Ambon – Gubernur Maluku, Mu­rad Ismail mengaku sudah menugaskan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP), Romelus Far-Far untuk membahas lima poin tuntutan dengan Kemen­terian Kelautan dan Peri­kanan (KKP).

Ia berharap, tuntutan itu dipenuhi oleh Menteri KKP Susi Pudjiastuti, karena sudah lama dijanjikan, na­mun belum direalisasi.

“Jadi kita tunggu saja hasilnya seperti apa namun sangat kita harapkan apa yang menjadi janji dari ibu Susi harus ditepati seperti paraf draf LIN dan juga pem­berian kompensasi Rp.1 triliun per tahun harus ditepati,” tandas Murad Ismail, kepada wartawan, usai memimpin rapat DPD PDIP Maluku untuk mene­tapkan pimpinan DPRD di Provinsi Maluku yang ber­­langsung Pacifik Hotel, Sabtu (7/9)

Sebelum mengkritik Menteri Susi, kata Murad, beberapa waktu lalu sebelum ke Amerika, ia sudah melakukan pertemuan dengan para pengusaha perikanan yang beroperasi di Maluku.

“Dua bulan lalu sebelum ke Amerika, saya sudah kumpulkan 369 pengusaha yang menguasai laut, saya kumpulkan mereka dan saya sudah tekankan kepada mereka kalau kalian masih main-main, saya akan moratorium kalian,” tegasnya.

Baca Juga: Deadline ke Menteri Susi, Gubernur Jangan Melunak

Menurut Murad, seharusnya apa yang disampaikan kepada ratusan pengusaha itu, sudah didengar oleh Menteri Susi.

“Seharusnya sudah sampai ke telinga dia dong dan sampai ke telinga dirjen-dirjen dong. Kemarin dalam pertemuan saya tanya memang sampai, tetapi mereka tidak ada respek ke saya,” katanya.

Namun kata Murad, Pemprov Maluku menunggu jawaban dari Menteri Susi terhadap lima poin tuntutan yang sudah disampaikan.

“Saya masih tunggu hasilnya seperti apa dengan mengutur kadis ke Jakarta.  Sampai sekarang belum ada jawaban dan kemarin saya bilang kalau ibu Susi pura-pura tuli, ya kita ingatkan lagi. Jadi kita tunggu hasil pembahasan ibu Susi dengan kadis,’ ujarnya.

Serang

Sebelumnya mantan Dankorp Brimob Polri ini, “menyerang” Menteri Susi soal kebijakan moratorium kapal. Sementara 1.600 kapal ikan diberi izin mengeruk kekayaan laut Maluku, namun tak satupun ABK orang Maluku yang dipekerjakan di kapal-kapal tersebut.

Selain itu, masih menurut data yang dimiliki Gubernur Murad, ada sekitar 400 kontainer ikan yang diambil dari laut Maluku setiap bulannya dan kemudian diekspor keluar negeri. Namun sekalilagi Maluku tidak kebagian apa-apa. Data yang beberkan oleh gubernur valid.

“Setiap bulan ibu Susi bawa ikan dari laut Arafura untuk diekspor, tapi kita tidak dapat apa-apa, untuk itu kita akan sasi laut Maluku,” tegas gubernur dalam sambutannya ketika melantik Kasrul Selang sebagai Penjabat Sekda Maluku di Lantai VII Kantor Gubernur Maluku, Senin (2/9).

Menurut gubernur, sebelum dilakukan moratorium, uji mutu perikanan ditangani langsung oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Maluku. Namun saat ini uji mutu sudah dila­kukan di Sorong, Provinsi Papua Barat.

“Kita tidak dapat PAD dari sektor perikanan, kalian tahu kita perang dengan Menteri KKP,” tandasnya.

Tidak hanya itu, gubernur juga menyentil soal kebijakan 12 mil hak wilayah laut merupakan kewenangan dari pemerintah daerah, sedangkan di atas 12 mil adalah kewenangan pemerintah pusat.

“12 mil lepas pantai itu punya pusat,  suruh mereka buat kantor di 12 mil lepas pantai,  ini daratan yang punya saya,” tegasnya.

Menteri Susi tersengat dengan serangan gubernur. Ia lalu mengutus tim khusus untuk bertemu dengan gubernur.

Pertemuan

Utusan tim Menteri Susi melakukan pertemuan dengan gubernur di kantor gubernur, Kamis (5/9).

Tim tersebut terdiri dari Sekretaris Jenderal Nilanto Perbowo, Dirjen Perikanan Tangkap KKP M Zulfickar Mochtar, Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Agus Suherman, serta staf khusus Satgas 115 illegal fishing Yunus Husein.

Lima Poin

Sebanyak lima poin tuntutan disampaikan kepada utusan Menteri Susi, yaitu pertama, meminta pemerintah pusat segera merealisasikan janji-janjinya kepada masyarakat Maluku terkait Maluku sebagai LIN, baik dalam bentuk regulasi maupun program kebijakan.

Kedua, mendesak DPR-RI dan pemerintah pusat segera mengesahkan RUU Provinsi Kepulauan menjadi Undang-Undang.

Ketiga, meminta Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti segera memberikan paraf (persetujuan) pada draf Perpres tentang LIN, karena hanya dirinya yang belum tandatangani draf itu, sebelum diteruskan ke Presiden RI. Sebelumnya, Kemenkumham, Menko Kemaritiman dan Setkab sudah memberikan paraf persetujuan.

Keempat, mendesak Mendagri untuk segera menyetujui Perda Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau kecil yang telah diajukan Pemerintah Maluku, termasuk daerah lainnya.

Kelima, mendesak pemerintah pusat mengeluarkan Peraturan Pemerintah dengan mencantumkan objek kelautan dalam retribusi daerah.

“Saya berikan apresiasi sekaligus berterima kasih kepada ibu Susi yang menurunkan tim guna menyikapi keluhan masyarakat Maluku dan berharap janji soal LIN dan anggaran Rp 1 triliun dapat terealisasi,” ujar Gubernur Murad. Menteri tak Peka

Ketua KNPI Maluku, Abudssalam Hehanussa mengatakan, lambannya Menteri Susi Pudjiastuti merespon sikap dan protes pemerintahan dan rakyat Maluku terkait kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan potensi perikanan Maluku merupakan bukti nyata Menteri Susi tidak peka terhadap aspirasi rakyat Maluku.

Menurut Hehanussa, semestinya Maluku harus ditetapkan sebagai Lumbung Ikan Nasional (LIN) saat Presiden Jokowi menghadiri peringatan Hari Pers Nasional (HPN) tahun 2017 di Ambon, dan mengunjungi pelabuhan Yos Sudarso di Kota Ambon.

“Tapi dua tahun setelah komitmen tesebut disampaikan sejauh ini masih menjadi wacana karena lambannya departemen terkait untuk menindak lanjutinya,” ujarnya, kepada Siwalima, Minggu (8/9).

Lebih lanjut Hehanussa, mengatakan, produksi ikan Maluku selama ini belum memberi multiplier effect, khususnya secara eknomi bagi kesejahteraan nelayan dan rakyat Maluku. Hal ini karena hasil penangkapan ikan keluar dari wilayah Maluku.

“Sungguh ironis sekali, daerah yang kaya sumber daya alam sektor kelautan dan  perikanan hanya menjadi terminal dagang bisnis perikanan dan kelautan, dan seolah-olah kita semua puas dengan adanya retribusi pajak seperti yang selama ini berjalan,” ujarnya.

Padahal dengan potensi perikanan yang melimpah itu, kata Hehanussa, rakyat Maluku semestinya mendapatkan multiplier efect yang akan memberikan sumbangsih peningkatan PAD dan peningkatan ekonomi nelayan.

Karena itu, kedepannya kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam kelautan dan perikanan di Provinsi Maluku sudah sangat tepat, sejalan dengan apa yang menjadi impian dan harapan rakyat Maluku yang disampaikan oleh Gubernur Maluku, Murad Ismail.

Menurutnya, praktek pengelolaan dan pemanfaatan potensi perikanan kelautan yang selama ini keliru dan tidak memberikan dampak signifikan bagi Rakyat Maluku harus dirubah. Dengan kebijakan Maluku sebagai LIN,  maka alokasi kebijakan dan anggaran akan lebih terkelola secara efektif untuk peningkatan produksi nelayan.

Hal ini akan diikuti oleh berdirinya sentra-sentra produksi perikanam kelautan dan pabrik industri pengolahan ikan dan hasil laut lainnya yang akan akan menyerap tenaga kerja lokal.

“Hal itu akan memberikan efek ekonomi yang berantai dan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejateraan bagi warga Maluku,” tandas Hehanussa.

Untuk itu, KKP harus segera menindaklanjuti aspirasi rakyat dan Pemprov Maluku dalam bentuk policy .

“Katanya selama ini Ibu Susi pro kesejahteraan nelayan, pro rakyat, tapi kok ini untuk kepentingan kesejahteraan nelayan dan rakyat Maluku, terkesan abai dan low respon, jangan-jangan rumor yang selama ini berkembang itu benar, bahwa bisnis perikanan di Maluku dikuasai oleh kepentingan bisnis mafia illegal fishing dan pengusaha perikanan yang memeras keringat nelayan demi keuntungan perut mereka,” tandasnya lagi. (S-39)