Era globalisasi dan perkembangan teknologi yang begitu pesat telah membawa dampak yang sangat besar terhadap aspek-aspek kehidupan manusia. Pada era ini, semua hal berkembang pesat mengikuti perkembangan teknologi. Segala jenis informasi dari berbagai belahan dunia seperti berada dalam genggaman kita. Dampak yang dihasilkan adalah munculnya budaya-budaya baru yang digemari oleh masyarakat dan dikenal sebagai budaya populer. Seiring berjalan waktu, budaya populer terus menyebar dengan dukungan perkembangan teknologi yang begitu pesat. Lalu, bagaimana budaya populer tersebut memberi dampak pada bahasa Indonesia?

Sebelum membahas pengaruhnya terhadap bahasa Indonesia, kita terlebih dahulu perlu mengenal budaya populer serta contohnya di dalam kehidupan kita. Secara leksikal, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mencatat tiga definisi dari kata populer, yaitu (1) ’dikenal dan disukai oleh orang banyak (umum)’, (2) ’sesuai dengan kebutuhan masyarakat pada umumnya atau mudah dipahami orang banyak’, dan (3) ’disukai dan dikagumi orang banyak’. Sementara itu, KBBI juga memberikan definisi tentang budaya pop, yaitu ’budaya yang diproduksi secara komersial, massal, dan menjadi ikon budaya massa’. Dalam penelitian berjudul “Ancaman Budaya Pop (Pop Culture) terhadap Penguatan Identitas Nasional Masyarakat Urban” yang dipublikasikan melalui Jurnal Kalacaraka (2020), Annisa Istiqomah mengutip definisi budaya populer yang dikemukakan Raymond Williams. Menurutnya, ada empat macam definisi budaya populer, yaitu (1) ’budaya populer sebagai kebudayaan yang disukai banyak orang’, (2) ’kerja kebudayaan yang inferior’, (3) ’kerja kebudayaan yang dimaksud untuk meraih simpati banyak orang’, dan (4) ’kebudayaan yang dibuat sekelompok orang untuk diri mereka sendiri’.

Budaya populer berkembang dalam berbagai wujud yang mudah kita temui dalam kehidupan sehari-hari, seperti musik, film, pakaian, makanan, dan sebagainya. Penyebaran budaya ini sejalan dengan terus berkembangnya teknologi informasi. Penelitian yang dilakukan oleh Aswati, dkk. pada tahun 2023 dengan judul “Mukbang: Praktik dan Komunikasi Budaya” memperlihatkan contoh penyebaran budaya populer di masyarakat. Dalam penelitian tersebut, Aswati, dkk. memaparkan fenomena mukbang sebagai produk budaya populer yang awalnya hanya dilakukan oleh masyarakat di negara Korea Selatan, terkenal melalui internet, kemudian diterima oleh masyarakat, dan akhirnya menjadi budaya global yang diikuti oleh orang-orang dari berbagai belahan dunia, termasuk masyarakat Indonesia.

Berkembangnya budaya populer ini juga berdampak pada budaya yang sudah ada yang salah satunya adalah bahasa Indonesia. Istilah-istilah yang muncul dari budaya populer turut menyumbang kosakata dan memperkaya bahasa Indonesia. Kata mukbang merupakan salah satu contohnya. Kini kata tersebut telah diserap menjadi warga kosakata bahasa Indonesia dan dapat kita temukan dalam KBBI.

Dari dalam negeri, bahasa gaul atau slang merupakan salah satu contoh budaya populer Indonesia yang memberikan pengaruh terhadap bahasa Indonesia. Slang dalam KBBI didefinisikan sebagai ’istilah linguistik untuk ragam bahasa tidak resmi dan tidak baku yang sifatnya musiman, dipakai oleh kaum remaja atau kelompok sosial tertentu untuk komunikasi intern dengan maksud agar yang bukan anggota kelompok tidak mengerti’. Kita mungkin tidak asing dengan kata-kata, seperti baper, mager, jomlo, bokap, nyokap, mantul, dan kepo. Kata-kata tersebut sudah bisa kita temukan dalam KBBI, tetapi diberi label tidak baku dan hanya digunakan dalam ragam cakapan pada situasi santai, akrab, dan informal. Meskipun tidak baku,  kosakata dari ragam informal, seperti slang tetap masuk ke dalam kamus karena sudah menjadi bagian dari kekayaan bahasa Indonesia. Penyerapan kosakata dari bahasa slang tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan frekuensi penggunaannya dan sejauh mana kata itu bertahan dalam situasi komunikasi masyarakat.

Baca Juga: Komunikasi Jaminan Sosial

Budaya populer di Indonesia, selain berkembang dari dalam negeri kita sendiri, juga banyak dipengaruhi oleh budaya populer yang berkembang di luar negeri. Contoh yang paling dekat saat ini adalah anime dari Jepang dan drakor dari Korea Selatan. Masuknya budaya pop dari luar, tentu saja diiringi dengan masuknya istilah-istilah baru yang pada akhirnya juga menjadi populer di Indonesia. Contoh istilah dari budaya pop luar negeri yang populer di Indonesia, misalnya kata wibu, manga, teriyaki, dan onigiri. Kata tersebut diserap ke dalam bahasa Indonesia dengan penyesuaian ejaan. Penggunaan kata tersebut tidak terlepas dari kesukaan masyarakat terhadap budaya Jepang, seperti lagu, anime, dan makanan.

Sementara itu, bentuk budaya pop luar yang juga digemari di Indonesia adalah drakor dan K-pop. Sama seperti kata wibu, kata drakor dan K-pop pun sudah masuk ke KBBI sebagai warga kosakata bahasa Indonesia. Melalui kegemaran masyarakat terhadap hiburan yang berasal dari Korea tersebut, masyarakat pun mulai mengikuti tren yang berkembang, mulai dari musik, pakaian, makanan, bahkan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan masyarakat di negara tersebut. Bahasa Indonesia pun mendapat dampak yang positif dari aktivitas tersebut. Istilah-istilah yang digunakan oleh masyarakat berkaitan dengan kegemarannya terhadap budaya Korea tersebut pun diserap masuk menjadi kosakata bahasa Indonesia, seperti oppa, mokbang, hanbok, dan kimci.

Masuknya budaya pop tersebut ke dalam bahasa Indonesia menunjukkan bahwa bahasa Indonesia bukanlah bahasa yang statis. Bahasa Indonesia terus berkembang secara dinamis dan mengikuti perkembangan zaman. Penyerapan istilah dari budaya populer telah menambah kekayaan bahasa Indonesia. Masuknya istilah dari budaya modern tersebut ke dalam bahasa Indonesia secara langsung juga telah merekam perkembangan peradaban di Indonesia. Meskipun demikian, perlu diingat juga bahwa kata yang diserap tersebut memenuhi syarat untuk menjadi bahasa Indonesia dan benar-benar digunakan oleh masyarakat di Indonesia secara terus-menerus dalam waktu yang lama.Oleh: Wahyudi Pasapan Staf Teknis Kantor Bahasa Provinsi Maluku.(*)