AMBON, Siwalimanews – Aroma kolusi, korupsi dan nepotisme tercium kental dalam proses pelelangan paket pem­bangunan infrastruktur pendidi­kan milik Balai Pelaksana Pe­milihan Jasa Konstruksi Wila­yah Maluku.

Betapa tidak, PT Mahakarya Abadi Kon­sultan dinyatakan sebagai  peme­nang proyek rehabilitasi dan renovasi prasarana Madrasah Provinsi Maluku 3. Padahal perusahaan tersebut diduga bermasalah dalam menanagani proyek pembangunan 13 sekolah di Kabu­paten Seram Bagian Barat.

Proyek milik Balai Prasarana Pemu­kiman Wilayah Maluku di Kabupaten Seram Bagian Barat itu, menghabiskan anggaran Rp24,5 miliar dikerjakan oleh kontraktor PT Wira Karya Konstruksi dan menjerat pihak-pihak yang diduga terlibat dalam proyek ini baik itu Pejabat Pembuat Komitmen, maupun konsultan pengawas PT Mahakarya Abadi Kon­sultan yang saat ini dibidik Kejaksaan Tinggi Maluku.

Mirisnya lagi, belum tuntasnya 13 proyek sekolah di kabupaten berju­lukan Saka Mese Nusa itu tahun 2021 itu, Balai Pelaksana Pemilihan Jasa Konstruksi Wilayah Maluku atau BP2JK terkesan ceuk-cuek saja dan menutup mata dengan masalah tersebut, sehingga paket proyek pendidikan yang sama dimenangkan oleh PT MAK.

Fatalnya kerja kontraktor asal Ka­bupaten Gorontalo itu diduga ambu­radul sehingga sebanyak 13 proyek sekolah di Kabupaten SBB tidak tuntas dikerjakan alias mang­krak.

Baca Juga: Aroma Korupsi Dana Pembinaan Olahraga di Malteng Terendus

LSM Lumbung Informasi Rakyat Maluku menduga ada kongkalikong antara pihak Balai Balai Prasarana Pemukiman Wilayah Maluku dengan kontraktor yang menyebabkan se­jum­lah proyek pembangunan seko­lah di kabupaten berjulukan Saka Mese Nusa itu mangkrak.

Berikan Proyek

Belum tuntasnya proyek pemba­ngunan 13 sekolah di Kabupaten SBB, kembali PT Mahakarya Abadi Konsultan diberikan lagi mengerja­kan dua proyek di Maluku yaitu per­tama rehabilitasi dan renovasi pra­sarana Madrasah Provinsi Maluku 3.

Proyek yang dibiayai dengan anggaran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat pada satuan kerja, Pelaksaaan Prasarana Permukiman Provinsi Maluku de­ngan pagu anggaran  Rp1.277.600. 000,- dan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) sebesar Rp1.277.600.000,-

Perusahaan yang beralamat di Go­rontalo, melakukan harga pena­wa­ran sebesar Rp893.899.650,- dan harga terkoreksi Rp893.899.650 se­dangkan harga negosiasi Rp893.899.650

Kedua, perusahaan ini kembali memenangkan tender manajemen konstruksi rehabilitasi dan rencana prasarana sekolah Provinsi Maluku dengan pagu anggaran sebesar Rp1.311.100.000,00 dan HPS Rp1.104.000.000,- sementara harga penawaran Rp868.257.817,50 harga terkoreksi Rp855.270.817,50 dan harga negosiasi Rp855.270.817,50.

Kecam

Menanggapi hal ini, Korwil LSM LIRA Maluku, Yan Sariwating me­nyayangkan pihak Balai Prasarana Pemukiman Wilayah Maluku menu­tup mata atas bermasalahnya 13 proyek sekolah di Kabupaten SBB.

LIRA menduga, ada kongkalikong antara PT MAK yang terang-tera­ngan telah melakukan pelanggaran dengan tidak mengerjakan proyek pembangunan sekolah itu sesuai dengan masa kontrak yang ada, bahkan ditambah waktu 90 hari na­mun juga tidak mampu mengerjakan, namun mirisnya masih diberikan kesempatan oleh pihak balai dengan mengerjakan proyek sekolah lain di kabupaten lainnya di Maluku.

LIRA mengecam tindakan balai, karena seharusnya perusahaan ter­sebut diblack list oleh pihak Balai Prasarana Pemukiman Wilayah Maluku dan bukannya diberikan kepercayakan lagi mengerjakan proyek pembangunan pendidikan di wilayah lainnya di Maluku.

“Ini sangat disayangkan, karena seharusnya kontraktor diblack list dan tidak boleh dipakai lagi. Disam­ping itu PT Mahakarya Abadi Kon­sultan juga tak boleh lagi diako­modir. Jika pihak Balai Prasarana masih menggunakan konsultan yang sama untuk mengerjakan proyek pendidikan di kabupaten yang lain di Maluku, maka ini diduga ada kong­kalikong antara pihak balai dan kon­sultan,” ungkap Korwil LIRA Maluku, Yan Sariwating kepada Siwalima melalui telepon selulernya, kemarin.

PPK Dinilai Ngawur

Pernyataan pejabat Pembuat Komitmen Prasarana Strategis Balai Prasarana Pemukiman Wilayah Ma­luku, Iwan terkait adanya kesalahan admintrasi dalam proyek mangkrak di Kabupaten SBB dinilai sebagai pernyataan ngawur.

Praktisi hukum Hendrik Lusikooy menjelaskan, jika pencairan angga­ran seratus persen dilakukan kepada penyedia jasa sedangkan proyek be­lum tuntas maka kebijakan tersebut masuk dalam perbuatan melanggar hukum.

Dijelaskan, tidak ada kesalahan administrasi dari kebijakan PPK yang mencairkan anggaran kepada penyedia jasa melainkan perbuatan yang berpotensi pada tindak pidana korupsi.

“Pernyataan PPK kalau itu hanya kesalahan administrasi itu ngawur dan tidak berdasarkan hukum, jadi jaksa harus konsisten untuk meng­usut kasus ini,” tegas Lusikoy saat diwawancarai Siwalima melalui tele­pon selulernya, Kamis (15/6).

Jaksa kata Lusikoy, harus meman­dang pernyataan PPK sebagai se­buah pengakuan yang mengarah pada perbuatan pidana dan harus dijadikan pintu masuk oleh Jaksa untuk membongkar kasus tersebut.

Menurutnya, jika sudah ada indi­kasi awal terjadi penyalahgunaan keuangan negara maka kejaksaan harus segera mengusut dengan memeriksa semua pihak baik PPK, konsultan maupun kontraktor.

Jaksa sebagai penegak hukum tidak boleh bermain-main dengan anggaran negara yang telah disalah­gunakan oleh PPK dan kontraktor PT Mahakarya Abadi Konsultan.

“Penegak hukum jangan bermain-main dengan anggaran negara, ini ada indikasi maka harus ambil tin­dakan, ini anggaran bukan kecil ka­lau dana desa yang kecil saja pene­gak hukum selalu kejar kepala desa apalagi dana sebesar ini,” jelasnya.

Kesal

Terpisah akademisi Hukum Unidar, Rauf Pellu menyayangkan pernya­taan yang dikeluarkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen terkait dengan kesalahan administrasi dalam pro­yek pembangunan gedung sekolah di Kabupaten SBB.

Menurut Pellu, PPK sejak awal mestinya mengetahui jika kontraktor tersebut mengetahui jika ada potensi proyek tidak tuntas dikerjakan sehi­ngga berhati-hati dalam mencairkan anggaran.

“Ini proyek yang nilainya besar jadi PPK mestinya hati-hati untuk mencairkan anggaran, artinya harus ada evaluasi terhadap pekerjaan. Ini anggaran negara yang tidak sedi­kit,” kesal Pellu.

Apalagi pasca belum tuntasnya pe­kerjaan proyek, PPK justru me­nge­luarkan pernyataan jika kebi­jakan mencairkan anggaran meru­pakan kesalahan administrasi.

Menurut Pellu, langkah yang diambil oleh PPK bukan lagi masuk dalam kategori kesalahan admini­strasi tetapi perbuatan melawan hu­kum karena dengan kewenangannya memberikan ruang bagi kontraktor untuk mendapatkan keuntungan sebelum pekerjaan tuntas.

“Masa kesalahan administrasi, ini kesalahan fatal yang berpotensi se­bagai perbuatan melanggar hukum dan tidak bisa ditoleransi,” tegas­nya.

Pellu pun mendorong agar aparat penegak hukum segera memeriksa PPK dan kontraktor dan dimintakan Pertangungjawaban sebab menya­ng­kut keuangan negara yang cukup besaran.

Akademisi: Itu Korupsi

Kebijakan mencairkan seluruh anggaran kepada penyedia jasa dinilai telah memenuhi unsur tindak pidana korupsi.

Proyek milik Balai Prasarana Pe­mukiman Wilayah Maluku menjerat pihak-pihak yang diduga terlibat dalam proyek ini baik itu Pejabat Pembuat Komitmen, maupun kon­sultan pengawas PT Mahakarya Abadi Konsultan.

Akademisi Hukum Unpatti, Rei­mon Supusepa menjelaskan, pelang­garan administrasi yang selama ini diklaim oleh PPK, Iwan merupakan pelanggaran yang berhubungan dengan norma hukum.

Menurutnya, jika proyek dimak­sud belum selesai tetapi pencairan telah dilakukan seratus persen, maka indikasi korupsi telah nyata de­ngan adanya perbuatan melawan hu­kum yang melanggar proses pe­ngadaan barang dan jasa.

“Kalau pendapat balai bahwa ini kesalahan admintrasi tapi ketika tidak ditindaklanjuti dan menda­tangkan dampak dimana anggaran sudah cair 100 persen, tetapi peker­jaan belum ada manfaatnya, maka itu diindikasikan sebagai perbuatan tindak pidana korupsi,” beber Su­pusepa kepada Siwalima melalui tele­pon selulernya, Rabu (14/6).

Dikatakan, perbuatan mencairkan anggaran tanpa disertai dengan hasil dilapangan lanjut  Supusepa, telah memenuhi unsur pasal 2 ayat 1 dan pasal 3 Undang-undang No­mor 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi, sehingga menjadi pintu masuk bagi aparat penegak hukum dalam hal ini kejaksaan untuk mengusut kasus ini.

“Unsur yang paling penting yakni unsur melawan hukum atau melawan undang-undang, bahwa, tidak boleh proses pencairan terhadap suatu proses pengadaan barang dan jasa yang pekerjaannya belum selesai,” tegasnya.

Bahkan, pekerjaan yang sudah sele­sai seratus persen saja ketika tidak ada manfaat atau tidak bisa digunakan maka dikatakan ada indikasi tindak pidana korupsi.

Selain itu, PPK dengan kewe­nangan yang diberikan oleh aturan pengadaan barang dan jasa telah menyalahi kewenangan tersebut, karena berani mencairkan anggaran dengan alasan apapun.

Lanjutnya, harus ada perhitungan jumlah kerugian keuangan negara sehubungan dengan proyek yang belum selesai ini, artinya pekerjaan yang belum selesai tersebut dihitung sebagai kerugian keuangan negara.

“Harus diaudit dan dihitung maka dihubungkan dengan unsur mela­wan hukum atau penyalahgunaan jabatan, maka PPK dan pihak pe­nyedia semua merupakan pelaku tindak pidana dengan alasan apa­pun, karena pencairan sebelum pro­yek selesai itu pelanggaran hukum berkaitan dengan pengadaan ba­rang dan jasa,” jelasnya.

Supusepa pun mendorong Kejak­saan Tinggi Maluku untuk dapat mengusut kasus tersebut, sebab indikasi korupsi telah nyata sehi­ngga harus dilakukan penyelidikan guna mendapatkan bukti yang akurat.

“Seharusnya pihak kejaksaan harus mengambil langkah-langkah untuk kemudian menemukan ini adalah perbuatan pidana berkaitan dengan penyalahgunan keuangan yang menimbulkan kerugian keua­ngan negara itu,” ucapnya.

Akui Salah

Balai Prasarana Pemukiman Wila­yah Maluku mengakui adanya kesa­lahan administrasi dalam pengerjaan proyek rehabilitasi sarana dan prasa­rana pendidikan di Kabupaten SBB.

Pengakuan ini diungkapkan Peja­bat Pembuat Komitmen proyek sa­rana dan prasarana pendidikan Balai Prasarana Pemukiman Wilayah Maluku, Iwan kepada Siwalima diruang kerjanya, Selasa (13/6).

PPK mengakui, pasca pekerjaan dilakukan pada beberapa gedung sekolah sejak Agustus 2021 lalu, memang terdapat beberapa faktor yang menghambat proses pekerjaan akibat dari rentang kendali yang cukup jauh dan juga penyediaan jasa yang sering di Makasar.

“Memang kita akui terhambat dua kali, terhambat lebih pada utang piutang karena kontraktor tidak membayar akibatnya para tukang akhirnya mogok, tapi sampai dengan akhir tahun 2021 itu pencairan baru 60 persen dari kontrak 24.5 miliar.

Akibat dari persoalan tersebut, ke­jaksaan lanjut PPK, dirinya membe­rikan pendampingan agar kontraktor menuntaskan pekerjaan tersebut. Bahkan pihaknya bersama kejaksaan telah turun untuk menye­lesaikan persoalan khusus­nya di Kaibobu.

“Kebetulan ini ada pengawalan dari kejaksaan, kita bersyukur tim kejaksaan itu melakukan pendampi­ngan kita baik dan memberikan so­lusi. Sempat kita ke Kaibobu dan mogok kerja karena persoalan tukang, tapi semua telah selesai saat itu,” bebernya.

Tak hanya itu, setelah pemba­ngunan sekolah di dataran SBB selesai, kontraktor pun melakukan pekerjaan sekolah pada beberapa pulau yang tentunya memiliki hambatan berkaitan dengan akomo­dasi barang yang mengakibatkan kontraktor kehabisan anggaran ka­rena terserap untuk mobilisasi.

“Akibat dari semua anggaran itu terserap untuk mobilisasi bahan maka kontraktor meminta kita untuk membantu, dan kita bantu karena kita ingin selesaikan sekolah apalagi proyek tersebut adalah multi years contrac maka harus selesai pada Desember 2022,” ujarnya.

Lanjutnya, ditengah pekerjaan penanggung jawab proyek yang ditunjuk PT Mahakarya Abadi, Fadli menghilang dan kejaksaan pun telah memanggil Fadli tetapi sudah menghilang.

Bahkan, pimpinan Balai telah memerintahkan agar kontraktor PT Mahakarya Abadi diputus kontrak­nya, namun pihak kejaksaan mem­berikan pertimbangan agar peker­jaan harus tetap dilakukan.

“Dari Jakarta memang sudah minta kita untuk putuskan kontraknya, cuma dari kejaksaan menyampaikan jika putus kontrak mungkin pak Iwan enak lepas secara hukum, tetapi nasib anak-anak sekolah bagaimana, sebab hampir semua gedung belum bisa dipakai,” ucapnya.

Terhadap pertimbangan kejaksaan tersebut, pihaknya langsung me­nyam­bangi kontraktor yang berada di Makassar guna meminta pertang­gungjawaban untuk menyelesaikan semua gedung sekolah dan disang­gupi oleh kontraktor.

Kontraktor PT Wira Karya Kons­truksi pun menunjuk penanggung jawab yang baru, namun disisi lain kontraktor pun meminta balai untuk mambantu pencairan anggaran ka­rena anggaran yang dimiliki kon­traktor tidak mampu untuk me­nuntaskan proyek.

Setelah Balai membantu mencair­kan anggaran maka kontraktor pun mengerjakan gedung sekolah baik SD Batu Luang, SD Inpres Buano Utara, SD Negeri 2 Tiang Bendera, SD Inpres Rumah Kai, SD Negeri Rumah Kai, SD 1 Kamariang, SD Negeri 1 Hualoi.

Selanjutnya, SD Negeri Eli tanah Merah, SD Negeri Hua Roa, SD Negeri Kaibobu, SD Negeri Pulau Osi, SMP Negeri Satap Soles, SMP Negeri 8 Seram Barat dan SMP Tian bendera.

Kendati pekerjaan RKB telah se­lesai, namun terdapat beberapa pe­ker­jaan kecil yang belum tuntas se­perti pagar sekolah pada SD Negeri Tiang Bendera dan kamar mandi pada SMP Negeri Tiang bendera.

PPK menegaskan, dia akan ber­tanggungjawab untuk menyelesai­kan pembangunan item-item yang belum selesai dalam waktu peme­liharaan yang diberikan saat ini.

Dia memastikan akan kooperatif dalam setiap panggilan yang dilaku­kan oleh Kejaksaan Tinggi Maluku sebab tidak ada niat kejahatan sedikit yang dilakukan. (S-20)