AMBON, Siwalimanews – Direktur Politeknik Negeri Ambon, Dadi Mairuhu mengakui menerima uang sebesar Rp 48 juta yang diduga berasal dari anggaran Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) untuk belanja barang dan jasa pada Politeknik (Poltek) Negeri Ambon Tahun 2022.

Pengakuan Direktur Poltek tersebut diungkapkan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Ambon, saat dirinya menjadi saksi terhadap tiga terdakwa yaitu, Fentje Salhuteru, Wilma Enggliani Ferdinandus alias Ema dan Christina Siwalette.

Sidang tersebut dipimpin majelis hakim yang di Ketuai Wilson Shriver didampingi dua hakim anggota, Senin (22/4) malam

Direktur mengungkapkan, berdasarkan bukti Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) yang ditandatanganinya saat ditunjukkan Hakim Wilson.

“Berdasarkan SPTJM ada sekian anggaran yang saksi terima!!, Jawab Dadi Ia yang mulia mohon maaf saya lupa, saya ada terima sejumlah 48 juta rupiah, “ Akui Dadi.

Baca Juga: Tak Kantongi Izin, Mendagri Harus Batalkan Pelantikan ASN Pemprov Maluku

Sontak mendengar pengakuan Direktur Poltek Ambon tersebut hakim kemudian menetapkan agar yang bersangkutan mengembalikan uang tersebut pada awal Juni nanti.

“Harus dikembalikan pada awal Juni,” tegas hakim

Tak hanya Direktur Poltek, tetapi Wakil Direktur Bidang Akademik Leonora Leuhery juga mengakui mengakui jika dirinya menerima sebesar Rp 39 juta.

“Saya juga terima 39 juta, awal Juli saya akan kembalikan sesuai perintah yang mulia hakim, “ ujar bendahara.

Persidangan berakhir pada pukul 23.45 WIT malam, hakim kemudian menutup persidangan dan akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda yang sama yakni pemeriksaan saksi saksi.

Usai persidangan, Hendri Lusikooy penasehat hukum dari terdakwa Fentje Salhuteru saat diminta tanggapan terkait fakta persidangan enggan berkomentar meski ada fakta keterlibatan Direktur Poltek Ambon.

Untuk diketahui, JPU dalam dakwaan telah membeberkan peran tiga tersangka yang merupakan para pejabat Poltek Ambon.

JPU menyatakan, awalnya terdakwa Fentje Salhuteru (Pejabat Penandatanganan Surat Perintah Pembayaran), diduga melakukan tindak pidana korupsi dengan modus operandi bersama terdakwa Wilma Enggliani Ferdinandus alias Ema dan Saksi Christina Siwalette, dengan sepengetahuan terdakwa Fentje Salhuteru membuat kebijakan terhadap beberapa kegiatan yang dilaksanakan oleh lima penyedia atas paket pekerjaan.

Politeknik Negeri Ambon Tahun Anggaran 2022, membuat kegiatan pengadaan barang/jasa yang tidak sesuai dengan nilai yang dipertanggungjawabkan sehingga mengakibatkan adanya selisih pembayaran dan sisa dana yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan melakukan Proses pembayaran kepada Penyedia Barang/Jasa dan Pelaksana Kegiatan di internal Politeknik Negeri Ambon tidak sesuai ketentuan, sehingga bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pasal 3 ayat (1). Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Pasal 18 ayat (3), Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah beserta perubahannya pasal 1 dan 2.

Menurut JPU perbuatan tersebut merupakan tindakan memperkaya diri sendiri yaitu terdakwa Fentje Salhuteru, dan memperkaya orang lain yakni Wilma Enggliani Ferdinandus alias Ema dan Saksi Christina Siwalette, atau setidak-tidaknya telah memperkaya diri orang lain atau suatu korporasi, yang dapat merugikan Keuangan Negara atau Perekonomian Negara.

Kata JPU terhadap adanya kerugian Keuangan Negara sebesar Rp. 866,337,951,00 tersebut telah dilakukan pengembalian sejumlah Rp 605,735,000.

Akibat Perbuatan para terdakwa mereka didakwa bersalah sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.(S-26)