SEIRING kembalinya mobilitas masyarakat di era normal yang baru, tes covid-19 menjadi kebutuhan yang tidak terhindarkan. World Health Organization (WHO) bahkan telah memberikan rekomendasi persyaratan strategi testing di setiap negara, yaitu harus bersifat objektif, adaptif terhadap perkembangan situasi epidemiologi saat ini, tersedia sumber daya yang mumpuni, serta memiliki hasil yang cepat. Tes antigen kemudian menjadi salah satu pilihan yang memenuhi persyaratan dari WHO tersebut. Pemerintah Indonesia secara khusus telah menggalakkan penggunaan tes covid-19 untuk berbagai aktivitas publik, mulai dari kebijakan bepergian sampai pembelajaran tatap muka. Tidak jarang, masyarakat menggunakan alat tes mandiri untuk kemudahan sehari-hari.

Di tengah upaya meningkatkan deteksi dini tersebut, tes covid-19 masih meninggalkan momok tersendiri bagi sebagian orang, terutama karena sampel diambil melalui nasofaring.  Menurut catatan Departemen Kesehatan di Queensland Australia, tes covid-19 seharusnya tidak menyakitkan. Namun, risiko tersebut tetap dapat terjadi dan disertai rasa tidak nyaman, terutama bagi anak-anak, lanjut usia, dan mereka yang memiliki sensitivitas maupun penyakit tertentu seperti sinusitis.  Hal ini tentu menjadi tantangan tersendiri ketika tes covid-19 melalui nasofaring dilakukan secara mandiri. Tes yang dilakukan tanpa pengawasan tenaga medis bisa menyebabkan kesalahan dalam pengambilan sampel sehingga menimbulkan risiko cedera fatal atau infeksi. Meski demikian, kita tidak dapat menutup mata akan meningkatnya kebutuhan tes mandiri di masyarakat sebagai upaya skrining se­hari-hari. Sehingga pengetahuan mendasar tentang tes perlu dipahami secara benar.

Masyarakat perlu memperhatikan beberapa hal, seperti perbedaan alat tes mandiri dengan tes antigen pada umumnya, perbedaan jenis sampel tes antigen mandiri, penggunaan yang tepat dan aman, serta pengolahan limbah medis antigen. Langkah aman Setidaknya, terdapat beberapa jenis tes antigen di Indonesia berdasarkan cara pengambilan sampel yang berbeda, yakni sampel yang diambil dari saliva, nasofaring, dan rongga hidung (nasal). Sampel saliva dapat digunakan secara mandiri, namun cara pengambilan sampelnya harus sesuai dengan petunjuk alat.

Pengambilan sampel nasofaring diperlukan kehati-hatian sehingga pengambilan sampel mutlak harus dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih. Sampel nasal dapat dilakukan secara mandiri, namun tetap perlu dalam pengawasan tenaga kesehatan, terutama untuk menindaklanjuti hasil yang positif. Dalam berbagai situasi, penggunaan tes mandiri dengan sampel nasal menjadi salah satu alat skrining yang dipilih karena proses pengambilan sampel yang lebih nyaman bagi beberapa kalangan, terutama anak-anak dan lansia. Pengambilan sampel yang bisa dilakukan di rumah juga membuat beban fasilitas kesehatan jauh berkurang di beberapa negara yang sudah menerapkan kebijakan terkait. Di Thailand, misalnya, keterbatasan fasilitas penyedia tes PCR membuat Pemerintah merilis regulasi dan panduan untuk memfasilitasi penjualan alat tes covid-19 mandiri secara daring maupun luring. Tes tersebut direkomendasikan untuk yang memiliki peluang tinggi tertular covid-19, seperti pekerja di pabrik, restoran, dan mereka yang mengunjungi daerah padat penduduk. Pun demikian dengan Malaysia yang telah menerbitkan pedoman tentang alat tes mandiri covid-19 dalam Undang-Undang Alat Kesehatan. Di mana, tes mandiri digunakan sebagai pelengkap tes PCR untuk menentukan status pasien dengan segera.

Panduan detail tes antigen mandiri selanjutnya dapat diakses secara daring melalui situs resmi milik Pemerintah negara-negara tersebut. Situs memuat tahapan yang perlu diperhatikan dalam melakukan tes covid-19 mandiri. Pertama-tama, kebersihan diri dan alat menjadi hal yang tidak boleh terlewat.

Baca Juga: Setop Mafia Tanah!

Pengguna perlu memastikan kelengkapan alat tes untuk berjaga-jaga jika terjadi kerusakan alat, yang berpotensi memberikan hasil yang tidak akurat bahkan cedera bagi pemakainya.  Panduan tersebut kemudian mencatat cara pengambilan sampel melalui rongga hidung bagian depan (nasal swab anterior) dan rongga hidung bagian tengah (nasal mid-turbinate). Melalui cara ini, pengguna hanya perlu memasukkan swab maksimum dua cm saja. Proses dilanjutkan dengan memeriksa hasil tes sesuai instruksi alat. Pada tahap ini, pengguna wajib melaporkan hasil tes melalui portal maupun aplikasi resmi milik pemerintah, atau fasilitas pelayanan kesehatan setempat. Langkah terakhir, memasukkan limbah alat pemeriksaan ke dalam sealable bag dan membuangnya pada tempat sampah medis.

Perlunya duduk bersama        Meski berbagai negara sudah familiar dengan alat tes antigen mandiri dan mulai menggunakannya sebagai strategi menghadapi endemi, Pemerintah Indonesia belum mengeluarkan kebijakan untuk jenis tes ini. Penyebabnya datang dari berbagai faktor dan pertimbangan, mulai dari hambatan dalam mekanisme pelaporan hasil antigen mandiri, kurangnya kesadaran masyarakat untuk melaporkan hasil antigen, dan cara pembuangan sampah medis di masyarakat yang belum memenuhi standar pengelolaan yang seharusnya.  Dalam hal ini, kesiapan menghadapi endemi tidak hanya menjadi upaya segelintir pihak saja. Pemerintah perlu duduk bersama dengan ahli kesehatan, perwakilan dari lembaga maupun fasilitas kesehatan, Dinas Lingkungan Hidup, dan pihak-pihak terkait untuk merespons situasi endemi. Termasuk kebutuhan akan skrining harian masyarakat melalui penyusunan panduan tes antigen mandiri secara komprehensif.

Pada akhirnya, panduan yang diberikan Pemerintah diharapkan melahirkan lebih dari sekadar kemudahan dari proses skrining sehari-hari, tetapi juga rasa aman akan serangkaian proses yang dilakukan demi menjaga kesehatan diri dan keluarga melalui edukasi yang tepat.( Luhung Budiailmiawan, Dokter Spesialis Patologi Klinik di RSUD Pelabuhanratu, Jawa Barat)