AMBON, Siwalimanews – Korupsi terjadi kala pemeriksaan rutin intes dilakukan. Mirisnya, semua temuan rutin itu tak pernah diungkap pihak bank.

Kejahatan yang dilakukan oleh tiga pejabat Bank Maluku Malut, Cabang Pembantu Ma­ko, Pulau Buru, sudah berlang­sung sejak tahun 2016 lalu, namun tak pernah terendus oleh Satuan Kerja Audit Internal (SKAI) atau pemeriksa internal.

Kapolres Pulau Buru, Egia Febri Kusumawiatmaja menga­ta­kan, kejahatan ketiganya di­ketahui setelah BPKP Perwaki­lan Maluku menemukan keru­gian keuangan negara yang dilakukan ketiganya secara bertahap, sejak bulan Juni 2016 hingga November 2019.

Lalu bagaimana kejahatan yang dilakukan sejak 2016 lalu tidak pernah diketahui bank, padahal secara rutin dilakukan pemeriksaan oleh SKAI?

Akademisi hukum pidana Universitas Pattimura, Remon Supusepa menduga, SKAI tidak melakukan pengawasan secara maksimal dan juga pe­ngawasan tersebut diduga sengaja tidak ditindaklanjuti oleh jajaran direksi.

Baca Juga: Terpidana Korupsi DPRD Kota Tual Digiring ke Lapas

“Jadi dalam kasus seperti ini kita harus melihat bahwa fungsi-fungsi pengawasan internal itu tidak berjalan sebagaimana mestinya. Fungsi pengawasan itu sejatinya bahwa ada pan­dangan-pandangan yang me­nu­­tup kelemahan-kelemahan atau juga kekurangan-kekura­ngan, dan ada rekomendasi yang harus disam­paikan ke pihak-pihak pengawasan eks­ter­nal seperti BPKP, atau lem­baga-lembaga keuangan untuk mengecek atau OJK yang ber­kaitan dengan tran­saksi keua­ngan, supaya tidak ditindak­lanjuti oleh penga­wa­san internal,” jelas Supusepa kepada Siwalima, Selasa (28/9).

Padahal lanjut Supusepa, ada temuan-temuan yang harus ditin­dak­lanjuti baik oleh SKAI atau direksi Bank Maluku Malut, hanya saja sifatnya administrasi sehingga menjadi tanggung jawab direksi untuk menyelesaikan.

“Karena ini ada temuan dan te­muan ini harus ditindaklanjuti, Ha­nya saja fungsi dari lembaga-lem­baga itu hanya sifatnya administrasi. Jadi karena sifat administrasi itu maka penegakan hukum pidana tidak bisa masuk disitu,. sehingga apa yang terjadi didalam perbankan itu hanya menjadi tanggung jawab direksi untuk menyelesaikan,” katanya.

Sesuai Peraturan OJK No:1/POJK.03/2019, tentang Penerapan Fungsi Audit Itern Pada Bank Umum, SKAI adalah unit kerja dalam bank yang menjalankan fungsi audit intern, dimana setiap bank wajib memiliki fungsi audit intern sesuai dengan ukuran, karakteristik dan kompleksitas usaha bank.

Atas dasar itu, Supusepa berpen­dapat jika SKAI dan direksi serius membongkar tindakan kejahatan yang dilakukan tiga pejabat Bank Maluku Malut di Kabupaten Buru, maka dengan sendirinya bisa dila­kukan proses pemeriksaan kepada para pelaku.

“Jadi misalnya hasil temuan dari SKAI lalu direksi itu mau serius untuk membongkar itu, maka de­ngan sendirinya kasus ini menjadi terang benderang dan penyelidikan itu masuk dan pasti melakukan proses pemeriksaan kepada para pelaku bank. Keberanian itu bisa muncul dari direksi dan orang per­bankan sendiri, tetapi karena mereka agak tertutup karena perbankan ini berkaitan dengan kepercayaan ter­ha­dap nasabah yang menaruh uangnya untuk dikelola oleh bank,” ujarnya.

Dia mengakui, hampir seluruh perbankan di Indonesia kerahasiaan perbankan itu hanya diketahui oleh internal dengan sanksi hukuman disiplin administrasi itu hanya diterapkan secara tertutup tanpa melalui jalur hukum.

Dia menduga fungsi SKAI tidak berjalan maksimal, dan sengaja ditutupi dan tidak ditindak lanjuti baik oleh mereka maupun direksi hanya karena kepentingan bank agar tetap dipercaya masyarakat.

“Jadi menurut saya fungsi SKAI tidak maksimal. Karena mereka juga menjaga nama baik banknya. Dan bagi para pelaku yang dilindungi sebenarnya itu adalah kesalahan dari SKAI maupun kesalahan dari pihak direksi perbankan yang sebe­narnya sudah mengetahui tetapi menutupi hanya demi kepentingan banknya itu agar tetap dipercaya masyarakat,” katanya.

Oleh karena itu, tambahnya peran dari masyarakat yang dirugikan itu menjadi pintu masuk untuk fungsi penegakan hukum itu jalan.

Di sisi yang lain, tambah dia, dari sisi hukum administrasi negara kalau ditemukan mall administrasi bahwa ada keselahan administrasi yang dilakukan oleh seorang pegawai perbankan misalnya, atau pejabat negara yang berindikasi kepada kerugian keuangan negara yang nyata atau aktual, maka itu bisa dikualifikasikan sebagai tindak pidana korupsi.

Supusepa menambahkan, jika laporan SKAI itu tidak ditindak­lanjuti sampai ke Otoritas Jasa Keuangan atau pihak lain, karena pengelolaan keuangan daerah itu juga sifatnya tertutup, karena tidak mau membuka diri untuk penga­wasan-pengawasan yang terbuka terhadap pengelolaan perbankan itu sendiri. Hal ini berkaitan juga de­ngan hal-hal yang dirahasiakan yang berkaitan dengan bank, apalagi bank milik daerah.

Diduga Ada Permainan

Akademisi Ekonomi UKIM, Elia Radianto menilai Direktur Utama Bank Maluku Malut lemah melaku­kan pengawasan, karena SKAI da­lam melakukan audit pasti mela­porkan kepada dirut dan selanjut dilakukan rapat dewan direksi terhadap temuan-temuan SKAI itu.

Dalam kasus ini, lanjutnya, jika dugaan kejahatan perbankan ini dilakukan terus menerus oleh ok­num-oknum pegawai di Bank Ma­luku Malut Cabang Mako Kabupaten Buru sejak tahun 2016, maka diduga ada permainan antara auditor de­ngan pihak penyelenggara di Bank Maluku Malut.

“Ini kan patut dipertanyakan jika selama ini di Buru tidak ada sempel temuan misalnya, sehingga jangan sampai diduga ada permainan antara auditor dengan oknum-oknum pe­nyelenggara di cabang atau unit itu,” jelasnya saat dihubungi Siwa­lima melalui telepon selulernya, Selasa (28/9).

Jika dugaan permainan tersebut benar, lanjut Mantan Kepala Ombudsman Perwakilan Maluku ini, maka bisa terjadi kerapuhan pada bank.

“Artinya bank rapuh karena ada­nya permainan oknum-oknum auditor dengan oknum yang didalam rangka menyelamatkan kekurangan yang terjadi sehingga dengan demikian, kekurangan itu tidak terdeteksi sehingga menyebabkan bank rugi,” ujarnya sembari menam­bahkan, tindakan ini kan sangat merugikan bank, karena itu perlu ada tindakan tegas.

Diberi Sanksi

Sementara itu, Direktur Utama Bank Maluku Malut, Syahrisal Imbar mengungkapkan, pihaknya telah memberikan sanksi bagi tiga pegawai tersebut.

Ini kasus lama dan terhadap para pelaku sudah diberikan sanksi pemu­tusan hubungan kerja dan penco­potan jabatan oleh dewan direksi sebelumnya,” katanya.

Dikatakan, fungsi kontrol internal cabang dan SKAI terus ditingkatkan dengan melakukan audit rutin.

“Fungsi kontrol internal cabang dan SKAI terus ditingkatkan de­ngan melakukan audit rutin 3-4 kali pertahun, audit khusus dan surprise audit,” jelas Syahrizal kepada Siwalima melalui pesan Whatsapp, Selasa (28/9).

Dikatakan, pihaknya tidak menu­tupi apapun, dan sangat mendu­kung sepenuhnya penegakan hu­kum yang dilakukan aparat kepo­lisian terhadap para pelaku.”Kami mendukung sepenuhnya penega­kan hukum terhadap para pelaku oleh kepolisian,” jelasnya singkat.

Ditahan Jaksa

Tiga tersangka korupsi masing-masing Salim M Pattihahuha (SMP) Erik Marhaoni Hukul (EMH) dan Bunga Sartika Alkadri (BSA), saat ini sudah ditahan di rutan Polres Pulau Buru, selama 20 hari terhitung Selasa (28/9/) hingga 17 Oktober nanti.

Sebelumnya oleh Polres Pulau Buru, ketiganya diserahkan beserta barang bukti ke Kejaksaan Negeri Buru oleh kepolisian siang.

Tim jaksa penuntut umum Kejak­saan Negeri Buru, langsung menai­kan status ketiganya sebagai ter­dakwa dalam kasus korupsi pem­bobolan dana nasabah di Bank Maluku Cabang Pembantu Mako, Kecamatan Waeapo, Kabupaten Buru yang merugikan negara Rp.4,1 miliar lebih.

Kepala Kejaksaan Negeri Buru, Muhtadi, yang didampingi Kasie Pidsus, Yasser Manahati, kepada awak media, Selasa (28/9) menje­laskan, ketiganya telah ditetapkan sebagai terdakwa oleh jaksa pe­nuntut beserta barang bukti.

“Penahanan kami lakukan di Rutan Polres Pulau Buru, karena LP Namlea baru menerima kalau sudah menjadi tahanan pengadilan, artinya sudah dilimpahkan proses penuntutan ke pengadilan,” jelas Muhtadi.

Dia optimis, kasus ini sudah disingkan di Pengadilan Tipikor Negeri Ambon sebelum masa pena­hanan oleh kejaksaan berakhir.

“Kami usahakan sebelum 20 hari masa penahanan kejaksaan ini berakhir, perkaranya sudah kita limpahkan ke Pengadilan Tipikor Negeri Ambon,” ujarnya.

Muhtadi lebih jauh memaparkan, bermula dari tahun 2013 saat ter­dakwa SMP menjadi Kepala Cabang Pembantu Bank Maluku Mako, yang bersangkutan mempercayakan password buku besar kepada terdakwa EMH sebagai teller.

“Itu berlanjut sampai tahun 2016 lalu saat BSA masuk sebagai teller juga di Bank Maluku Cabang Pembantu Mako.

“Kemudian pada bulan Juli tahun 2016 lalu, terjadi permufakatan kerjasama antara BSA dan EMH untuk mengambil dana dari buku kas besar dan terdakwa SMP sebagai kepala cabang pembantu tidak melakukan kontrol sebagaimana mestinya.

“Sehingga kemudian terjadi pengambilan uang nasabah dari Juli tahun 2016 sampai tahun 2019 sebesar Rp4.106.000.000.

“Setelah kasus ini diserahkan ke jaksa penuntut, ketiga terdakwa sudah mengembalikan pengembalian sebesar Rp130 juta sehingga masih tersisa Rp3,9 miliar lebih yang belum dikembalikan .

Ditanya wartawan, Kejari lebih jauh menjelaskan, uang nasabah yang dicuri para pelaku itu bersumber dari 75 rekening nasabah.

Modusnya, sewaktu nasabah menyetor, EMH dan BSA hanya mencatat di buku besar, namun uang nasabah itu mereka pakai untuk kepentingan pribadi.

Namun setelah kasus itu terbongkar, dana 75 nasabah itu tetap ditalangi Bank Maluku, sehingga kerugian kini diderita oleh pihak bank.

Akibat perbuatan tersebut, jaksa penuntut umum mendakwa ketiganya dengan  Pasal 2 Ayat 1 dan atau Pasal 3 Jo, Pasal 18 Undang Undang RI Nomor 20 Tahun 2001, tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo, Pasal 55 Ayat 1 ke-1 Jo, Pasal 64 Ayat 1 KUHPidana.

Kini ketiganya teracam hukuman pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 4 tahun, paling lama 20 tahun. Kemudian denda paling sedikit Rp200 juta, dan paling banyak Rp1 miliar. (S-19/S-31)