AMBON, Siwalimanews – Kejaksaan Negeri Tanim­bar didorong untuk menjerat tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi SPPD Fiktif BPKAD Kabupaten Kepu­lauan Tanimbar.

Pasalnya, fakta persida­ngan yang digelar di Peng­adilan Tipikor Ambon, dima­na para saksi mengakui se­jumlah pejabat publik di Kabupaten Kepulauan Ta­nimbar diduga menerima uang korupsi tersebut, ha­ruslah juga dijerat dan diproses hukum dan bukan dilindungi.

Menanggapi hal ini, Ke­pala Kejaksaan Negeri Kepu­lauan Tanimbar, Dadi Wah­yudi mengatakan, untuk menetapkan tersangka baru maka pihaknya menunggu ekspos dari Jaksa Penuntut Umum.

Menurutnya, masih ada beberapa tahapan lagi yang harus ditempuh, sebut saja proses penuntutan dan putusan.

Kepada Siwalima di Kantor Kejati Maluku, Senin (18/12)  Wahyudi menegaskan, pihaknya masih menunggu pra penuntutan hingga putusan dalam perkara SPPD Fiktif BPKAD KKT tersebut,  barulah pihaknya akan meninjau apakah ada tersangka baru ataukah tidak.

Baca Juga: Polda Diminta Tetapkan Tersangka Dugaan Pemalsuan Dokumen

“Soal tersangka baru dalam kasus SPPD ini belum bisa kita pastikan. Kita harus melihat segala pertim­bangan dalam amar tuntutan JPU, dan juga pertimbangan majelis hakim dalam putusan nanti, apakah ada pertimbangan untuk pengem­bangan terhadap tersangka baru atau tidak,” kata Kajari

Walaupun demikian, ia berharap dalam pra penuntut jika ada maka pihaknya akan menetapkan ter­sangka baru.

“Pra penuntutan nanti kita lihat lagi semoga ada ya.  Jadi sebelum penuntutan kan ada pra penuntutan sehingga disitu kita bisa lihat apakah ada. Kalau ada akan kita sampaikan,” tandasnya.

Segera Tetapkan

Terpisah, Praktisi hukum Rony Samloy meminta Kejari Tanimbar untuk segera menetapkan tersangka baru dalam kasus SPPD Fiktif berdasarkan fakta sidang.

Menurut Ronny, dalam per­sidangan telah banyak fakta yang mengarah ke tersangka baru, tinggal komitmen JPU berdasarkan UU saja.

“Jadi dari kasus SPPD Fiktif di BPKAD Kabupaten Kepulauan Tanimbar ada banyak petunjuk dalam fakta sidang yang mengarah  ke calon tersangka baru, sekarang bagaimana komitmen JPU berda­sarkan petunjuk-petunjuk tersebut sesuai pasal 184 KUHP, bisa menetapkan tersangka baru di balik persidangan kasus ini sehingga memang ada kepastian hukum di balik kasus tersebut,” ujar Samloy.

Bantah

Terpisah, peran PF dalam korupsi SPPD fiktif ternyata terbantahkan dalam persidangan. Hal itu tentu membuat isu mengenai mantan bupati tersebut sama sekali tidak benar.

Fakta tersebut terungkap saat Fatlolon dicecar kuasa Hukum Anthony Hatane pada persidangan kasus dugaan korupsi SPPD fiktif BPKAD KKT, Jumat (15/12).

“Pa mantan bupati, ada dalam BAP ibu Kristina Sermatang bahwa ada sejumlah uang yang diberikan kepada bapak mulai dari 50 juta, 30, 20 juta, 150 juta dan 15 juta, apa ini benar?

PF menegaskan, hal itu tidaklah benar, sebab dirinya sama sekali tidak berhubungan dengan ben­dahara.

“Sama sekali tidak benar, sebab saya tidak berhubungan dengan bendahara,” ujar PF.

Jawaban PF diperkuat dengan keterangan terdakwa Jonas Batlajery menyebutkan uang tersebut dirinya sendiri yang gunakan, sehingga tidak ada aliran dana ke Mantan Bupati 2017-2022 itu.

“Tidak benar pak PF menerima dana SPPD fiktif. Saya tidak teruskan dana itu ke bupati, tapi saya gunakan dana itu untuk kepentingan pribadi dan nanti saya ganti uang uang itu.  Jadi tidak ada uang yang mengalir ke bupati,” kata tersangka, Jonas Batlajery, mantan Kepala BPKAD KKT, ketika diminta keterangan majelis hakim

Juga Bantah

Lebih lanjut, PF saat dicecar JPU, Achmad Attamimi soal keterlibatan­nya dalam persetujuan anggaran SPPD BPKAD dari Rp9 miliar menjadi Rp1,5 miliar juga di bantah PF

Meski fakta yang ditemukan penyidik bahwa ada aliran uang ke BPK RI guna memuluskan pem­berian opini Wajar Tanpa Penge­cualian (WTP), dengan iming-iming bonus dana insentif daerah dengan nilai puluhan miliar.

Menurutnya BPK yang datang ke KKT, hanya menemui dirinya dengan menunjukkan surat tugas bahwa BPK akan melakukan audit penda­huluan serta audit rinci. Sedangkan menyangkut bonus DID, dirinya mengaku tidak ingat besaran nilainya.

Bahkan, tudingan bahwa oknum BPK yang melakukan nego dengan dijembatani kepala Inspektorat ke Yonas dan disampaikan ke PF.

“Temuan BPK itu disampaikan secara tertulis dan biasanya BPK akan mengirimkan hasil auditnya kepada saya. Setelah menerima hasil audit, saya disposisi ke Sekda. Secara detail tidak terkait permintaan oknum BPK. Yang disampaikan BPK ke saya hanya tentang dinas mana saja yang administrasinya lambat,” ujar PF

Jawaban PF terus dikejar JPU yang mempertanyakan nilai DID yang diterima Kabupaten Kepulauan Tanimbar. “Untuk nilainya saya sudah tak ingat,” sebut PF.

Ditanya bagaimana dengan SPPD Rp9 miliar yang digadang-gadang untuk kepentingan  Forkopimda, namun PF mengelak dengan menuding bahwa, ada politik adu domba terhadap dirinya dengan Forkopimda, mengingat dirinya akan kembali mencalonkan diri pada pilkada KKT 2024 mendatang.

Bahkan PF justru menuding balik DPRD, bahwa meminta anggarannya ditambah, Karena, masalah utama ada pada deposito pada tahun 2020 yang membuat hingga terjadi deadlock.

“Ini fitnah karena ada kepentingan politik. Justru akar masalah ini adalah persoalan bunga deposito yang mereka curigai itu masuk ke rekening pribadi saya, padahal hasil audit BPK menyampaikan tidak ada masalah dan bunga deposito itu masuk ke rekening daerah sebagai pendapatan,” tandas PF lagi.

Lebih lanjut, PF akhirnya mem­bantah pernyataannya bahwa dirinya tidak dapat memastikan DPRD pernah menerima aliran uang SPPD fiktif tersebut.

“Kalau pa Jhon Kelmanutu dan Pa Jalan memang beberapa kali ke saya tetapi hanya bicara soal waktu pembahasan APBD dan LPJ. Jadi soal uang yang diminta pa Ricky tak pasti apakah mereka terima, namun saya disampaikan bahwa untuk persoalan LPJ dengan  DPRD semuanya sudah aman,” kata PF.

Mendengar penjelasan PF, hakim ketua sebut dirinya sangat respek. dia berharap, PF ketika kembali terpilih pada Pilkada KKT September 2024 mendatang, agar melakukan pembenahan.

Dakwaan

Untuk diketahui, JPU Kejari Tanimbar, Stendo B Sitania, mengungkapkan peran enam terdakwa yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi anggaran perjalan dinas pada BPKAD Kabupaten Kepulauan Tanimbar di Pengadilan Tipikor Ambon, Kamis (11/10).

Enam pejabat BPKAD Kabupaten Kepulauan Tanimbar  tersebut yaitu, Yonas Batlayeri, Kepala BPKAD Tahun 2020, Maria Gorety Batlayeri, Sekretaris BPKAD tahun 2020, Yoan Oratmangun, Kabid Perbendaharaan BPKAD Tahun 2020, Liberata Malirmasele Kabid Akuntansi dan Pelaporan BPKAD tahun 2020, Letharius Erwin Layan, Kabid Aset BPKAD tahun 2020 dan Kristina Sermatang,Bendahara BPKAD tahun 2020.

Jaksa Penuntut Umum Kejari Tanimbar Stendo B Sitania dalam dakwaannya menjelaskan, tindak pidana yang dilakukan para terdakwa terjadi pada awal Januari sampai Desember 2020.

Saat itu anggaran perjalanan dinas sebesar Rp9 miliar lebih dikelola para terdakwa untuk membiayai  perja­lanan dinas dalam daerah maupun di  luar daerah.

Namun, atas perintah pimpinan anggaran itu digunakan tidak sesuai dengan peruntukannya. Akibatnya atas perbuatan 6 terdakwa itu, negara mengalami kerugian ke­uangan negara sebesar Rp6.682.­072.402. (S-26)