AMBON, Siwalimanews – Permintaan Fraksi PDI Perjua­ngan DPRD Maluku untuk meng­evaluasi Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Maluku, Meikyal Pontoh harus didengar dan dipertim­bangkan Gubernur Maluku, Murad Ismail.

Akademisi FISIP Unidar Ambon, Sulfikar Lestaluhu kepada Siwa­lima mengatakan, jika permintaan evaluasi terhadap Kadinkes karena persoalan data yang mengaki­batkan sejumlah tenaga keseha­tan tidak menerima insentif de­ngan baik, evaluasi tersebut wajar dilakukan.

“Ternyata karena persoalan data yang tidak diselesaikan, tenaga kesehatan tidak dapat menikmati insentif dengan baik maka evaluasi yang dilakukan wajar saja,” ujar Lestaluhu kepada Siwalima Kamis (15/10).

Menurutnya, jika Fraksi PDI-P DPRD Maluku selaku partai peng­usung pemerintah meminta hal itu, sesungguhnya masuk akal. Kare­na itu permintaan Fraksi PDI-P ha­rus didengar oleh Gubernur Ma­luku. “Kalau itu yang diminta se­laku partai pemerintah maka masuk akal, pak gubernur harus mende­ngar hal itu,” tegasnya.

Kendati demikian, Watubun me­negaskan harus ada jaminan, dimana dengan adanya pergantian itu, kinerja Kadinkes harus lebih baik dari Meikyal Pontoh.  “Jadi sah-sah saja. Tapi memang harus eva­luasi yang betul-betul dilakukan. Dan pergantian ya harus yang lebih bagus,” tandasnya.

Baca Juga: Fraksi PDIP: Kadinkes Harus Dievaluasi

Sementara itu, Akademisi FISIP Unpatti, Amir Kotaromalus  menga­takan, jika persoalan insentif men­jadi dasar bagi Fraksi PDIP DPRD Maluku meminta evaluasi Pontoh, sesungguhnya itu hal yang baik dan wajib harus dilakukan Gu­bernur Maluku, Murad Ismail. “Jika yang dimintakan seperti itu, wajib gubernur perhatikan ,” kata Amir.

Menurutnya, sangat riskan jika orang yang berhadapan dengan maut seperti tenaga kesehatan mengabdikan kehidupan untuk merawat pasien Covid-19, tetapi insentifnya tidak diselesaikan.

“Jadi sebagai warga negara yang bekerja di instansi peme­rin­tah, mereka telah melakukan pe­ker­jaan dengan baik dan kalau insentifnya tidak diberikan dengan baik itu berarti ada pelanggaran terhadap hak-hak mereka,” tegas Amir.

Olehnya ia berharap, permintaan Fraksi PDI-P untuk mengevaluasi Kepala Dinas Kesehatan Maluku harus diperhatikan oleh Gubernur Maluku.

Harus Dievaluasi

Fraksi PDIP DPRD Provinsi Maluku meminta Gubernur Murad Ismail mengevaluasi Kepala Dinas Kesehatan, Meikyal Pontoh.

Kinerja Meikyal Pontoh selalu men­dapat kritikan berbagai kala­ngan. Entah apa kerjanya? Ngurus insentif tenaga kesehatan (nakes) yang menangani Covid-19 saja, tak becus.

Pontoh mengaku sudah mem­bayar insentif nakes RSUD dr. M Haulussy Ambon bulan Maret, April dan Mei 2020. Tetapi ternyata bohong.

Kebohongannya terungkap saat rapat dengar pendapat dengan tim I pengawasan penanganan Covid-19 DPRD Maluku, Plt Direktur RS­UD dr. M Haulussy Rodrigo Lim­mon dan Direktur RSUD Ishak Uma­­­rella Tulehu, Dwi Murti Nur­yanti, Rabu (14/10), di DPRD Maluku.

Ketua Fraksi PDIP DPRD Maluku, Benhur Watubun mengatakan, masyarakat bahkan anggota DPRD berulang kali mengkritik penanga­nan Covid-19, karena itu sebagai fraksi pemerintah merasa sangat penting untuk dilakukan evaluasi terhadap Dinas Kesehatan Maluku.

“Tujuan evaluasinya ialah kita ingin memastikan bahwa proses penanganan insentif tenaga kese­hatan berapa lama dilakukan, karena itu tadi saya telah bersikap dan menyatakan bahwa Covid-19 lari seperti kilat dan tenaga medis itu menangani secepat guntur, tapi insentif tenaga kesehatan itu lari gajah,” ujar Watubun, kepada war­tawan, Rabu (14/10).

Lanjut Watubun, ketika gubernur dan Satgas Penangan Covid-19 dikritik terus menerus maka PDIP juga merasa malu. “Kita ini fraksi pe­merintah juga malu terhadap kritikan,” tandasnya.

Dikatakan, jika masalah keter­lam­batan pembayaran insentif terletak pada manajemen maka manajemen itu harus dievaluasi.

“Karena kalau ini problem ma­najemen maka manager yang harus diganti, tidak boleh tidak, ini bikin malu. Saudara bayangkan beban politik fraksi kita terhadap penanganan ini terlalu besar,” ujarnya.

Wakil Ketua DPD PDIP Maluku ini menegaskan, PDIP mendukung pemerintah, tetapi beban politik sangat besar ketika pemerintah dikritik terus-menerus, karena itu Fraksi PDIP meminta Meikyal Pontoh dievaluasi dari jabatannya selaku Kepala Dinas Kesehatan.

“Saya minta untuk Kepala Dinas Kesehatan ini dievaluasi, tidak boleh tidak. Saudara-kerjaannya apa, kan hanya mengurus bagai­mana lintasan penanganan ini seperti apa,” tegasnya.

Watubun mengatakan, saat ini nakes telah menandatangani kon­trak, karena siap untuk mati dalam menangani pasien Covid-19. Teta­pi insentif mereka kok tak dibayar.

“Masa, untuk urusan-urusan ter­kait dengan insentif tidak disele­saikan. Belum lagi ditambah ma­sa­lah lain, seperti  ada nama nakes yang tidak masuk daftar, dan lainnya. Ini alasan mengapa Fraksi PDIP meminta Kepala Dinas  Kesehatan dievaluasi,” tandasnya.

Kebohongan Terungkap

Meikyal Pontoh mengklaim telah mencairkan insentif  nakes yang menangani Covid-19 di RSUD M. Haulussy untuk bulan Maret, April dan Mei.

Selain di RSUD dr. M Haulussy, insentif nakes pada rumah sakit lain juga sudah dicairkan seperti di balai diklat dan balai pelatihan.

“Kalau untuk insentif nakes di RSUD Haulussy sudah kita cair tiga bulan,” kata Pontoh kepada Siwa­lima di kantor Gubernur Maluku, Kamis (8/10).

Pontoh menerangkan, pencai­ran insentif nakes dilakukan untuk Maret, April dan Mei. “Baru tiga bulan kita cairkan, karena angga­ran yang diberikan hanya untuk tiga bulan,” jelas Pontoh.

Ditanya bagaimana dengan in­sentif untuk bulan Juni, Juli Agustus dan September dirinya mengaku belum ada arahan.

“Belum ada arahan dari atasan untuk pembanyaran bulan selan­jutnya, karena yang kita bayar sesuai dengan petunjuk teknis,” tandasnya singkat tanpa menjelaskan seperti apa juknisnya.

Kebohongan Pontoh terungkap dalam rapat kemarin di DPRD Ma­luku. Ia menjelaskan, insentif bulan Maret telah dibayar, untuk bulan April baru dilakukan pencairan, sedang­kan bulan Mei akan diusahakan dilakukan pada akhir bulan Oktober.

“Untuk pembayaran Maret sudah dilakukan, bulan April tadi saya sudah melakukan pencairan, jadi tinggal tunggu Mei akan diajukan lagi oleh rumah sakit untuk diverifikasi bersama dan mudah-mudahan di Oktober ini sudah selesai,” ujarnya.

Pontoh mengatakan, saat ini Dinas Kesehatan dan rumah sakit yang mengajukan pembayaran insentif bersama lakukan verifikasi. Berbeda dengan sebelumnya, dimana verifikasi hanya dilakukan oleh Dinas Kesehatan.

“Jadi biasanya kan dulu oleh ru­mah sakit secara internal ajukan ke rumah dinas baru dilakukan verifi­kasi. tapi sekarang tidak lagi begitu datang langsung duduk bersama, mana yang dikoreksi dan dilengkapi langsung dikembalikan hari itu juga dengan catatan-catatan hasil veri­fikasi untuk segera dikembalikan dan ditargetkan 3 sampai 4 hari. setelah pengajuan klaim sudah bisa pembayaran,” jelas Pontoh.

Sementara berdasarkan perte­mu­an tersebut, Dinas Kesehatan telah setujui untuk menyelesaikan pembayaran insentif nakes tahap I mulai dari bulan Maret hingga Mei pada bulan Oktober. Sedangkan insentif tahap II, terhitung Juni sampai dengan September, wajib dicairkan pada bulan November mendatang.

“Tadi telah disepakati antara Dinas Kesehatan dan direktur rumah sakit,” ujar Wakil Ketua DPRD, Melkianus Sairdekut.

Selalu Salahkan Direktur RSUD

Kendati kerjanya tak becus, namun Kepala Dinas Kesehatan Maluku Meikyal Pontoh selalu menyalahkan Ritha Tahitu yang saat itu menjabat Plt. Direktur RSUD dr. M Haulussy terkait belum dibayarnya insentif nakes.

Menurut Pontoh, insentif nakes  belum dibayar karena pihak RSUD belum mengajukan pengusulan pembayaran.

“Mereka (RSUD Haulussy-red) baru usul pembayaran insentif bulan Maret ke kita itu juga masih verifikasi  data sehingga belum kita cairkan,” ujar Pontoh kepada wartawan di Kantor Gubernur, Sabtu (19/9).

Dinas Kesehatan berkewajiban membayar insentif nakes yang menangani pasien Covid-19. Namun itu tergantung pengajuan dari pihak RSUD Haulussy.

“Tergantung pengajuan, kalau sudah ajukan klaim pasti dibayarkan, RSUD Haulussy baru diajukan1 bulan, dan itu belum kita bayar, karena berkas masih bolak balik untuk diverifikasi,” tegasnya.

Menurutnya, kesalahan admini­strasi dari pihak rumah sakit mem­buat pengajuan nakes sampai sekarang oleh tim verifikator belum menyetujui untuk proses pencai­ran insentif.

“Tanya ke mereka, kenapa selalu bolak-balik berkas,” ujar Pontoh.

Padahal menurut Tahitu, peng­usulan pembayaran sudah dilaku­kan untuk bulan Maret, April dan Mei. Tetapi masih diverifikasi oleh Dinas Kesehatan Maluku.

Sebelumnya, perawat di RSUD dr. M Haulussy Ambon juga me­ngeluh belum menerima insentif penanganan pasien Covid-19.

Setiap perawat dibayar Rp 250 per hari. Kerja dilakukan dengan sistim shift. Dalam sebulan, satu orang masuk kerja sekitar 15 hari. Sehingga jumlah insentif yang diterima setiap perawat sebesar Rp 3.750.000. Kalau dua bulan, berarti Rp 7.500.000. “Jadi kami sejak bulan April belum dibayarkan insentif,” kata salah satu perawat kepada wartawan, di Ambon, Kamis (18/6). (Cr-2)