AMBON, Siwalimanews – Pengusutan kasus penggelapan sertifikat tanah milik Yongky Handaya dan dilakukan oleh Kuncoro Han­daya diapre­siasi akade­mi­si Fakultas Hu­kum Unpatti, George Leasa.

Dia mengatakan Bareskrim Pol­ri mengusut ka­sus itu tepat untuk mence­gah mafia ta­nah di Maluku khusus Kota Ambon. Menu­rutnya, sejak awal BCA telah melakukan pelanggaran hukum dengan tidak mene­rap­kan prinsip ke­hati-hatian dengan me­nye­rahkan tiga SHM milik Yongky Handaya kepada Kuncoro Handaya.

“Memang kepentingan bank adalah bagaimana mendapatkan nasabah kredit tetapi paling tidak kehati-hatian dari bank harus perlu, sehingga hak orang tidak hilang. Begitu cepat mengalihkan dan menyerahkan padahal masih dalam anggunan,” kata Leasa ke­pada Siwalima Selasa (30/8).

Selain itu, Pengadilan Negeri Am­bon juga telah melakukan ke­sala­han apalagi dalam perkara ini mes­tinya yang diajukan adalah gugatan bukan permohonan sebab terdapat dua pihak dengan objek sengketa berkaitan dengan hak milik sehi­ngga tidak boleh permo­honan.

“Karena ada dua pihak, ada Kuncoro Handaya dan Yongki Handaya maka tidak boleh dengan permohonan,” tegas Leasa.

Baca Juga: Kasus Penggelapan Sertifikat, Bareskrim Periksa Eks Kepala BCA

Karena itu, Leasa menilai pe­ngusutan yang dilakukan Bares­kim sudah tepat agar tidak me­nimbulkan mafia-mafia tanah di Maluku yang merugikan masyara­kat Maluku.

“Tepat ketika Bareskrim yang mengusut supaya membe­rantas mafia tanah di Maluku,” tandasnya.

Ditambahkan, ketika Bareskrim Polri usut kasus ini, sesungguhnya menunjukkan adanya ketidakper­cayaan terhadap Polda Maluku dalam mengusut kasus-kasus tanah di Ambon bahkan Maluku.

Diusut Bareskrim 

Satu per satu pihak-pihak yang bersentuhan dengan dugaan penggelapan sertifikat milik Yongky Handaya dipanggil Bareskrim Polri.

Setelah mantan kepala Bank Central Asia Cabang Ambon, kini giliran Badan Pertanahan Nasional Kota Ambon dipanggil Bareskrim untuk diminta keterangan.

Sumber Siwalima di Bareskrim menyebutkan, penyidik sudah melayangkan surat pemanggilan kepada pihak BCA dan BPN sejak 26 Agustus 2022 lalu.

Panggilan kepada Kepala BCA Ca­bang Ambon dan BPN ditan­da­ta­ngani oleh Kasubdit 3 Tipidum, Kombes John Weynart Hutaga­lung. Pimpinan BCA dijadwalkan diperiksa pada hari Rabu, 7 September pukul 10 pagi sampai selesai.

Sementara itu pimpinan BPN Ambon dijadwalkan diperiksa keeso­kan harinya, Kamis (7/9), pada waktu dan tempat yang sama. Hingga be­rita ini naik cetak, pihak BCA Ambon tak merespons panggilan Siwalima.

Sementara itu, Kepala BPN Kota Ambon, Engelina Pesulima yang dihubungi melalui telepon selu­ler­nya Senin (29/8) perihal pema­nggilan kepada BPN Ambon terkait penggelapan sertipikat milik Yongky Handaya yang diduga dilakukan Kuncoro Handaya tidak merespon panggilan telepon Siwalima.

Periksa Eks Kepala BCA

Sebelumnya Badan Reserse dan Kriminal Polri, sudah meme­riksa eks Kepala BCA Cabang Ambon, Ardi Dharmono dalam kasus  dugaan penggelapan sertipkat milik Yongky Handaya yang dila­kukan Kuncoro Handaya.

Informasi yang dihimpun Siwa­lima dari Bareskrim Polri menye­but­kan, Ardi diperiksa Jumat (26/8) lalu. Pemeriksaan terhadap Ardi di­mulai pukul 10.00 WIB dan berakhir pukul 14.00 WIB bertempat di kan­tor Unit IV Subdit 3 Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri.

Ardi yang adalah saudara kandung dari Yongky Handaya dan Kuncoro Handaya itu diperiksa penyidik  Wahyu Sulistyo.

Saat mendatangi penyidik, Ardi membawa serta surat asli pernya­taan tanggal 6 Desember 1996 yang dibuat oleh Peng Kim Siang, almar­hum ayah kakak beradik Handaya dan surat keterangan asli yang di­buat Chriatian Handaya, saudara le­lakinya yang lain, pada 5 Juli 2020 lalu.

Ia memenuhi pemanggilan pe­nyidik Bareskrim setelah sebelum­nya menerima surat panggilan pa­da 24 Agustus 2022 yang ditanda­tangni John Weynart Hutagalung. Untuk diketahui, Ardi sendiri men­jabat kepala BCA saat pengikatan kredit antara Yongky-Kuncoro dengan pihak BCA.

Langgar Prosedur

BCA diduga melakukan pelangga­ran prosedur, lantaran memberikan tiga dari empat sertifikat hak milik Yongky Hnadaya, kepada Kuncoro Handaya untuk kepentingan balik nama tanpa sepengetahuan Yongky.

“Jadi begini, selama Kuncoro Handayani tetap membayar cicilan ke BCA memang tidak ada masalah. Hanya saja ada pelanggaran prose­dural yang berpotensi meningkatkan resiko bank di masa mendatang,” kata Ekonom dari Universitas Patti­mura, Hartina Husein kepada Si­walima di Ambon, Kami (25/8).

Hartini mengsinyalir, dalam kasus Yongky Handaya Vs Kuncoro Han­daya yang melibatkan BCA, pelakunya tidak hanya melibatkan satu orang di BCA, melainkan sudah melibatkan internal bank.

Menurutnya, BCA sudah mela­nggar prinsip 5C dalam perbankan yakni Capacity, Character, Colateral, Capital dan Condition of Economy.

“Jadi, dari prinsip 5C itu BCA su­dah melanggar  yang namanya Colateral. Kan Colateral itu agunan, bank wajib memeriksa status kepe­milikan SHM atau SHGB atau SHGU dll. Agunan sebagai pelindung bagi bank jika suatu saat terjadi wan­pres­tasi dari pihak debitur,” jelas Hartini.

Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Ambon, Enggelina Pe­sulima saat dikonfirmasi di ruang kerjanya belum mau berkomentar banyak. Enggi sapaan akrabnya, berjanji pihaknya dalam waktu dekat akan mempelajari kasus ini secara cermat untuk selanjutnya akan disampakan ke publik melalui press rilis ke wartawan di Ambon.

“Saya belum mau berkomentar du­lu, nanti dalam waktu yang tidak ter­lalu lama BPN akan menyam­pai­kan kepada publik melalui rilis yang disampaikan ke wartawan,” janji Enggi.

Mafia Tanah

Louritzke Mantulameten mengata­kan, Kuncoro Handaya dapat dikate­gorikan sebagai mafia tanah. Pa­salnya, putusan Peninjauan Kem­bali Mahkamah Agung RI Nomor 211/PK/Pdt/2018, tanggal 25 Mei 2018, sangat jelas sebagai bentuk peri­ngatan kepada Kuncoro maupun BPN dan lainnya untuk tidak me­nerbitkan balik nama tiga SHM itu atas nama Yongki Kuncoro.

Mantulameten menjelaskan, pi­hak Kuncoro digolongkan sebagai ma­fia tanah dikarenakan fakta mem­buktikan Kuncoro Cs mengam­bil tiga SHM atas nama Yongki yakni SHM No.800/Rijali, SHM No.79/Rijali dan SHM No.942/Rijali dari BCA Ambon tanpa sepengetahuan pihak Yongki.

Faktanya pada saat keempat SHM tersebut akan dianggunkan ke BCA Ambon, Kuncoro Handaya bermo­hon untuk meminjam SHM-SHM itu sebagai syarat pemenuhan kredit­nya. Andaikata empat SHM tersebut itu milik Kuncoro apa yang ber­sangkutan bermohon kepada Yongki untuk meminjamnya.

Disisi lain, fakta adanya permai­nan mafia tanah terbukti tindakan BCA Ambon yang memberikan tiga SHM dari empat SHM tersebut telah jelas menyalahi prosedur, dimana Kuncoro Handaya bukanya pemilik atas tiga SHM tersebut dan ini diketahui secara pasti oleh BCA Ambon.

“Kenapa diketahui pihak BCA, sebab yang menjabat kepala BCA saat pengikatan kredit tersebut adalah Ardi Dharmono, yang juga merupakan saudara kandung dari Yongki Handaya klien saya dan Kuncoro Handaya, namun setelah Ardi Dharmono tidak lagi menjabat baru peristiwa ini terjadi,” beber Mantulameten.

Menurutnya, Ardi Dharmono sa­ngat mengetahui secara jelas ke­empat SHM adalah milik dari Yongki Handaya dan bukan milik Kuncoro Handaya atau warisan dari orang tuanya, sehingga sangat disayang­kan BCA Ambon memberikan ketiga SHM tersebut kepada Kuncoro Handaya.

“Ini jelas kejahatan atau tindak pidana pemalsuan dan pengge­lapan. Sebab asal mula terjadinya tidak pidana penggelapan itu patut diduga dimulai dari BCA Ambon yang turut membantu Kuncoro Handaya melakukan tindak pidana dengan memberikan ketiga SHM kepadanya,” katanya.

Selanjutnya setelah Kuncoro Handaya mengambil tiga dari empat SHM tersebut dari BCA, kemudian ia bermohon kepada Pengadilan Negeri Ambon untuk ditetapkan balik nama tanpa sepengetahuan Yongki Handaya dengan Penetapan Penga­dilan Negeri Ambon Nomor : 03/Pdt.P/2013/PN.AB, tertanggal 11 Februari 2013.

Lucunya, Pengadilan Negeri Ambon mengeluarkan penetapan ter­ha­dap hak atas tanah yang jela-jelas menyalahi aturan hukum. Termausk BPN yang langsung melakukan pe­ngabungan atas ketiga SHM terse­but menjadi SHM No.1736/Rijali atas nama Kuncoro Handaya sekaligus membalik nama dari Yongki Han­daya kepada Kuncoro Handaya, tan­pa melewati tahapan sesuai per­undangan yang berlaku serta tanpa diketahui oleh Yongki Handaya.

Mantulameten menjelaskan, tin­dakan BPN Ambon jelas menyalahi Undang-Undang  Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) junto Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.

“Karena peralihan tersebut dila­kukan tanpa melibatkan dan tanpa sepengetahuan Yongki Handaya sebagai pemilik tiga SHM tersebut, maka Yongki Handaya mengajukan upaya hukum melalui permohonan Peninjauan Kembali kepada Mah­kamah Agung RI dan akhirnya dipu­tuskan melalui Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI No­mor 211/PK/Pdt/2018, tanggal 25 Mei 2018, yang amarnya mengata­kan, mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali dari pemohon Peninjauan Kembali Yongky Han­daya. Membatalkan Penetapan Pengadilan Negeri Ambon Nomor : 03/Pdt.P/2013/PN.Ab, tanggal 11 Februari 2013, manyatakan permo­ho­nan pemohon tidak dapat diterima dan menghukum termohon Penin­jauan Kembali untuk membayar biaya perkara.

Selanjutnya Yongki Handaya melalui kuasa hukumnya Hans Lisay menyurati BPN terkait adanya Putusan PK tersebut, agar BPN Ambon membatalkan peralihan hak atas nama Kuncoro Handaya kem­bali ke Yongki Handaya, namun jawaban dari BPN ialah dibuat dalam bentuk gugatan.

Pernyataan BPN ini melalui su­ratnya tertanggal 07 Oktober 2019 de­ngan Surat Nomor: MP.02.01/2044-81.71/X/2019 yang menjelas­kan bahwa masalah antara Kuncoro Handaya dan Yongki Handaya diselesaikan dengan gugatan di pengadilan.

“Pernyataan dalam surat BPN tersebut terkesan diskriminatif dan menunjukan keberpihakan BPN Ambon kepada Kuncoro Handaya, yang mana pada saat peralihan hak dari Yongki Handaya kepada Kun­coro Handaya tidak melalui gugatan hanya dengan penetapan abal-abal BPN dapat melakukan peralihan hak, itu pun dilakukan tanpa sepe­ngetahuan Yongki Handaya. Seba­lik­nya Yongki Handaya berdasarkan Putusan PK mengajukan pemba­talan SHM atas nama Kuncoro Han­daya disarankan melalui gugatan. Sehingga kami menduga BPN Kota Ambon telah bersama-sama de­ngan pihak Kuncoro Handaya mela­kukan tindak pidana pengelapan dengan menyalahi prosedur sesuai ketentuan perundangan. (S-07)