AMBON, Siwalimanews – Mantan Walikota Tual, Adam Rahayaan meminta majelis hakim Pengadilan Tipikor Ambon untuk membebas­kannya dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum.

JPU sebelumnya menuntut AR, sapaan Rahayaan, de­ngan pidana 7 tahun penjara dalam kasus Cadangan Beras Pemerintah (CBP) Kota Tual Tahun 2016.

Menurut penasehat hukum AR, John Ber­hitu Cs bahwa terdak­wa tidak terbukti me­lakukan tindak pidana korupsi kasus CBP Kota Tual Tahun 2016.

Pasalnya berdasarkan ber­ba­gai keterangan maupun bukti yang disampaikan oleh para saksi dalam persidangan menyatakan bahwa unsur setiap orang yang disampai­kan oleh JPU, tidak bisa di­uraikan

Demikian diungkapkan Berhitu dalam tanggapan atau Du­plik terhadap replik JPU dalam per­sidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Ambon, Jumat (20/9)

Baca Juga: Akademisi: KPA Covid, Bupati MBD Perlu Diperiksa

Kata Berhitu, unsur setiap orang yang diuraikan dalam tuntutan mau­pun replik JPU tidak disebutkan peran terdakwa dalam hal turut serta melakukan seperti apa.

“Setiap Orang yang diuraikan dalam tuntutan maupun replik Pe­nuntut Umum, tidak disebutkan pe­ran terdakwa dalam kualifikasi seba­gai apa. Apakah sebagai orang yang melakukan atau turut serta melakukan, karena seseorang tidak mungkin bertindak sekaligus, “ujarnya

Untuk itu, lanjut Berhitu, unsur se­tiap orang yang dituduhkan oleh JPU tidak dapat dinyatakan terpe­nuhi, jika perbuatan yang didak­wakan kepada diri Terdakwa tidak memenuhi bestandeel delict sesuai kualifikasi apakah sebagai Pleger, Doen Plegen ataukah Dader.

Selain itu, lanjut Berhitu Cs, Unsur melawan hukum, dalam tuntutan JPU tentang pemberantasan tipikor menyimpulkan bahwa terdakwa me­la­kukan perbuatan melawan hukum. Akan tetapi berdasarkan fakta-fakta dari berbagai keterangan saksi-saksi dalam persidangan menyatakan, bahwa para saksi ketika melakukan pembagian beras tidak pernah meng­arahkan masyarakat untuk memilih pasangan AMAN dalam Pilkada.

“Di dalam BAP ada beberapa saksi menyatakan keterangan yang berbeda dihadapan penyidik lanta­ran ada tekanan. Akan tetapi dida­lam persidangan, keterangan saksi-saksi seperti halnya Saleh Latitu menyatakan bahwa tidak pernah mengarahkan masyarakat untuk memilih pasangan AMAN saat mela­kukan pembagian CBP, “bebernya.

Tidak hanya itu, terkait dokumen pencairan dana yang diperuntukan untuk CBP, kata PH, para saksi juga menyatakan bahwa tandatangan yang tertuang dalam dokumen berbeda dengan tanda tangan milik terdakwa, dan hal itu juga telah disampaikan berulang kali oleh terdakwa bahwa dari dokumen-dokumen itu bukan tanda tangan terdakwa.

Berhitu dan rekan juga menyam­paikan bahwa berdasarkan surat dari Bulog Maluku menerangkan bahwa pencairan dana CBP Tahun 2016 dan 2017 tidak menyebutkan rincian be­rapa besaran untuk Kota Tual. Se­lain itu pula, dalam surat perta­nggungjawaban mutlak dari Direktur Bulog menyatakan bahwa bertang­gung jawab penuh atas seluruh kegiatan CBP.

“Sehingga jika di kemudian hari terdapat kelebihan pencairan dana APBN dan atau APBN-Perubahan un­tuk kegiatan pencairan CBP, maka Bu­log bersedia menyetorkan kelebi­han pembayaran ke kas negara,“ ujarnya.

Berhitu Cs juga menyinggung soal berbagai bukti kwitansi tagihan maupun pembayaran tidak dilampir­kan oleh penyidik maupun JPU dalam BAP. Padahal hal itu sangat diperlukan untuk membuktikan bahwa proses pencairan dana CBP sudah sesuai mekanisme dan hal itu juga dibenarkan oleh JPU dalam persidangan.

Dari berbagai fakta tersebut maka berhitu cs tetap pada pembelaan mereka yakni bahwa terdakwa Adam Rahayaan tidak terbukti dalam seluruh unsur sebagaimana dakwan primair sehingga meminta meminta majelis hakim menjatuhkan vonis bebas kepada terdakwa.

Usai mendengar duplik dari PH terdakwa, majelis hakim sidang yang dipimpin oleh Wilson Shiver dengan anggota majelis hakim Anthonius Sampe dan Hery Anto Simanjuntak menunda sidang hingga 7 Oktober dengan agenda. pembacaan putusan majelis hakim.

Dituntut 7 Tahun

Sebelumnya, JPU Ester Wattimury dan rekan menuntut terdakwa Adam Rahayaan agar dijatuhi hukuman penjara 7 Tahun.

Tuntutan itu lantaran Rahayaan diduga melakukan penyalahgunaan jabatan dalam kasus dugaan korupsi CBP Kota Tual pada tahun 2016-2017, yang mengakibatkan kerugian Negara sebesar Rp1,8 miliar. (S-29)