AMBON, Siwalimanews – Berkas dua tersangka dugaan korupsi sisa da­na siap pakai pada Ba­dan Penanggula­ngan Ben­­cana Daerah untuk penanganan darurat ben­cana gempa bumi tahun anggaran 2019 Kabu­paten Seram Bagian Barat ma­suk pengadilan.

Berkas perkara ter­sebut dilimpahkan Ke­jak­saan Negeri Seram Bagian Barat, pekan kemarin kepada pihak Pengadilan Tindak Pi­dana Korupsi di Ambon.

Demikian diungkapkan Ka­si Penkum dan Humas Kejak­saan Tinggi Maluku, Wahyu­di Kareba kepada Siwalima di Ambon, Jumat (16/6).

Kareba menjelaskan, Kejari SBB melalui tim Jaksa Penun­tut Umum (JPU) telah melimpahkan dua berkas perkara tindak pidana korupsi yakni Muid Tulapessy dan Marlin Mayaut.

“Berdasarkan informasi yang kami terima, JPU Kejari SBB telah melimpahkan berkas perkara dugaan tindak pidana dugaan korupsi sisa DSP pada BPBD untuk penanganan darurat bencana gempa bumi tahun anggaran 2019 Kabupaten SBB ke Pengadilan Negeri Tipikor Ambon.

Baca Juga: Garap 13 Proyek Sekolah Mangkrak di SBB, Percaya Konsultan Bermasalah

Hal tersebut juga dibenarkan juru bicara Pengadilan Tipikor Ambon, Rahmat Selang Kepada Siwalima saat dikonfirmasi di ruang tunggu Peng­adilan Negeri Ambon, Jumat (16/6).

Menurutnya, pelimpahan tersebut telah dilakukan pihak JPU Kejari SBB pada Hari Rabu 14 dan Kamis 15 Juni 2023 untuk dua tersangka yakni, Muid Tulapessy dan Marlin Mayaut.

“Kami menerima berkas tersangka korupsi yakni, Muid Tulapessy pada Rabu 14 Juni dengan nomor Per­kara: 17/pid.sus-TPK/2023/PN Ambon. Sementara itu tersangka Marlin Mayaut pada hari Kamis 15 Juni dengan nomor perkara 18/pid.sus-TPK/2023/PN Ambon. Pe­nyerahan berkas diantar dan dise­rah­kan langsung oleh pihak JPU Kejari SBB kepada staf kami di bagian Tipikor,” ungkap Selang.

Selain itu, lanjut Selang, PN Tipi­kor Ambon juga telah membentuk majelis hakim untuk mengadili dua tersangka dugaan korupsi sisa DSP pada BPBD Kabupaten SBB ter­sebut.

“Sisa DSP tersebut seharusnya dikembalikan ke kas negara, namun tersangka Marlin Mayaut dan Muid Tulapessy yang merupakan pegawai Satlak PB Kabupaten SBB tidak mengembalikannya, sehingga Kejari enetapkan keduanya sebagai ter­sang­ka, serta pelimpahan berkas me­reka untuk disidangkan,” katanya.

Diungkapkan, pihaknya telah menjadwalkan agar sidang kasus ini berlangsung pada Rabu (21/6).

“Kita telah menjadwalkan waktu sidang pada Rabu 21 Juni untuk ter­sangka Muid Tulapessy dan Kamis 22 Juni untuk tersangka Marlin Ma­yaut, dengan agenda mendengarkan dakwaan JPU Kajari SBB,” tuturnya.

Tahan Dua Tersangka

Kejaksaan Negeri Seram Bagian Barat menahan Pejabat Pembuat Komitmen dan Bendahara Penge­lua­ran, MM dan bendahara penge­luaran pada Kantor Badan Penang­gulangan Bencana Daerah, MT sebagai tersangka.

MT dan MM memiliki peranan penting dalam kasus dugaan ko­rupsi pengelolaan sisa dana siap pakai penanganan darurat bencana gempa bumi di wilayah Kabupaten SBB Tahun 2019.

Penahanan dilakukan setelah Kejari SBB secara intensif melakukan pemeriksaan terhadap tersangka MM dan MT. MM ditetapkan ter­sangka pada pertengahan Januari 2022 lalu, sedangkan bendahara pengeluaran BPBD berinisal MT ditetapkan sebagai tersangka pada 3 Februari 2023, dan secara resmi digiring ke Lapas Piru, Senin (6/2).

“Dalam kasus ini ada tambahan satu lagi tersangka yakni MT yang merupakan bendahara pengeluaran pada Kantor BPBD SBB,”ungkap Kasi Penkum dan Humas Kejaksaan Tinggi Maluku, Wahyudi Kareba kepada wartawan di Kantor Kejati Maluku, Selasa (7/2).

Wahyudi menjelaskan, kedua tersangka ini ditahan selama 20 hari kedepan terhitung sejak Senin (6/2).

Wahyudi mengatakan, penetapan tersangka dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penetapan Tersangka tanggal 03 Februari 2022.

Dengan ditetapkannya MT seba­gai tersangka, lanjutnya, maka total tersangka dalam kasus ini berjumlah dua tersangka, setelah sebelumnya Kejari SBB menetapkan MM selaku PPK Dana Siap Pakai di BPBD Kabupaten SBB sebagai tersangka.

“Sampai hari ini sudah terdapat 2 tersangka yang telah ditetapkan oleh jaksa penyidik dalam kasus ini yakni  MM selaku PPK dan MT selaku bendahara,” ujarnya.

Wahyudi menyebutkan, tersang­ka dijerat dengan pasal 2 ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi  dengan ancaman pi­dana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4  tahun, dan paling lama 20 tahun serta denda paling sedikit Rp. 200.000.000 dan paling banyak Rp. 1.000.000.000.

Selain itu Pasal 3  UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun, dan paling lama 20 tahun serta denda paling sedikit Rp50.000.000 dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00.

Ditambahkan, para tersangka akan dilakukan penahanan oleh jaksa penyidik di Lembaga Pemasyara­katan Kelas II Piru selama 20 (dua puluh) hari ke depan,

“Jika jaksa penyidik merasa unsur pasal yang disangkakan telah terpe­nuhi maka, akan dilakukan penye­rahan berkas perkara tahap I kepada Jaksa Penuntut Umum,” ujarnya.

Untuk diketahui, pada bulan Maret 2021, BPBD mulai mencairkan dana untuk disalurkan kepada mas­yarakat terdampak, yang rumahnya mengalami rusak ringan, sedang dan berat. Menurut rekening koran dari BNI Cabang Ambon, BPBD SBB mulai mencairkan dana dengan Cek no. 697278 sebesar Rp. 6.620.000. 000,- untuk di bayarkan kepada mas­yarakat yang rumahnya mengalami rusak ringan.

Selanjutnya, tanggal 25 Maret  terjadi beberapa kali pencairan dengan cek 697277 sebesar Rp. 10.000.000.000 dan Cek nomor: 697276 Rp13.200.000.000,- untuk masyarakat yang rumahnya meng­alami rusak berat.

Dari jumlah total yang telah dicairkan BPBD selama bulan Maret 2021 itu sebesar Rp 29.820.000.000,- (6.620.000.000 + 10.000.000.000 + 13.200.000.000), berarti ada sisa dana sebesar Rp4,3 milliar lebih yang harus disetor balik ke kas negara.

Dari sisa dana bencana Rp4,3 milliar, sebagian diantaranya yaitu Rp1 miliar diduga telah raib, tidak jelas digunakan untuk apa saja, ka­rena ketika dimintai pertanggung­jawaban oleh BNPB Pusat namun hingga saat ini tidak ada respon dari BPBD SBB.

Raibnya dana sebesar Rp1 milliar ini terdeteksi telah dicairkan oleh PPK BPBD Kabupaten  SBB secara bertahap pada BNI Cabang Ambon yaitu, Tahap I sebesar Rp 600 juta de­ngan Cek no. 697279 cair tanggal 05 Oktober 2021.

Kemudian, tahap II Rp200 juta dengan cek no. 697280 cair tanggal 09 Oktober 2021. Tahap III Rp 200 juta dengan Cek no. 697271 cair tanggal 14 Oktober 2021.

Permasalahan yang terjadi ini berakibat saldo sisa dana bencana yang seharusnya masih tersedia pada BNI Cabang Ambon sebanyak Rp4,3 milliar  kini hanya tersisa Rp3,3 milliar.

Oknum-oknum BPBD SBB harus bertanggungjawab penuh atas kisruh sisa dana bencana tersebut. Karena seharusnya setelah selesai proses pemulihan, maka sisa dana bencana yang tidak terpakai sebesar Rp4,3 miliar itu  harus disetor kembali ke kas negara.

Dengan tidak dikembalikannya sisa dana bencana ini ke kas negara, lanjut Sariwating, maka oknum-oknum di BPBD Kabupaten SBB harus bertanggungjawab, karena selain telah melanggar Peraturan BNPB, juga telah melakukan per­buatan tercela dengan mencairkan dana sebesar Rp1 milliar dan dipakai tidak sesuai peruntukannya. (S-26)