AMBON, Siwalimanews – Pemilihan Legislatif dan Presiden-Wakil Presiden tahun 2024 baru saja dihelat, Rabu (14/2).

Meski perhitungan belum usai namun diprediksi untuk DPRD Kota Ambon 50 per­sen incumbent bakal tum­bang.

Pengamat politik FISIP Universitas Pattimura Ambon, Poly Koritelu mengana­lisa, akan ada kejutan-kejutan cukup berarti dari partai dan para caleg di pileg dengan hadirnya beberapa “kuda hitam” berebut kursi legis­latif.

Koritelu melihat salah satunya di Dapil IV Baguala-Teluk Ambon dimana terjadi persaingan ketat antara caleg incumbent dan pendatang baru.

“Di dapil itu akan ada terjadi persaingan ketat misalnya di Perindo dimana bisa saja incumbent jika salah berhitung berpotensi kalah. Pak Sutrahitu bisa jadi kuda hitam disana. Belum pernah jadi legislator, tapi berpeluang karena melihat cara kerjanya di lapangan,” ujar Koritelu wartawan di Ambon, Rabu (14/2).

Baca Juga: Bawaslu Temukan Sejumlah Masalah Saat Pencoblosan, Segera Gelar PSU

Menurutnya, untuk akumulasi perolehan suara di dapil IV diprediksi calon dari Partai Golkar bisa saja meroket atau tinggi dengan caleg Zeth Pormes sebagai leading bersama kontestan internal lain.

Selanjutnya di Dapil Nusaniwe, Caleg perempuan dari PAN yang pergerakan lapangan juga masif selama masa kampanye. Hal itu cukup menimbulkan simpati dika­langan pemilih dengan menggarap semua level tanpa beda-bedakan, profesional dan rasional. Untuk meraih kursi PAN yang sempat hilang.

“Ini yang membuat kemungkinan kejutan-kejutan bisa terjadi di pileg kali ini. Banyak hal bisa saja terjadi dan menariknya ialah, muncul beberapa figur yang dianggap kuda hitam seperti di permainan catur, tidak diduga tapi lompat­annya bisa langsung skak mat,” katanya.

Dikatakan, pileg kali ini akan banyak fenomena menarik. Incumbent bekerja selama lima tahun dan banyak punya kesempatan, sumberdaya untuk jadi investasi politik. Tapi boleh jadi hal itu akan berbanding lurus dengan suara yang bakal diperolehnya. Hal yang sama juga bisa terjadi di Dapil Nusaniwe, Sirimau I maupun Sirimau II, selain di Baguala-Teluk Ambon.

Sementara PDIP, Golkar dan Gerindra tentu menempati posisi-posisi yang penting untuk me­mimpin parlemen di Belakang Soya. Ketiganya dipastikan akan dominan bersaing ketat lagi menjadi pe­menang pileg di Kota Ambon.

Namun Golkar untuk dapil Nusaniwe misalnya, yang saat ini kursinya milik Ely Toisuta dan Sirimau II yang diisi Etha Siahay mesti hati-hati “hilang”. Karena basis dukungan dan suara mereka di kedua dapil itu bisa saja alami perubahan dan tergerus.

Oleh karena banyak pendatang baru atau kuda hitam tak saja di Golkar, tetapi juga di partai lain. Ini juga karena publik distrust yang muncul bukan karena figurnya jelek, tapi gelombang persoalan yang menimpa pemilih. Sebab ada rangsangan eksternal yang membuat mereka terdorong mencari suasana baru termasuk mencari partai baru, figur baru. Sekalipun figur itu adalah stok lama pada partai yang berbeda misalnya.

“Pengamatan lain, kekuatan Gerindra di Kota Ambon secara internal mereka justru ada pada tingkat persaingan cukup ketat, misalnya di dapil Sirimau I. Selama dua periode, Jhony Wattimena mengisi kursi Gerindra di DPRD dan seharusnya mapan dari segi kekuatan basis massa. Tapi muncul nama Valentino Amahorseja sebagai salah satu “newcomer” yang cukup meyakin­kan dengan memainkan peran masif di lapangan,”ucapnya.

Dia menuturkan, persaingan di Kota Ambon tidak saja terjadi antar partai, tapi juga dalam internal partai itu juga mengalami tingkat per­saingan yang tinggi.

PDIP misalnya, di dapil Nusaniwe, relatif dua incumbent saat ini harus berjuang agar ada peningkatan suara pribadi, sehingga bisa merubah posisi mereka dari wakil ketua menjadi Ketua DPRD. Syaratnya, tiga dapil lain pun harus ekstra berjuang agar lima kursi atau minimal empat kursi bisa diraih.

Hal ini karena munculnya kuda hitam dan akan memberi kejutan, sebab tingkat kejenuhan di ma­syarakat cukup tinggi. Bukan figurnya jelek, tapi akumulasi secara bergelombang datangnya persoalan yang menimpa masyarakat atau pemilih, sebab mereka alami proses public distrust atau hilang keper­cayaan.

“Karenanya secara psikologi, ditengah situasi itu akan ada kecenderungan untuk mencari suasana baru. Bisa saja terkait kandidat partai baru atau juga lainnya,” ingatnya.

Melihat segala kemungkinan dan fakta lapangan, apakah 50 persen incumbent anggota DPRD Kota Ambon akan terjungkal oleh muka baru, Koritelu memastikan, teori probabilitas itu kelihatan dalam perpolitikan kali ini bakal terjadi.

Misalnya untuk kasus Gerindra di dapil Sirimau I, Jhony Wattimena harusnya mapan, kekuatan basis masa yang selama ini direbut dan dipelihara 10 tahun, jelas belum tentu aman, seiring tandemnya yang mumpuni, Valentino Amahorseja.

Atau juga Perindo di Dapil Teluk Ambon-Baguala, Golkar di Nusa­niwe dan Sirimau II.

“Jadi tidak serta merta incumbent satu atau dua periode akan me­langgang buana bebas, menduduki kembali kursi DPRD Kota, belum tentu. Ada hal-hal cukup menarik. Maka peluangnya yang saya bilang itu probability. Jadi bisa 50 persen pendatang baru, bisa juga para incumbent akan bertahan,” tuturnya. (S-25)