AMBON, Siwalimanews – Kejaksaan Tinggi Maluku kembali mencecar dua saksi kasus dugaan korupsi pembelian lahan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) di Namlea, Kamis (25/6).

Dua saksi yang diperiksa yaitu, pegawai BPN Namlea, R. Indra Trikusuma dan pegawai Kantor Desa Namlea Kabupaten Buru, Moksen Albar.

Kasi Penkum Kejati Maluku, Samy Sapulette membenarkan pemeriksaan kedua saksi tersebut di Kejari Buru.

“Keduanya telah dipanggil dan diperiksa sebagai saksi perkara pengadaan tanah untuk pembangunan  PLTG Namlea,” jelas Sapulette kepada Siwalima.

Kata dia, pemeriksaan kedua saksi dilakukan di Kantor Kejari Buru selama 2,5 jam, dari pukul 14.00 WIT hingga 16.30 WIT dan dihujani puluhan pertanyaan.

Baca Juga: Bisnis Orang Jakarta di Tanah RSU Ambon

Sebelumnya, Rabu (24/6) penyidik kejaksaan memeriksa dua saksi kasus dugaan korupsi pembelian lahan pembangunan PLTG Namlea.

Dua saksi yang diperiksa yaitu, Karim Wamnebo dan Yunus Sujarwadi. Karim adalah mantan Camat Namlea yang saat ini menjabat Kepala Satpol PP Namlea. Sedangkan Yunus menjabat Kepala Sub Seksi Pengukuran BPN Kabupaten Buru.

“Benar hari ini, penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap dua orang saksi masing-masing dengan inisial KW dan YS dalam perkara pengadaan tanah untuk pembangunan PLTG Namlea,” kata Penkum Kejati Maluku, Samy Sapulette kepada Siwalima, melalui pesan WhatsApp.

Pemeriksaan dilakukan di Kantor Kejari Buru pukul 09.00 hingga pukul 12.30 WIT. Selama 3,5 jam itu, kedunya dicecar puluhan pertanyaan. “KW sekitar 26 pertanyaan, dan YS 20 pertanyaan,” jelas Sapulette.

Sementara Kasi Pidsus Kejari Buru Ahmad Bagir yang dikonfirmasi mengatakan, penyidik mencecar kedua saksi dengan pertanyaan seputar pengukuran dan letak lahan hingga transaksi pembayaran.

Pertanyaan soal transaksi pembayaran itu ditanyakan kepada Karim Wamnebo selaku Camat Namlea saat itu. Pasalnya, ia hadir saat transaksi pembayaran dilakukan.

“Pertanyaannya itu soal pengukuran, letak, dan transaksi pembayaran. Tapi untuk masalah teknisnya, para saksi tidak tahu,” kata Bagir melalui telepon selulernya.

Rencananya, ada dua saksi lagi yang diperiksa terkait kasus yang menjerat pengusaha Ferry Tanaya dan Abdur Gafur Laitupa itu.

Ferry Tanaya telah ditetapkan sebagai tersangka, berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: B-749/Q.1/Fd.1/05/ 2020, tanggal 08 Mei 2020. Sedangkan Abdur Gafur Laitupa, mantan Kepala Seksi Pengadaan Tanah BPN Kabupaten Buru ditetapkan sebagai tersangka, berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: B-750/Q.1/Fd.1/05/2020, tanggal 08 Mei 2020, dalam kasus yang merugikan negara lebih dari Rp 6 miliar itu.

Seperti diberitakan, sesuai NJOP harga lahan milik Ferry Tanaya tak seberapa. Tetapi ia diduga kongkalikong dengan pihak PLN Maluku Malut dan oknum pejabat pertanahan untuk melakukan mark up.

Lahan seluas 48.645, 50 hektar di Desa Sawa, Kecamatan Namlea, Kabupaten Buru milik Ferry Tanaya dibeli oleh PLN untuk pembangunan PLTG 10 megawatt.

Sesuai nilai jual objek pajak (NJOP), harga lahan itu hanya Rp 36.000 per meter2. Namun diduga ada kongkalikong antara Ferry Tanaya, pihak PLN Wilayah Maluku dan Maluku Utara yang saat itu dipimpin Didik Sumardi dan oknum BPN Kabupaten Buru untuk menggelem­bungkan harganya. Alhasil, uang negara sebesar Rp.6.401.813.600 berhasil digerogoti.

Hal ini juga diperkuat dengan hasil audit BPKP Maluku yang diserahkan kepada Kejati Maluku.

“Hasil penghitungan kerugian negara enam miliar lebih dalam perkara dugaan Tipikor pelaksanaan pengadaan tanah untuk pembangunan PLTG Namlea,” kata Kasi Penkum Kejati Maluku, Samy Sapulette.

Sapulette mengatakan, Ferry Tanaya dan Abdul Gafur Laitupa ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan bukti-bukti yang dikantongi jaksa.

“Berdasarkan rangkaian hasil penyidikan yang dilakukan oleh penyidik ditemukan bukti permulaan yang mengarah dua orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka tersebut yaitu F.T dan A.G.L,” ujarnya. (Mg-2)