AMBON, Siwalimanews – Fraksi Partai Demokrasi Indonsia Perjuangan di DPRD Maluku mendesak aparat penegak hukum, untuk mengusut penggunaan anggaran pada sekretariat daerah Provinsi Maluku.

Pasalnya, terdapat begitu banyak anggaran dengan nominal yang cukup fantastis dalam LPJ gubernur tahun anggaran 2022, namun tidak dapat dikonfirmasi penggunanya. Rekomendasi pengusutan tersebut disampaikan Fraksi PDIP dalam kata akhir fraksinya terhadap LPJ gubernur yang dibacakan, Jafet Patiselano selaku ketua Fraksi, di Baileo Rakyat Karang Panjang, pekan kemarin.

“Berkaitan dengan salah kelola dalam pelaksanaan APBD 2022 yang diduga berpotensi terjadi kerugian daerah atau uang negara, maka Fraksi PDIP merekomendasikan dan mendesak kepada aparat penegak hukum, yaitu Kejati atau Polda Maluku maupun Komisi Pemberantasan Korupsi untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan,” tegas Patiselano.

Fraksi PDIP mencontohkan, penggunaan anggaran pada setda untuk fasilitasi kunjungan tamu sebesar Rp9.874.008.562 yang tidak terkonfirmasi berapa besar dipakai untuk sakali kunjungan presiden, menteri, Dirjan dan sebagainya.

Tak hanya itu, belanja rapat koordinasi dan konsultasi SKPD sebesar Rp5.555 260 459 juga tidak terkonfirmasi output dan outcomenya atau rapat koordinasi berapa kali dilakukan dalam setahun.

Baca Juga: Masyarakat Luang Timur Belum Merasakan Kemerdekaan

“Penyediaan jasa penunjang urusan pemerintahan sebesar Rp13.027.792 292 juga tidak terkonfirmasi dipakai untuk belanja apa-apa saja,” beber Pattiselano.

Namun, setelah ditelusuri kata Pattiselano, ternyata anggaran penyediaan jasa penunjang tersebut dengan rincian kegiatan penyediaan jasa komunikasi khususnya sumber daya air dan listrik sebesar Rp 3.364.042.200.

Sementara pada kode rekening yang berbeda juga terdapat kegiatan yang diperuntukan untuk penyediaan komponen instalasi listrik/penerangan/bangunan kantor sebesar Rp 223.520,000. Selanjutnya, penyediaan jasa peralatan dan perlengkapan kantor sebesar Rp3.348.852.200 yang belum dapat dikonfirmasi, apakah anggaran tersebut berbentuk barang habis pakai.

“Terdapat juga penyediaan jasa pelayanan umum kantor yang menelan anggaran yang sangat besar yaitu Rp7.489.031.243,” beber Pattiselano.

Selain itu kata Pattiselano, terdapat anggaran untuk pemeliharaan barang milik daerah penunjang urusan pemerintahan daerah menelan anggaran sebesar Rp 11.525.520.070. Dari anggaran tersebut, ada diperuntukan untuk biaya pemeliharaan/rehabilitasi sarana dan bangunan lainnya sebesar Rp 4.092.260.613, sedangkan rumah jabatan sekda merupakan bangunan yang baru dibangun sekitar 2 atau 3 tahun yang lalu dan jarang ditempati pada tahun 2022.

Terdapat juga kegiatan pemeliharaan atau rehabilitasi sarana dan prasarana pendukung gedung kantor atau bangunan lainnya sebesar Rp 2.131.578.0787, tetapi tidak terkonfirmasi dimana lokasinya dan apakah terkait dengan kerja-kerja sekda.

Ada pula satu kegiatan yang sama di lingkup setda tentang pengadaan pakaian dinas, dimana nilainya berbeda-beda, yaitu untuk kode rekening 01.1.05.02 sebesar Rp1.207.126.670 sedangkan pengadaan dengan kode rekening 01.1.11.03 sebesar Rp1.162.185.516 yang tidak dapat dikonfirmasi perbedaan, baik aspek kualitas atau jumlahnya.

Bahkan, pada kode rekening 01.1.12 tentang fasilitas kerumahtanggan sekda, kegiatan dan sub kegiatan hanya digunakan oleh setda, tetapi dalam rinciannya terdapat kegiatan penyediaan kebutuhan rumah tangga kepala daerah sebesar Rp1.597.390.9437.

“Selain itu sebenarnya berapa besar kebutuhan dan beban rumah tangga sekda dalam satu tahun, sehingga menghabiskan anggaran sebesar Rp3.806.038.652, padahal disisi lain ada anggaran yang terpisah disediakan untuk fasilitasi tamu,” jelas Pattiselano.

Patiselano menegaskan, semua keraguan yang terjadi akibat dari tidak adanya OPD yang menghadiri pembahasan LPJ, baik dengan komisi maupun badan anggaran, sehingga Fraksi PDIP tidak mengkonfirmasi langsung penggunaan anggaran tersebut.(S-20)