AMBON, Siwalimanews – Fraksi PDIP DPRD Provinsi Maluku meminta Gubernur Murad Ismail mengevaluasi Kepala Dinas Kese­hatan, Meikyal Pontoh.

Kinerja Meikyal Pontoh selalu mendapat kritikan ber­bagai kalangan. Entah apa kerjanya? Ngurus insentif tenaga kesehatan (nakes) yang menangani Covid-19 saja, tak becus.

Pontoh mengaku sudah mem­bayar insentif nakes RSUD dr. M Haulussy Ambon bulan Maret, April dan Mei 2020. Tetapi ternyata bo­hong.

Kebohongannya terungkap saat rapat dengar pendapat dengan tim I pengawasan penanganan Covid-19 DPRD Maluku, Plt Direktur RSUD dr. M Haulussy  Rodrigo Limmon dan Direktur RSUD Ishak Umarella Tulehu, Dwi Murti Nuryanti, Rabu (14/10), di DPRD Maluku.

Ketua Fraksi PDIP DPRD Maluku, Benhur Watubun mengatakan, mas­yarakat bahkan anggota DPRD berulang kali mengkritik penanga­nan Covid-19, karena itu sebagai fraksi pemerintah merasa sangat penting untuk dilakukan evaluasi terhadap Dinas Kesehatan Maluku.

Baca Juga: DPRD Minta Insentif Nakes Segera Dibayar

“Tujuan evaluasinya ialah kita ingin memastikan bahwa proses penanganan insentif tenaga kese­hatan berapa lama dilakukan, karena itu tadi saya telah bersikap dan menyatakan bahwa Covid-19 lari seperti kilat dan tenaga medis itu menangani secepat guntur, tapi in­sentif tenaga kesehatan itu lari gajah,” ujar Watubun, kepada war­tawan, Rabu (14/10).

Lanjut Watubun, ketika gubernur dan Satgas Penangan Covid-19 di­kritik terus menerus maka PDIP juga merasa malu. “Kita ini fraksi peme­rintah juga malu terhadap kritikan,” tandasnya.

Dikatakan, jika masalah keterlam­batan pembayaran insentif terletak pada manajemen maka manajemen itu harus dievaluasi.

“Karena kalau ini problem mana­jemen maka manager yang harus diganti, tidak boleh tidak, ini bikin malu. Saudara bayangkan beban politik fraksi kita terhadap pena­nganan ini terlalu besar,” ujarnya.

Wakil Ketua DPD PDIP Maluku ini menegaskan, PDIP mendukung pemerintah, tetapi beban politik sangat besar ketika pemerintah di­kritik terus-menerus, karena itu Fraksi PDIP meminta Meikyal Pontoh dievaluasi dari jabatannya selaku Kepala Dinas Kesehatan.

“Saya minta untuk Kepala Dinas Kesehatan ini dievaluasi, tidak bo­leh tidak. Saudara-kerjaannya apa, kan hanya mengurus bagaimana lin­tasan penanganan ini seperti apa,” tegasnya.

Watubun mengatakan, saat ini nakes telah menandatangani kon­trak, karena siap untuk mati dalam menangani pasien Covid-19. Tetapi insentif mereka kok tak dibayar.

“Masa, untuk urusan-urusan ter­kait dengan insentif tidak disele­saikan. Belum lagi ditambah masalah lain, seperti  ada nama nakes yang tidak masuk daftar, dan lainnya. Ini alasan mengapa Fraksi PDIP me­minta Kepala Dinas  Kesehatan dievaluasi,” tandasnya.

Kebohongan Terungkap

Meikyal Pontoh mengklaim telah mencairkan insentif  nakes yang menangani Covid-19 di RSUD M. Haulussy untuk bulan Maret, April dan Mei.

Selain di RSUD dr. M Haulussy, insentif nakes pada rumah sakit lain juga sudah dicairkan seperti di balai diklat dan balai pelatihan.

“Kalau untuk insentif nakes di RSUD Haulussy sudah kita cair tiga bulan,” kata Pontoh kepada Siwa­lima di kantor Gubernur Maluku, Kamis (8/10).

Pontoh menerangkan, pencairan insentif nakes dilakukan untuk Maret, April dan Mei. “Baru tiga bulan kita cairkan, karena anggaran yang diberikan hanya untuk tiga bulan,” jelas Pontoh.

Ditanya bagaimana dengan insen­tif untuk bulan Juni, Juli Agustus dan September dirinya mengaku belum ada arahan.

“Belum ada arahan dari atasan untuk pembanyaran bulan selanjut­nya, karena yang kita bayar sesuai dengan petunjuk teknis,” tandasnya singkat tanpa menjelaskan seperti apa juknisnya.

Kebohongan Pontoh terungkap dalam rapat kemarin di DPRD Ma­luku. Ia menjelaskan, insentif bulan Maret telah dibayar, untuk bulan April baru dilakukan pencairan, se­dangkan bulan Mei akan diusahakan dilakukan pada akhir bulan Oktober.

“Untuk pembayaran Maret sudah dilakukan, bulan April tadi saya su­dah melakukan pencairan, jadi ting­gal tunggu Mei akan diajukan lagi oleh rumah sakit untuk diverifikasi bersama dan mudah-mudahan di Oktober ini sudah selesai,” ujarnya.

Pontoh mengatakan, saat ini Dinas Kesehatan dan rumah sakit yang mengajukan pembayaran insentif bersama lakukan verifikasi. Berbeda dengan sebelumnya, di­mana verifikasi hanya dilakukan oleh Dinas Kesehatan.

“Jadi biasanya kan dulu oleh rumah sakit secara internal ajukan ke rumah dinas baru dilakukan verifikasi. tapi sekarang tidak lagi begitu datang langsung duduk ber­sama, mana yang dikoreksi dan di­lengkapi langsung dikembalikan hari itu juga dengan catatan-catatan hasil verifikasi untuk segera dikem­balikan dan ditargetkan 3 sampai 4 hari. setelah pengajuan klaim sudah bisa pembayaran,” jelas Pontoh.

Sementara berdasarkan perte­muan tersebut, Dinas Kesehatan telah setujui untuk menyelesaikan pembayaran insentif nakes tahap I mulai dari bulan Maret hingga Mei pada bulan Oktober. Sedangkan insentif tahap II, terhitung Juni sampai dengan September, wajib dicairkan pada bulan November mendatang.

“Tadi telah disepakati antara Dinas Kesehatan dan direktur rumah sakit,” ujar Wakil Ketua DPRD, Melkianus Sairdekut.

Selalu Salahkan Direktur RSUD

Kendati kerjanya tak becus, namun Kepala Dinas Kesehatan Maluku Meikyal Pontoh selalu menyalahkan Ritha Tahitu yang saat itu menjabat Plt. Direktur RSUD dr. M Haulussy terkait belum diba­yarnya insentif nakes.

Menurut Pontoh, insentif nakes  belum dibayar karena pihak RSUD belum mengajukan pengusulan pem­bayaran.

“Mereka (RSUD Haulussy-red) baru usul pembayaran insentif bulan Maret ke kita itu juga masih verifikasi  data sehingga belum kita cairkan,” ujar Pontoh kepada warta­wan di Kantor Gubernur, Sabtu (19/9).

Dinas Kesehatan berkewajiban membayar insentif nakes yang menangani pasien Covid-19. Namun itu tergantung pengajuan dari pihak RSUD Haulussy.

“Tergantung pengajuan, kalau sudah ajukan klaim pasti dibayarkan, RSUD Haulussy baru diajukan1 bulan, dan itu belum kita bayar, karena berkas masih bolak balik untuk diverifikasi,” tegasnya.

Menurutnya, kesalahan admini­strasi dari pihak rumah sakit mem­buat pengajuan nakes sampai seka­rang oleh tim verifikator belum menyetujui untuk proses pencairan insentif.

“Tanya ke mereka, kenapa selalu bolak-balik berkas,” ujar Pontoh.

Padahal menurut Tahitu, peng­usulan pembayaran sudah dilakukan untuk bulan Maret, April dan Mei. Tetapi masih diverifikasi oleh Dinas Kesehatan Maluku.

Sebelumnya, perawat di RSUD dr. M Haulussy Ambon juga mengeluh belum menerima insentif penanga­nan pasien Covid-19.

Setiap perawat dibayar Rp 250 per hari. Kerja dilakukan dengan sistim shift. Dalam sebulan, satu orang masuk kerja sekitar 15 hari. Sehingga jumlah insentif yang diterima setiap perawat sebesar Rp 3.750.000. Kalau dua bulan, berarti Rp 7.500.000.

“Jadi kami sejak bulan April belum dibayarkan insentif,” kata salah satu perawat kepada wartawan, di Ambon, Kamis (18/6). (Cr-2)