AMBON, Siwalimanews – Murad Ismail dan Barnabas Orno sejak dilantik sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku oleh Presiden Joko Widodo pada Rabu, 24 April 2019 lalu di Istana Negara, pemerintahan birokrasi dinilai buruk, dan menunjukkan penu­runan kinerja.

Pengamat Kebijakan Publik, Nataniel Elake menjelaskan, untuk mengukur kinerja lima tahun maka harus diukur dari Rencana Pembangunan Ja­ngan Menengah Daerah (RP­JMD) yang disusun oleh Gu­bernur dan Wakil Gubernur dan diimplementasikan mela­lui program pada OPD.

“Kita mestinya melihat apa yang menjadi visi dan misi pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur dan kalau diban­ding­kan dengan  program yang dijanjikan saat kampanye ternyata, ada tidak dituangkan dalam RPJMD apalagi dalam bentuk kegiatan pada OPD,” ucap Elake saat diwawancarai Siwalima melalui telepon seluler­nya, Rabu (8/11).

Dijelaskan, satu persoalan yang belakangan terjadi dan merupakan tanggung jawab Gubernur dan Wakil Gubernur sebagai pembina kepegawaian di Maluku soal pe­nataan birokrasi yang amburadul.

Di akhir pemerintahan yang tinggal satu bulan ini mestinya penataan birokrasi sudah tidak lagi bermasalah, tetapi faktanya hingga dipenghujung pemerintahan justru birokrasi Pemerintah Provinsi Maluku kacau balau dengan begitu banyak pelaksana tugas dan pelaksana harian.

Baca Juga: Mendagri Surati DPRD Soal Jabatan Murad, 31 Desember Selesai

Padahal, dari sisi manajemen pemerintahan penataan birokrasi merupakan pekerjaan yang gam­pang saja dan bisa dikelola oleh Sekda.

“Sekdanya sudah  tidak mampu sebagai penanggung jawab kepe­gawaian ditambah Gubernur dan Wakil Gubernur juga menunjukan kinerja yang tidak elok dalam pe­nataan birokrasi,” kesalnya.

Lanjutnya, sebagai subjek pembangunan yang mengimple­mentasikan visi dan misi Gubernur dan Wakil Gubernur, seharusnya diisi oleh orang yang memiliki kemampuan tapi sebaliknya diisi mereka yang miskin sumber daya dan miskin kompetensi.

Akibatnya, bagaimana bisa diharapkan untuk menunjukkan kinerjanya yang baik dalam rangka pelayanan publik dan mengimplementasikan visi dan misi Gubernur dan Wakil Gubernur.

Kondisi ini diperparah dengan penempatan birokrasi tidak sesuai dengan kompetensi dan keahlian, sehingga tidak ada yang bisa diharapkan dari aktor pembangunan di Maluku.

Belum lagi fakta menunjukkan jika pejabat birokrasi selama ini lebih fokus dan mengabdi kepada tuan yakni Gubernur dan Wakil Gubernur dan bukan kepada rakyat Maluku.

Elake menambahkan, gagal atau berhasilnya Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku dalam membangun Maluku, akan terlihat dari evaluasi yang dilakukan DPRD terhadap implementasi RPJMD di akhir pemerintahan nanti.

“Nanti kita lihat di akhir jabatan apa yang terjadi, tapi jika dinilai maka pengelolaan birokrasi pemerintah selama hampir lima tahun ini terburuk,” cetusnya.

Tak Berhasil

Sementara itu, GMKI Cabang Ambon menilai Gubernur Maluku Murad Ismail dan Wakil Gubernur Barnabas Orno tidak berhasil dalam membangun Maluku selama lima tahun pemerintahannya.

Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator termasuk realisasi terhadap janji kampanye serta visi dan misi Gubernur dan Wakil Gubernur.

“Kita berkaca soal visi dan misi dari Gubernur Maluku. Artinya kegagalan-kegagalan dalam membangun daerah dimulai dari beberapa poin visi dan misi yang tidak dilakukan,” ujar Ketua GMKI Cabang Ambon, Apriansa Atapary kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Rabu (8/11).

Gubernur dan Wagub sejak awal kampanye, lanjut dia, menggaungkan akan mengupayakan pemindahan ibu kota provinsi ke Makariki, tapi nyatanya sampai selesai masa jabatannya tidak terlaksana dengan baik.

Bahkan tidak pernah melihat progres rencana pemindahan ibu kota Provinsi Maluku seperti apa.

Dari aspek pengelolaan birokrasi, Gubernur dan Wakil Gubernur juga dinilai gagal dalam mengelola pemerintahan di Provinsi Maluku.

Salah satu isu yang sejak awal digagas Gubernur dan Wakil Gubernur yakni adanya keterwakilan suku, agama dan wilayah dalam penempatan pejabat eselon II, namun faktanya tidak dilakukan dan bahkan ada yang lebih mendominasi.

Konsistensi Gubernur dan Wakil Gubernur tersebut telah menimbulkan ketidaknyamanan di dalam masyarakat.

Gubernur dan wakil Gubernur merencanakan adanya kartu Maluku sehat untuk pengobatan gratis puskesmas dan rumah sakit, tetapi sampai saat ini tidak terealisasi dan masyarakat masih tetap melakukan pengobatan berbayar.

“Gubernur dan Wagub juga berjanji akan ada kartu beasiswa Maluku untuk mahasiswa yang berprestasi dan kurang mampu, tapi tidak ada yang menikmati apa-apa,” kesalnya.

Lanjutnya, persoalan terakhir yang terjadi yakni gagalnya Maluku mendapatkan jatah Lumbung Ikan Nasional padahal Maluku merupakan provinsi penyumbang ikan secara nasional mencapai 37 persen lebih.

“Seharusnya kalau pemerintah provinsi memperhatikan Lumbung Ikan Nasional ini dan bisa mendorong dan menambah keuntungan bagi Maluku, tapi nyatanya kan hilang dengan pernyataan Presiden Jokowi yang sudah menghentikan Lumbung Ikan Nasional,” jelasnya.

Selain itu, rumah dinas yang tidak pernah ditempati gubernur merupakan bentuk kegagalan gubernur dalam memanfaatkan fasilitas milik daerah padahal daerah telah menyediakan fasilitas bagi Gubernur.

“Jadi Gubernur dan Wakil Gubernur belum berhasil dalam mengentaskan apa hal-hal yang sifatnya sangat urgensi bagi Maluku sampai detik ini, apalagi di bawah kepemimpinan pak Gubernur dan Wakil Gubernur tetap terdaftar sebagai provinsi termiskin nomor 4 di Indonesia,” pungkasnya. (S-20)