AMBON, Siwalimanews – Dewan Pimpinan Daerah Forum Pemberdayaan Perempuan Indonesia Provinsi Maluku, menilai Kota Ambon saat ini sedang tidak baik-baik saja.

Hal ini berkaitan dengan viralnya sejumlah video-video asusila maupun video kekerasan lainnya yang terjadi belakangan ini.

Ketua FPPI Maluku Vonny Litamahuputty dalam rilisnya yang diterima redaksi Siwalimanews, Kamis (4/7) menuturkan, pertengahan tahun  ini,  banyak sekali kejutan-kejutan yang membuat orang tua semakin kuatir terhadap pergaulan bebas anak-anak yang terjadi di Kota Ambon.

Bahkan ia menyebutkan, ada sejumlah kasus yang membuat orang tua semakin was-was terhadap pergaulan anak mereka, baik disekolah maupun lingkungan rumah. Seperti kasus kekerasan dikalangan anak sekolah (SD -SMA), beredarnya video-video asusila yang melibatkan anak sekolah maupun orang dewasa yang dilakukan dengan sengaja maupun tidak sengaja.

Selain itu, beredarnya video asusila yang melibatkan sesama jenis di tempat wisata yang merupakan tempat umum, beredarnya video asusila yang dilakukan oleh pasangan beda usia, maraknya penggunaan aplikasi michat, kasus kekerasan dalam rumah tangga, terjadinya pembullian di dunia maya maupun dunia nyata.

Baca Juga: Temui Kapolda, Kabinda Bahas Investasi dan Pembangunan di Maluku

“Ini menunjukan minimnya etika penggunaan media sosial, sehingga ramai-ramai para pelaku memviralkan kasus yang sementara menjadi hot issue di kota ini,” ujarnya.

Untuk itu, pihaknya meminta pihak kepolisian, menindak dengan tegas para pelaku atas peristiwa-peristiwa yang terjadi belakangan ini, terutama soal penyebaran video asusila secara berantai yang dilakukan oknum-oknum tidak bertanggungjawab.

Belum lagi, soal penyebaran video atau foto pelaku maupun korban saat pemeriksaan oleh pihak kepolisian. Ini juga perlu dibatasi dan harus menjadi perhatian.

“Apakah semua ini adalah satu kebiasaan yang dengan mudah ditolerir sehingga simpati dan empati dari masyarakat maupun pemerintah seperti tak ada lagi. Yang terjadi, justru sebagian masyarakat berlomba untuk turut memviralkan kasus-kasus asusila dengan melakukan re-posting atau memparodikan ulang kegiatan yang terjadi dengan kata-kata atau video pendek,” cetusnya.

Menurutnya, tatanan dan norma kehidupan orang Maluku, kini hilang hanya karena ingin mendapat apresiasi dari pengguna media sosial lainnya tanpa berpikir dampak bagi pelaku, korban, maupun anak-anak yang secara kebetulan mendapatkan postingan-postingan tersebut.

Berkaitan dengan ini, pihaknya juga meminta agar saat pemeriksaan pelaku oleh pihak kepolisian, para penyidik dilarang keras mengambil video-video dimaksud. Jika kedapatan bahwa penyebaran itu bersumber dari mereka, maka para pimpinan, baik kapolresta maupun Kapolda Maluku, harus menindak seluruh penyidik yang bertugas saat itu.

“Kegelisahan ini menjadi bagian yang tak terpisahakan dari kami DPD FPPI Maluku,” ujarnya.

Untuk itu kata Litamahuputty, pemerintah perlu mengambil sikap untuk mengatasi persoalan yang sementara terjadi di kota dan daerah saat ini. Pembinaan bagi pelaku maupun korban, baik secara hukum maupun psikis, harus dilakukan sehingga tidak berdampak luas ke depan.

Jangan lupa juga, menindak dengan tegas penyebaran video secara berantai di ruang publik melalui berbagai media sosial itu juga menjadi penting untuk memberikan efek jerah. Pemerintah harus segera mengambil sikap untuk mengatasi persoalan ini.

Perlindungan terhadap korban, pelaku, dan juga saksi perlu ditegakan dalam penanganan berbagai kasus yang terjadi saat ini, dengan tetap penegakan sanksi kepada sekolah yang anaknya kedapatan melakukan tindakan-tindakan yang melanggar aturan dan norma yang terjadi di ruang sekolah maupun ruang publik lainnya.

“Pengguna aplikasi michat juga harus ditindak sehingga tidak berdampak pada maraknya kekerasan seksual maupun seks bebas di kota ini, sehingga bisa berdampak bagi meningkatnya penyakit menular ditambah, perkembangan hubungan sesame jenis yang perlahan tapi pasti semakin nyata di kota Ambon,” ujarnya.

Ia menegaskan, kerjasama antar stakeholder untuk menjadikan Ambon yang ramah terhadap anak, dan perempuan perlu dilakukan, bangun koordinasi antar sekolah dan orang tua, sehingga menekan berbagai kasus yang terjadi, seperti kasus kekerasan fisik, psikis, dan sexual dikalangan siswa/i.

Namun yang terpenting, adalah peran orangtua dalam melakukan pengawasan terhadap aktivitas anak diluar rumah maupun dalam penggunaan handphone, peran tokoh agama dan tokoh masyarakat dalam bentuk himbauan kepada umat/masyarakat.

“Peran pemerintah dalam hal ini dinas terkait agar berkolaborasi dengan organisasi-organisasi perempuan untuk melakukan aksi bersama/kampanye dalam upaya mencegah kasus-kasus kekerasan seksual dan kasus lainnya, itu terjadi lagi,” usulnya.(S-25)