AMBON, Siwalimanews – Aparat penegak hukum dipersilahlan untuk mem­bongkar berbagai masalah yang terjadi di Pasar Mar­dika, Ambon.

DPRD Maluku secara resmi telah merekomendasikan masalah Pasar Mardika, untuk diusut aparat penegak hukum baik kejaksaan, kepolisian maupun komisi pem­berantasan korupsi.

Demikian diungkapkan Ketua DPRD Maluku, Benhur George Watubun dalam rapat paripurna DPRD Provinsi Maluku, Rabu (20/12).

“Prinsipnya dalam waktu dekat secara resmi kita akan teruskan rekomendasi DPRD tentang Pasar Mardika ini kepada kepolisian, Kejaksaan Tinggi Maluku dan KPK di Jakarta,” tegas Watubun.

Dijelaskan, sekalipun telah memasuki penghujung tahun 2023, tetapi DPRD tetap berkomitmen untuk segera menyerahkan reko­mendasi mengingat, 31 Desember 2023 mendatang Gubernur dan Wakil Gubernur akan meletakkan jabatannya.

Baca Juga: Toisuta Apresiasi Tingkat Kejahatan Pidum Turun

Hal tersebut dilakukan agar tidak menimbulkan dusta diantara DPRD dan Pemerintah Provinsi Maluku, dengan munculnya narasi yang terbangun seolah-olah ada fitnah jika rekomendasi diserahkan pada awal tahun 2024.

“Awal tahun 2024 mendatang kita sudah berhadapan dengan kepe­mimpinan yang baru di Provinsi Maluku yaitu, pejabat gubernur sehingga tidak boleh persoalan ini ditinggalkan oleh  Gubernur Dan Wakil Gubernur saat ini,” jelasnya.

Watubun berharap rekomendasi yang nantinya diserahkan ke aparat penegak hukum dapat ditindak lanjuti dengan proses hukum.

Proses Hukum BPT

DPRD Provinsi Maluku resmi merekomendasikan aparat penegak hukum untuk mengusut dugaan perbuatan melawan hukum dalam pengelolaan Pasar Mardika oleh PT Bumi Perkasa Timur.

Rekomendasi dewan tersebut dibacakan Ketua Pansus Penge­lolaan Pasar Mardika, Richard Rahakbauw, dalam paripurna DPRD Provinsi Maluku, Rabu (20/12).

Pengusutan dugaan perbuatan melawan hukum tersebut terkait dengan pemanfaatan 140 ruko yang merupakan aset milik daerah.

“Merekomedasikan kepada aparat penegak hukum dalam hal ini Kepolisian Daerah Maluku, Kejaksaan Tinggi Maluku dan KPK untuk mengusut dugaan perbuatan melawan hukum maupun dugaan adanya unsur kolusi (penyala­gunaan keadaan) dalam perjanjian kerja sama pemanfaatan 140 ruko,” tegas Rahakbauw.

Pansus kata Rahakbauw menilai, kerja sama antara pemerintah daerah Provinsi Maluku dengan PT. Bumi Perkasa Timur telah merugikan masyarakat dan daerah.

Kerugian ditimbulkan lantaran PT. Bumi Perkasa Timur telah melakukan penarikan dari beberapa pemegang SHGB kurang lebih 18 miliar rupiah.

Namun, PT Bumi Perkasa Timur hanya menyetor ke rekening Pemerintah Provinsi Maluku sebesar 5 miliar rupiah.

“PT BPT hanya membayar 5 miliar untuk jangka waktu 1 tahun terhitung tahun 2022 sebesar 240 juta, dan tahun 2023 sebesar 4.750 miliar rupiah sedangkan yang ditarik dari pemegangnya SHGB kurang lebih 18 miliar lebih dan ini merugikan daerah,” ucapnya.

RR sapaan Rahakbauw ini pun berharap aparat penegak hukum dapat segera merespon rekomendasi DPRD dengan membentuk tim guna mengusut persoalan pengelolaan Pasar Mardika.

Sebelumnya, Benhur Watubun pernah berjanji akan mengeluarkan rekomendasi proses hukum PT Bumi Perkasa Timur yang selama ini mengelola Pasar Mardika tidak sesuai aturan dan merugikan daerah.

Watubun menyebutkan, Pansus Pengelolaan Pasar Mardika telah bekerja menggali semua persoalan yang selama ini terjadi di Pasar Mardika, termasuk dengan men­dengar setiap masukan yang disam­paikan para pedagang.

Tindak lanjut dari pengusutan tersebut, Pansus akan merekomen­dasikan proses hukum terhadap PT Bumi Perkasa Timur yang selama ini bekerja tidak sesuai dengan aturan dan merugikan daerah.

“Pansus akan melaporkan hasil kerja ke paripurna dan termasuk akan merekomendasikan proses hukum BPT ke kejaksaan,” tegas Benhur.

Menurutnya, selama mengelola Pasar Mardika berdasarkan perjan­jian kerja sama dengan Pemerintah Provinsi Maluku, PT BPT telah melakukan tindakan yang meru­gikan masyarakat, khususnya pedagang yang selama ini bekerja di Pasar Mardika.

PT BPT lanjutnya, bahkan menarik keuntungan dari Pasar Mardika melebihi ketentuan yang ditetapkan dalam perjanjian, salah satunya menaikkan tarif sewa ruko yang cukup tinggi, sedangkan penda­patan yang diperoleh pemerintah daerah sangat sedikit.

“Memang ada ikatan hukum yang dilakukan tapi kita akan meninjau kembali ikatan-ikatan merugikan daerah, sebab apapun ikatan hukum itu tidak boleh memperkaya orang disana dan yang harus diperkaya itu rakyat,” ujarnya.

Watubun menegaskan rekomen­dasi proses hukum yang nantinya dikeluarkan DPRD merupakan bentuk pemberian efek jera kepada PT BPT yang selama ini menya­lahgunakan perjanjian untuk meraih keuntungan dan merugikan daerah.

Pedagang Polisikan PT BPT

Diberitakan sebelumnya, karena diduga sering mengintimidasi mengakibatkan puluhan pedagang Pasar Mardika melaporkan PT.BPT ke Polda Maluku

Berdasarkan laporan pengaduan tertulis yang diserahkan ke Ditkrimum Polda Maluku, Senin (31/7), para pedagang menyebutkan beberapa poin yang merupakan bagian dari intimidasi yang dila­kukan pihak PT.BPT yakni: (1) Bah­wa pada beberapa minggu bela­kangan ini, terjadi tindakan arogansi, intimidasi, pemaksaan dan peng­ancaman kepada kami peda­gang kios dan kaki lima di Pasar Mardika yang dilakukan oleh PT. BPT.

Tindakan itu dilakukan salah satu anggota perusahaan tersebut yang sempat viral di media sosial akhir-akhir ini dengan motif, meminta pembayaran uang sampah sebesar Rp3.000, tanpa menunjukan legalitas resmi dari Pemerintah Kota maupun Pemerintah Provinsi Maluku, hingga berakhir pada penutupan tempat pembuangan sampah oleh pihak PT. BPT sampai saat ini, yang berlokasi di tikungan jalur samping Bank Mandiri Pasar Mardika.

Padahal selama ini pedagang telah membayar semua retribusi kepada Pemerintah Kota Ambon sesuai dengan Perda dan Perwali.

(2) Pada hari Selasa, 25 Juli 2023 lalu, PT.BPT melalui anggotanya melakukan intimidasi dan pemak­saan dengan motif pendataan nama-nama, serta pengancaman kepada pedagang Pasar Mardika untuk mengikuti rapat, namun tidak jelas apa yang akan dibahas dalam rapat tersebut karena tidak dije­laskan da­lam surat undangan rapat tersebut.

(3) Bahwa tanggal 27 Juli 2023 PT. BPT melalui anggotanya melakukan pemaksaan dan pengancaman ke­pada pedagang Pasar Mardika untuk membayar pajak nilai tanah sebesar Rp. 300.000 perbulan tanpa legalitas yang resmi dari Pemerintah Kota Ambon Maupun Pemerintah Provin­si Maluku namun mereka mengklaim bahwa seluruh aset tanah dan bangunan Pasar Mardika, adalah milik mereka, PT. BPT yang diberikan kuasa oleh Pemerintah Provinsi Maluku.

Sementara pedagang telah melakukan tatap muka/menghadap langsung dengan Pemerintah Provinsi Maluku melalui Kepala Biro Hukum dan Kepala Bidang Aset Provinsi Maluku di ruang kerjanya, serta telah mendapatkan penjelasan me­nge­nai batas wilayah kekuasaan PT. BPT di kawasan Pasar Mardika yang dikuasakan oleh Pemprov Maluku hanya sebatas 140 ruko yang ter­sebar di atas tanah HPL 06 sebagai­mana yang tertulis dalam isi surat pemberitahuan dari Pemerintah Pro­vinsi Maluku No.593/1938 tanggal 18 Juli 2022 yang ditujukan untuk penghuni dan pemegang Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) ruko Mardika, bukan untuk Pedagang kios dan kaki lima yang ada di Pasar Mardika.

Selain itu, beberapa poin lainnya terkait penutupan tempat pembua­ngan sampah di lokasi tikungan jalur samping Bank Mandiri kawasan Pasar Mardika hingga saat ini, sehingga Pedagang kesulitan mem­buang sampah pada TPS milik Pemkot Ambon.

Tidak hanya itu, para Pedagang juga melaporkan perihal ancaman penyegelan yang akan dilakukan PT. BPT dengan mengancam akan menye­gel kios dan mengganti semua pemilik kios kaki lima Pasar Mardika dengan yang mereka inginkan, apabila tidak mau membayar pajak  nilai tanah sebesar Rp. 300.000/bulan dan pemba­yarannya harus membayar 5 bulan sekaligus mulai dari bulan Agustus sampai bulan Desember 2023.

Para pedagang mengancam akan membongkar Kios-kios milik pedagang apabila tidak membayar nilai tanah tersebut sampai batas waktu awal bulan Agustus 2023 ini.

Mereka bahkan telah memberikan nomor-nomor kios yang akan mereka segel dan akan mereka  bongkar di awal Agustus 2023 ini.

“Dengan adanya ancaman penye­gelan dan pembongkaran kios mela­lui pembatasan waktu pembayaran yang ditentukan oleh PT. BPT itu, maka kami selaku pedagang yang merasa diintimidasi, memohon kepada pihak Polda Maluku, agar dapat menindaklanjuti laporan ini serta dapat mengambil tindakan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan terjadi oleh kita semua,”ujar Perwakilan Peda­gang Pasar Mardika, Sura, kepada Siwalima, Kamis (3/8).

Dikatakan, apabila laporan ini tidak ditanggapi dan ditindaklanjuti, hingga nantinya terjadi penyegelan dan pembongkaran kios sebagai­mana ancaman pihak PT. BPT, maka Pedagang akan menghadapi PT. BPT.

“Kami juga akan selesaikan de­ngan mengikuti bagaimana nanti cara mereka. Dan jangan salahkan kami bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, karena kami sudah mela­porkan namun tidak ditin­daklanjuti. Kami juga sudah menyertakan bukti-bukti sebagai bentuk intimidasi,” tandasnya.(S-20)