AMBON, Siwalimanews – Mantan bendahara Balai Latihan Kerja (BLK) Ambon, Leuwaradja Hendrik Marthin Ferdinandus me­nuding Kejaksaan Tinggi Maluku te­bang pilih dalam penanganan kasus korupsi yang telah menjeratnya.

Leuwaradja mengaku, dalam ka­sus pengadaan barang di BLK Ambon sehingga terjadinya dugaan mark up sebagaimana temuan jaksa, bukan dirinya saja yang terlibat tetapi ada atasannya baik itu pejabat pengadaan tahun 2021 maupun kuasa pengguna anggaran.

Anehnya Leuwaradja sendiri yang dijerat dan menjalani semua proses hukum sementara para pejabat lainnya di BLK yang harus juga diperiksa dan dijerat justru dibiarkan bebas.

Leuwaradja mengancam akan melaporkan pejabat pengadaan BLK Ambon tahun 2021 dan KPA ke pihak berwajib dan meminta untuk segera diperiksa.

“Beta di kejaksaan seng bisa bicara soal pengadaan, diarahkan hanya berkaitan fiktif dan mark up. Jadi di pengadaan itu beta didakwa mark up, padahal anggaran itu di transfer. Beta harus membayar den­da Rp2 miliar sekian yang di­dalamnya termasuk pengadaan. Padahal beta fungsinya transfer. Kalau ini mestinya beta buat laporan untuk kejari dan kepolisian dan beta akan buka semua itu, karena ada bukti beta. Beta ren­cana laporkan,” ujarnya kepada Siwalima, pekan lalu.

Baca Juga: Kejati Harus Konsisten Periksa Sekda

Dijelaskan, selama proses pe­meriksaan baik pejabat penga­daan dan KPA yang kapasitas se­bagai Kepala BLK Ambon tidak ikut diperiksa jaksa, namun dalam dakwaan hingga pada amar putu­san, dirinya disebut telah korupsi seluruh uang termasuk pada bagian pengadaan.

Untuk diketahui, Leuwaradja di­hukum majelis hakim Pengadilan Tipikor dengan pidana 8 tahun penjara.

Dia juga dibebankan memba­yar denda Rp500.000.000, subsider 6 bulan kurungan serta uang peng­ganti sebesar Rp.2.030.873.555 de­ngan ketentuan, jika dalam waktu satu bulan tidak diganti sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hu­kum tetap, maka harta benda ter­dakwa dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut, dan jikalau harta benda terdakwa tidak men­cukupi untuk menutupi uang pengganti dimaksud, maka diganti dengan pidana kurungan selama 2 tahun penjara.

Hakim menyatakan, terdakwa terbukti secara sah dan meyakin­kan bersalah melakukan tindak pidana korupsi, sebagaimana di­atur dan diancam pidana dalam pasal 3 jo pasal 18 Undang-Un­dang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberan­tasan Tindak Pidana Korupsi seba­gai­mana dalam dakwaan primair.

Leuwaradja mengaku tidak menerima jika dituding melakukan korupsi pada bagian pengadaan, karena dia merasa tidak menikmati apapun pada bagian tersebut, dimana dirinya hanya ntransferan sesuai arahan.

“Memang pengadaan ini belum disentuh karena belum ada laporan karena da kaitannya. Mengapa didakwaan beta dinilai mark up bahan pelatihan senilai Rp 448 juta, padahal beta tidak melakukannya. Beta terkait pengadaan hanya mentransfer­kan dan oleh Pak Morits selaku saksi menyatakan bahwa Pak Leo, (saya) dalam hal ini saksi sudah mentransfer Rp 5 miliar sekian, di rekening koran itu tercatat. Kenapa beta dituduh mark up yang seng mungkin beta lakukan, padahal itu tugasnya Pejabat Pengadaan. Kalau mau mark up seharusnya pejabat pengadaan dan beta bisa membuktikannya,” tegasnya.

Disisi lain, dia mengaku telah mark up dan membuat laporan fiktif. Meski demikian, hal tersebut merupakan arahan dari pimpinan tertentu, agar dapat membantu keuangan BLK Ambon, dalam hal ini sejumlah kegiatan yang tak terdaftar dalam petunjuk operasional kegiatan.

“Beta akui beta melakukan fiktif dan mark up. Beta lakukan bukan untuk pribadi tetapi sebagai bagian dari loyalitas atas perin­tah-perintah pimpinan dalam membelanjakan, mentransfer baik tunai dan lainnya untuk kegiatan operasional kantor, sampai dengan memberikan kepada orang tertentu, dan semua kegiatan yang beta bayarkan atau belanjakan itu tidak ada dalam petunjuk operasional kegiatan, semuanya itu non register,” tegasnya.

Meski demikian, dia mengaku batal mengajukan banding setelah berdiskusi dengan keluarga, meskipun merasa hukuman tersebut tak adil baginya.

Namun, dalam hal ini, Dia berharap agar jaksa juga segera memeriksa Pejabat Pengadaan BLK Ambon tahun 2021 dan KPA yang dimaksud.

“Tapi beta ingin menyuarakan sehingga Pejabat pengadaan BLK Ambon terkait dengan kinerjanya di tahun 2021 perlu menjadi perhatian. Karena dia juga berkontribusi untuk penyimpangan. Beta mempertanyakan kenapa beta sendiri di tahan, kenapa pimpinan-pimpinan beta tidak ikut diperiksa, padahal mereka mempunyai kontribusi sehingga membuat beta melakukan solusi akhir yaitu fiktif dan mark up,” ujarnya dengan nada kecewa.

Dia menambahkan, bahwa semua dilakukan untuk kepentingan BLK bukan untuk kepentingan dirinya pribadi, dan untuk hal ini ada saksi hidup seperti honorer pegawai di BLK Ambon. (S-26)