasi Pidsus Kejari SBT, Rido Sampe, tidak berhasil dikonfirmasi Siwalima, melalui telepon selulernya, Minggu (29/9). (S-08)
Tinggalkan Balasan