AMBON, Siwalimanews – Pemerintah Provinsi Ma­luku diminta segera meng­hapus eks lahan Hotel Anggrek dari daftar aset.

Kasus eks lahan Hotel Anggrek secara hukum su­dah selesai dan inkrah. Olehnya, Sertifikat Hak Guna Bangunan  (SHGB) No­mor 99 atas nama Peru­sahaan Daerah  Panca Kar­ya yang dahulu dikenal lahan eks Hotel Anggrek harus dihapus dari daftar aset milik Pemprov Maluku demi kepastian hukum bagi ahli waris atau pemilik la­han yang terletak di Jl. Ahmad Yani Kelurahan Batu Meja, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon itu.

Ahli waris pemilik lahan yang sah atas nama janda Anthoneta Mus­kita/Natary  merupakan pemilik ta­nah sebagaimana Putusan Peng­adilan Negeri Ambon No. 21/1950 tertanggal 25 Maret 1950 dan Penetapan Eksekusi No. 21/1950 tertanggal 25 Maret 2011 serta Be­rita Acara Eksekusi Pengosongan No. 21/1950 tertanggal 6 April 2011.

Hal ini disampaikan Kuasa Hu­kum ahli waris eks lahan Hotel Anggrek, Elizabeth Tutupary ke­pada Siwalima di Ambon, Selasa (22/9). “Kami ahli waris sudah me­nyu­rati kepada Pemerintah Pro­vinsi Maluku pada 18 November 2019 dan belum ada jawaban sampai saat ini. Olehnya kami me­nyurat Pemprov Maluku lagi ter­tanggal 6 Juli 2020 yang pada intinya meminta penghapusan sertifikat HGB Nomor 99 atas nama PD Panca Karya,” jelas Tutupary.

Tutupary mengatakan, perkara lahan eks Hotel Anggrek sudah inkrah berdasarkan putusan Pe­ngadilan Negeri Ambon No. 21/1950 tertanggal 25 Maret 1950. Juga adanya surat dari Kemen­terian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Direk­torat Pengelolaan Kekayaan Ne­gara dan Sistem Informasi melalui suratnya Nomor:S-1774/KN.5/2016 tertanggal 16 September 2016 yang tembusannya ditujukan kepada Gubernur Provinsi Maluku perihal permohonan penghapusan aset barang milik negara/daerah sesuai SHGB Nomor 99 atas nama PD Panca Karya.

Baca Juga: Rumah Dinas tak Ditempati, Ketua DPRD Kota Tuai Kritikan

“Oleh karenanya atas hal ter­sebut kami minta Pemprov Maluku harus legowo dan secepatnya melakukan penghapusan SHGB No. 99 itu dari daftar aset,” tandas Tutupary.

Di sisi lain, Akademisi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Un­patti, Reny Nendissa mengatakan, secara hukum Pemprov Maluku sudah melakukan perbuatan me­langgar hukum.

Menurutnya, Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No­mor 19 Tahun 2016 tentang pedo­man pengelolaan barang milik daerah sangat jelas menyebutkan aset bisa dihapus jika barang milik daerah sudah tidak ada dalam penguasaan pengguna barang atau kuasa pengguna barang.

“Permendagri ini sangat jelas terutama pasal 423 ayat 3, kenapa ? karena hak ahli waris atau lahan eks Hotel Angrek sudah tak ada masalah hukum lagi atau inkrah. Jadi Pemprov harus segera meng­hapusnya dari daftar aset,” kata Nendissa.

Ia menegaskan, jika Pemprov tidak menghapus lahan eks Hotel Anggrek itu dari asetnya, maka konsekuensi hukumnya, Pemprov akan digugat lantaran melakukan perbuatan melawan hukum yang tidak melindungi rakyatnya.

“Ini menyangkut tindakan peme­rintah yang tidak melindungi rak­yatnya alias perbuatan melawan hukum. Ini bentuk dari salah satu sifat pemerintah yang tidak me­lindungi rakyatnya,” tegas Nen­dissa.

Ditambahkan, terhadap tindakan pemerintah yang tidak punya itikad baik kepada ahli waris eks lahan Hotel Anggrek ini, Nendissa me­ngingatkan tindakan Pemprov Maluku tersebut konsekuensi hukum lainnya. Ombudsman bisa saja mengeluarkan rekomendasi kepada pemprov karena sudah melakukan mall administrasi.

“Sebagai lembaga berwenang, ombudsman punya hak untuk itu,” pungkas Nendissa.

Sementara itu, informasi yang dihimpun dari Biro Hukum Pem­prov Maluku menyebutkan, Pem­prov Maluku sudah mengetahui duduk perkara eks lahan Hotel Anggrek.

Pasalnya, kasus ini sudah ink­rah dan dimenangkan pihak ahli waris. Hanya saja karena sertifikat dimaksud selama ini atas nama PD Panca Karya, maka sebagai perusahaan daerah tentu aset atau harta itu dipisahkan.

“Hotel Anggrek itu bagian dari penyertaan modal di PD Panca Karya. Tapi lebih baik konfirmasi dengan bagian aset. Sebenarnya tidak apa-apa. Masalah Hotel Anggrek itu sudah selesai dan itu dimenangkan ahli waris. Setahu saya sertifikat itu ada di Panca Kar­ya karena sertifikat itu atas nama Panca Karya. Karena PD Panca Karya merupakan perusahaan dae­rah, maka harta yang dipisah­kan. Memang putusan itu ahli waris sudah menang,” jelas sumber di Biro Hukum.

Untuk diketahui, SHGB No 99 atas nama PD Panca Karya telah disita oleh Kejaksaan Negeri Ambon dalam perkara pidana eks Direktur Panca Karya Jacob Weynand Christian Huwae.

MA Tolak PK.

Seperti diberitakan sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) menolak upaya Peninjauan Kembali (PK) PD Panca Karya terhadap lahan eks Hotel Anggrek yang diajukan Direktur PD Panca Karya, Afras Pattisahusiwa.

Penolakan PK Panca Karya itu di­umumkan melalui direktori pu­tusan MA yang atas perkara tersebut telah diputus pada tanggal 6 Maret 2018 dengan Nomor Perkara 828 PK/PDT/2017. Dimana dalam putusan PK tersebut MA me­nyatakan dengan tegas menolak PK Panca Karya sebagaimana hasil musyawarah hakim agung Yakup Ginting, Panji Widagdo dan Soltoni Mohdally.

Terhadap adanya putusan ter­sebut Penasehat Hukum (PH) ahli waris, Elizabeth Tutupary di Ambon, Jumat (16/3) mengatakan, sudah mengetahui isi putusan PK tersebut melalui direktori putusan MA. “Iya benar terhadap putusan PK itu kami sudah mengetahuinya,” kata Tutupary.

Atas putusan MA ini, lahan eks Hotel Anggrek seluas 14.266 meter persegi yang terletak di Jalan Ahmad Yani kawasan Batu Gajah, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon menurut hukum menjadi sah milik ahli waris janda Anthoneta Muskita/Natary beserta ahli waris pengganti lainnya.

Sedangkan salah satu ahli waris lahan eks Hotel Anggrek, Marthen Muskita di Ambon mengatakan, dengan dikeluarkannya putusan ini, maka perebutan lahan eks hotel anggrek dari pihak-pihak yang tidak berkepentingan telah berakhir.

“Saya kira ini waktunya ahli waris menikmati haknya dan Ini waktu­nya hukum berpihak kepada kebe­naran dan akhirnya semua terbukti kebenaran itu berpihak kepada kita ahli waris,” ujar Muskita.

Sementara itu, Humas Peng­adilan Negeri Ambon, Herry Setio­budy yang dikonfirmasi perihal putusan MARI tersebut membenar­kannya. “Jadi suatu putusan MA, jika sudah diumumkan di direktori berarti tinggal pengadilan yang akan menerima salinannya. Dan lahan itu menjadi milik ahli waris,” tegas Herry. (S-32)