AMBON, Siwalimanews – Menjelang berakhirnya tahun 2024, DPRD Kota Ambon menggelar refleksi akhir tahun yang berlangsung di Baileo Rakyat Belakang Soya, Selasa (31/12).

Refleksi akhir tahun yang dipimpin Pendeta John Ruhulessin itu, dihadiri oleh seluruh anggota, staf DPRD, dan warga kota.

Ketua DPRD Kota Ambon Mourits Tamaela pada kesempatan itu, menekankan pentingnya menutup tahun dengan rasa syukur dan semangat memperbaiki diri untuk menghadapi tahun yang baru.

Bahkan menurutnya, tahun 2024 sudah menjadi bagian dari sejarah. Apa pun yang dialami, baik suka maupun duka, untung atau rugi, patut disyukuri.

“Karena Tuhan telah menghantar kita sampai disini. Saatnya kita tinggalkan segala sakit hati, iri, dan dengki untuk menyongsong tahun baru dengan penuh damai sejahtera,” ucap Tamaela.

Baca Juga: Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur Terpilih Molor

Tamaela juga mengingatkan seluruh anggota DPRD untuk kembali fokus pada tugas dan tanggung jawab masing-masing setelah berakhirnya pesta politik.

“Politik bukan segalanya, politik bukanlah tolok ukur moral dan etika, kini saatnya kita bergandeng tangan untuk melayani masyarakat dan bekerja dengan sepenuh hati,” pesan Tamaela.

Tamaela juga menyampaikan permohonan maaf kepada Sekretaris DPRD, staf, karyawan, dan sesama anggota dewan atas segala kekurangan selama tahun 2024.

“Saya mohon maaf bila ada salah yang telah terjadi. Mari kita jadikan ini sebagai momentum untuk belajar dan memperbaiki diri demi masa depan yang lebih baik. Mari kita tatap tahun 2025 dengan optimis,” tandas Tamaela.

Pasalnya kata Tamaela, semua orang tidak tahu apa yang akan terjadi di tahun depan. Namun, dengan saling mendukung dan menjunjung semangat kebersamaan, maka dapat menghadapi apa pun yang ada di depan dengan penuh keyakinan dan harapan.

Sebelumnya, Pendeta John Ruhulesin dalam refleksi akhir tahunnya mengambil inspirasi dari injil perjanjian lama Ibrani 11:24-27. Dimana mantan ketua Sinode GPM ini, mengajak anggota DPRD, staf dan karyawan, serta warga kota, untuk memaknai hidup sebagai sebuah perjalanan yang penuh warna.

“Jika hidup ini adalah sebuah sajak, biarlah itu menjadi sajak yang indah. Jika ini adalah drama, mari kita pastikan drama itu membawa nilai yang bermakna,” ucap pendeta Ruhulessin. (S-25)