AMBON, Siwalimanews – Anggota DPRD Maluku, Anos Yermias menuding Aparatur Sipil Negara pada Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tidak mampu membuat perenca­naan terhadap pembangunan infrastruktur di Maluku.

“Kalau model seperti ini mau bangun Maluku seperti apa, Inpres Nomor 3 yang su­dah didepan mata saja tidak mampu untuk dieksekusi,” ujar Yermias kepada warta­wan di Baileo Rakyat Karang Panjang, Selasa (26/9).

Kekesalan ini disampaikan Yermias, karena infrastruktur jalan di sejumlah kabupaten/kota di Maluku yang meru­pakan kewenangan provinsi rusak parah dan tidak bisa diperbaiki. k mampu untuk dieksekusi,” kesal Anos.

Menurutnya, ASN yang saat ini dipekerjakan di Dinas PUPR tidak siap untuk mela­kukan perencanaan, khusus­nya berkaitan dengan Detail Engineering Design sebagai sa­lah satu kriteria persetujuan usulan.

Yermias mendesak, Gubernur Maluku, Murad Ismail menata kem­bali tenaga teknis yang saat ini ditempatkan pada Dinas Peker­jaan Umum dan Perumahan Rakyat Provinsi Maluku.

Baca Juga: Anggota DPRD Buru Tutup Usia

Yermias menjelaskan, Inpres Nomor 3 Tahun 2023 Tentang Per­cepatan Peningkatan Konektivitas Jalan Daerah membuat DED, te­tapi sayangnya tenaga teknis di Dinas PUPR tidak tahu membuat DED.

“Kita tidak siap soal SDM untuk membuat DED, masa studi kela­yakan saja tidak bisa bikin kalau untuk jalan baru perlu empat kriteria tadi,” jelasnya.

Politisi Golkar Maluku ini mene­gaskan ketidakmampuan Dinas PUPR dalam menyiapkan DED diakibatkan tenaga teknis yang selama ini handal dalam peren­canaan dipindahkan ke Dinas Perpustakaan.

“Pemda Maluku tenaga teknis­nya kurang, bagaimana mau maju kalau tenaga teknis saja karantina di Dinas Perpustakaan,” tegasnya.

Karenanya, Yermias mendesak gu­­bernur agar mengembalikan te­naga teknis yang saat ini dika­rantina di Perpustakaan untuk kembali ke Dinas PUPR, sehingga dapat mela­kukan perencanaan yang matang bagi pembangunan Maluku kedepan.

Dewan Semprot Pemprov

Sebelumnya, anggota Komisi III DPRD Maluku, M Hatta Hehanussa menyemprot Pemprov tidak mam­pu menanggani infrastruktur jalan yang rusak pada sejumlah wilayah di negeri seribu pulau ini.

Pernyataan keras terhadap ke­bijakan pembangunan Maluku ini dilontarkan Hehanusa sebagai ben­tuk kekecewaannya atas sejumlah persoalan infrastruktur jalan yang hingga kini tidak mampu ditangani oleh pemerintah Provinsi Maluku.

Awalnya Hehanusa geram de­ngan sikap tidak peduli yang ditunjukkan Pemerintah Provinsi Maluku maupun kabupaten/kota terkait dengan Inpres penanganan jalan daerah dimana tidak ada keseriusan dari pemerintah untuk mengusulkan jalan-jalan di daerah

Pasalnya, pertemuan terkait dengan Inpres Penanganan Jalan Daerah dilakukan sebanyak 20 kali baik di Maluku maupun mengha­dap langsung ke Komisi V DPR RI dan Kementerian PUPR tetapi tidak ada tindak lanjut dari peme­rintah daerah.

“Bayangkan saja kita sudah rapat 20 kali terkait dengan Inpres ini, baik di Jakarta maupun di Ambon hasilnya nol, kesalahannya hanya soal  detail engineering design (DED) setelah di hitung-hitung, mungkin anggarannya cuma Rp 20 juta untuk  membuat perencanaan, saja tidak bisa,” kesalnya.

Pemerintah daerah lanjut Heha­nusa jangan menganggap Inpres penanganan jalan daerah ini sebagai barang khayalan, tetapi tugas Pemda adalah mengaman­kan instruksi presiden tersebut.

“Bikin DED saja susah dapat kepengnya, kalau mau wara-wiri kemana-mana itu kepeng banyak pun tidak ada masalah, susah ini daerah,” kecamnya.

Menurutnya, semua persoalan infra­struktur yang dihadapi masya­rakat hari ini karena hutang sebesar 700 miliar rupiah yang harus dibayarkan.

Padahal, jika pinjaman 700 miliar rupiah tersebut diarahkan untuk membangun infrastruktur jalan dana maka ratusan kilometer jalan selesai dibangun.

“Ini karena Pemprov tidak punya perencanaan, dimana kebijakan-kebijakan ngawur  semua, ini sangat miris,” tegasnya.

Lanjutnya, sebagai anggota DPRD dirinya merasa sedih meli­hat kondisi daerah seperti ini, ka­rena DPRD tidak punya perpan­jangan tangan serta dibatasi soal  kewenangan.

Bahkan DPRD saja dibatasi dengan pengawasan terkait kebijakan, artinya anggota DPRD tidak bisa menyentuh kebijakan.

Karenanya, masyarakat tidak dapat berharap banyak selain mujizat dan tetap berdoa kita agar Pemerintahan ini besok bisa berubah dan ada pemimpin baru,” kata Hatta. (S-20)