Dipalang Paksa, Murid SD Alahilaal tak Bisa Sekolah
NAMLEA, Siwalimanews – Siswa SD Alahilaal Desa Batujungku, Kecamatan Batabual, terpaksa melakukan aktivitas belajar mengajar di Masjid Al-Makmur dan gedung Taman Pengajian Al-Quran lantaran sekolahnya di palang secara paksa.
Aksi tidak terpuji itu dilakukan oleh Aminor dan Saiful yang merupakan warga setempat sejak hari Minggu (2/6). Dan perbuatan keduanya bukanlah kali pertama terjadi.
Taher Fua salah satu tokoh masyarakat Batujungku yang dikonfirmasi wartawan mengaku tindakan itu untuk yang kedua kalinya.
“Murid dan guru tidak bisa beraktifitas di sekolah mereka,”kata Fua.
Ia menyesali perilaku dua oknum tersebut padahal merupakan orang tua dari salah satu guru yang selama ini bersekolah di SD Alahilaal. Diduga tindakan itu sebagai imbas dari ortu mereka tidak menjadi kepala sekolah di sana.
Baca Juga: Daniel Rigan, Penantang Baru di Pilkada Buru“Ini bukan pertama kali mereka melakukan pemalangan gedung sekolah.Beberapa minggu lalu juga sempat dilakukan palang, namun telah difasilitasi oleh Polsek Batabual dan Pemdes Batujungku untuk membuka. Namun dipalang lagi di hari Minggu,” jelasnya.
Perbuatan kedua pelaku ini menurutnya tak boleh terus dibiarkan, sebab bukan bangunan milik pribadi, tapi fasilitas negara.
“Perbuatan pelaku mengancam proses belajar mengajar, apalagi saat ini para siswa sedang melakukan ujian semester, kasihan,” ujarnya.
Untuk itu, masalah ini ia, telah mendatangi Polres Pulau Buru guna melaporkan kedua pelaku biar segera dipanggil dan dimintai keterangan.
Dia menambahkan, pelaku juga mengklaim tanah yang dibangun sekolah itu milik almarhum kakeknya bernama Tete Siding.
Setahu dirinya, sebelum dibangun SD Alahilaal, tanah tersebut telah dijual oleh Tete Siding kepada Tete Sehol. Keduanya kini sudah almarhum.
“Penjualan tempo dulu itu tidak dibekali dengan surat-surat. Tapi masyarakat Batujungku semua tahu, kalau lahan itu sudah jadi milik Tete Sehol, karena di sana beliau punya tanaman umur panjang yang ditanam olehnya dan buktinya masih ada sampai sekarang,” urainya.
Sekalipun lahan itu milik Tete Siding, lanjutnya, dalam membangun sekolah di saat itu, harus disediakan terlebih dahulu lahannya, baik dengan cara membeli atau hibah.
“Jadi kalau sesuatu yang telah dihibahkan kepada pemerintah pada awal sebelum pembangunan, kok hari ini bisa di ambil kembali?,” tanya Taher. (S-15)
Tinggalkan Balasan