AMBON, Siwalimanews – Diduga menggunakan dokumen palsu, Nyi Mas Siti Aminah mengklaim, bahwa sekitar 797 hektare lahan di Negeri Batu Merah, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon, atau sekitar setengah dari Negeri Batu Merah adalah lahan miliknya.

Namun anehnya, yang digugat bukan 797 hektare lahan sesuai bukti dokumen yang diduga palsu itu, tetapi hanya 288 hektare atau sebagian dari 797 hektare tersebut.

Ironisnya lagi, dari 288 hektare lahan yang digugat sebagian lahan diantaranya, yakni sekitar 6.000 lebih meter persegi, adalah milik ahli waris Patria Hanoch Pieters sebagai pemilik lahan yang sah berdasarkan putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap dan telah diekskusi, kemudian dibuktikan dengan sertifikat Nomor 354 atas lahan tersebut.

Diketahui, meski sebagai tergugat dalam gugatan Siti Aminah, ahli waris Pieters mengaku, tidak pernah menerima surat panggilan sidang dari PN Ambon dalam perkara dimaksud. Dirinya baru mengetahui setelah adanya putusan pengadilan atas perkara dimaksud, yang mana itupun diketahui dari sistem ecort milik kuasa hukumnya.

Berdasarkan pemberitahuan putusan melalui sistem ecort itu, ditemukan sejumlah dokumen yang dipakai Siti Aminah saat menggugat dirinya dan beberapa pihak lainnya, adalah diduga palsu. Maka itu menjadi dasar pelaporannya ke Polda Maluku yang dilaporkan sejak Juni 2024 kemarin.

Baca Juga: Wai Yala Tertangani, Akses Kendaraan Kembali Normal

“Atas dasar itulah, saya melaporkan dugaan pemalsuan dokumen kepemilikan lahan yang didalamnya terdapat milik saya (6.000 lebih meter persegi) ke Polda Maluku sejak Juni 2024 kemarin. Dengan terlapor Chepy Suhendily Bin Emi dan kawan-kawan,” ungkap ahli waris Patria Hanoch Pieters yang didampingi Kuasa Hukumnya Ibrahim Rumaday kepada wartawan di Ambon, Rabu (10/7).

Dugaan pemalsuan yang terlihat nyata dari dokumen-dokumen tersebut lanjut Pieters, yakni pada kertas surat yang terlihat baru dibuat, tinta yang baru dibuat, cap dan tanda tangan yang diduga dipalsukan. Pasalnya, dalam dokumen surat yang diduga palsu itu, terlihat membuat bahwa, Eigendom Verponding 986 tanggal 20 Maret 1938 Nomor 47 atas nama Ny Mas Siti Aminah atau dipanggil Nyi Mas Enceh dan surat ukur disertai terjemahannya, serta usia surat yang sudah selama 86 tahun, dimana fisik suratnya masih terlihat bagus, cap dan tanda tangan masih terlihat baru seperti hasil scan. Selain itu, surat ukur yang dibuat tahun 1917 atau sudah berusia 107 tahun, namun fisiknya masih terlihat baru, termasuk tinta dan tulisan yang terlihat baru, serta dalam dokumen surat tersebut, disebutkan Kabupaten Ambon, Kecamatan Batu Merah.

Tidak hanya, dalam dokumen surat yang diduga palsu itu, juga disebutkan Desa Batu Merah. Sementara pada tahun itu, belum dikenal istilah desa.

“Belum lagi tulisan dalam surat sebagian menggunakan komputer dan sebagian tulisan tangan yang terlihat masih baru dan/atau diprint out dari komputer. Sementara jaman itu, mungkin belum mengenal adanya komputer. Bahwa berdasarkan fakta dan bukti-bukti sebagaimana tersebut diatas, kami telah melaporkan secara resmi ahli waris, Siti Aminah termasuk kuasa hukumnnya ke Polda Maluku sebagaimana laporan polisi Nomor: LP/B/113/VI/2024/SPKT/ Polda Maluku tanggal 17 Juni 2024,” jelasnya.

Adapun laporan dugaan tindak pidana dokumen/surat palsu menurut Pieters dapat diuraikan, bahwa dari bukti ini, ditemukan fakta area/objek tanah Eigendom Verponding 986 pada tahun sebagaimana tersebut, masih berada diwilayah Kabupaten Maluku Tengah dan bukan Kota Ambon.

Selain itu, di Provinsi Maluku, tidak pernah ada Kabupaten Ambon ataupun Kecamatan Batu Merah. Hal lain yang ditemukan adalah, tulisan dan cap terlihat seperti hasil scan, karena tulisan yang discan terlihat lebih jelas dari cap yang seharusnya tulisan setelah ditimpal cap akan tertlihat kurang jelas, tetapi faktanya, dokumen ini sebaliknya didalam Eigendom Verponding, maupun surat ukur tidak ada luas tanah.

“Padahal, akta ini diterbitkan oleh Notaris G H Thomas yang didalam penggambaran tercantum kalimat yang diterjemahkan tertulis, bahwa bidang tanah yang digambarkan memiliki luas 2.882 00M2 (288,2 hektare), padahal Eigendom Verponding yang terdaftar resmi dan diakui oleh Negara Republik Indonesia adalah seluas 99.2390 hektare atau 99 hektar lebih,” beber Pieters.

Selain itu, Pieters juga mengungkapkan terkait akta perkawinan antara seorang warga negara Belanda bernama Jhon Henry Van Blomestein dan Nyi Mas Siti Aminah yang ditanda tangani Kepala Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Pekalongan, dimana ini adalah kutipan kedua pada tahun 2004, dan tidak terlihat pernikahan dilakukan secara agama apa.

Tidak hanya itu, tidak ada nama pemuka agama dan kapan dilangsungkannya pernikahan dihadapan pemuka agama tersebut. Apalagi disebutkan, pencatatan sipil warga negara Belanda dan pernikahan ini disebutkan dilakukan pada tanggal 9 Oktober tahun 1901 atau sudah 123 tahun lalu, dan/atau setidaknya 103 tahun terhitung sejak diterbitkan kutipan kedua pada tahun 2004.

“Dengan demikian, dengan dasar dan bukti apa Dinas Kependudukan dan Capil Kota Pekalongan menerbitkan akta nikah tersebut. Selain itu, surat jual beli dari saudara Makatita tanggal 11 September1908 antara Abdoel Wahid Nurlette dengan Jhon Hendry Van Blommestei ditemukan fakta, bahwa usia surat 116 tahun, dimana fisik surat masih bagus, cap dan tanda tangan masih terlihat baru, surat jual beli tanpa ada tanda tangan dari pembeli, Jhon Hendry Van Blommestein yang mana pembeli adalah warga negara Belanda (yang katanya suami Siti Aminah),” tutur Pieters.

Selain itu lanjut pieters, tulisan pada surat itu menggunakan komputer dan terlihat masih baru, tanah yang dibeli seluas 797 hektare dengan rincian Dusun Dati Waoerwaseluas 297 hektar, Dusun Dati Haoehoean dengan luas 213 Hektar dan Dusun Wasikahaha seluas 287 hektar.

“Klaim kepemilikan tanah oleh ahli waris Nyi Mas Aminah seluas797 hektar atau seperdua dari luas Negeri Batumerah saat ini, (luas desabatumerah 16.67 km atau seluas 1.667 hektar), bukti kepemilikan ini tidak ada yang sama dengan klaim ahli waris dalam gugatan dengan objek sengketa seluas 288,2 hektar. Artinya tidak ada kesesuaian kepemilikan dokumen yang menjadi dasar atau bukti kepemilikan yang disebutkan menjadi Eigendom Verponding 986 tersebut dan surat Eigendom Brief Doesoen Dati Negeri Batu Merah,” urai Pieters.

Fakta dugaan pemalsuan lainnya tambah Pietrs adalah, usia surat yang berusia 97 tahun, yang secara fisik, surat masih bagus, cap dan tanda tangan masih terlihat baru, tulisan menggunakan komputer dan terlihat masih baru tanda tangan, cap, tulisan, kertas semua diduga palsu. Dimana dalam surat Dusun Dati Batu Merah ini, mencantumkan menerangkan hal yang tidak lasim, karena menyebtukan Dusun Dati Negeri Suli yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan Negeri Suli.

“Ini diduga, bahwa sebelumnya juga ada dugaan pemalsuan dokumen lain yang mungkin saja milik Suli, yang mana ketika Batu Merah dibuat, kata Suli lupa diganti. Jadi ini diduga adalah sindikat pemalsuan dokumen,” jelas Pieters.(S-25)